Gus Kelik Wafat Saat Kewaliannya Diketahui Khalayak
Kabar duka menyebar ke seluruh penjuru negeri ketika KH. Agus Rifqi
Ali bin KH. Ali Maksum bin KH. Maksum (Lasem) Pondok Pesantren Ali
Maksum Krapyak Yogyakarta, wafat. Gus Kelik, sapaan akrabnya meninggal
dunia pada Selasa (2/8/2016), pukul 22.10. Innalillahi wa inna ilahi
rajiun.
Dalam pandangan saya, Gus
Kelik adalah termasuk golongan para wali Allah. Hal ini terbukti sejak
lahir, ia telah memperlihatkan keanehan yang tidak dilakukan kebanyakan
kalangan, bahkan cenderung dianggap sebagai di luar nalar.
Seingat saya, KH. R. Hafidz Abdul Qodir bercerita bahwa Mbah Ali Maksum
pernah meminta doa kepada KH. Abdul Hamid Pasuruan untuk Gus Kelik agar
bisa hidup layaknya orang normal. Ternyata Mbah Hamid justru memandang
hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak harus diambil pusing. “Tidak
apa-apa, tambah aku yang jaluk (minta) doa neng Gus Rifqi,” kata Mbah
hamid kala itu.
Semenjak itulah KH. Ali Maksum sayang kepada Gus
Kelik, bahkan sampai berwasiat kepada keluarga “Jaga Rifqi, insya Allah
masuk surga alias dialah yang merawatnya.”
Penulis pernah
dipanggil Gus Kelik ketika hendak membeli rokok di Kopontren
Al-Munawwir. Dengan mendekat, ia berkata: “Kang, ada uang seribu
rupiah?” Saya jawab ada. Dan hampir setiap santri di Krapyak pernah
dimintai uang yang nominalnya berbeda.
Dalam keseharian, Gus
Kelik memiliki kebiasaan mencari kardus di toko sekitar pesantren. Ia
juga menyewakan alat katering. Anehnya, setiap tahun hasil dari
usahanya ini digunakan memberangkatkan jamaah ziarah Wali Songo. Santri
yang ikut diminta membayar semampunya, bahkan tidak sedikit yang gratis.
Keanehan yang tidak lumrah terhadap Gus Kelik, ketika kunjungan
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Gur) di Pondok Krapyak. Kala itu Gus Dur
tidak mau duduk kecuali berdampingan dengan Gus Kelik. Tidak hanya itu,
justru Gus Dur lah yang mencium tangannya.
Gus Kelik dikatakan
wali karena setelah menikah, ternyata memiliki pengetahuan dan pemahaman
kitab kuning yang mumpuni. Ia juga bisa mengaji kitab dan memimpin
shalawat. Padahal, semenjak kecil sampai dewasa tidak pernah menyentuh
kitab apa pun.
“Nasib” para wali Allah apabila telah diketahui
keunggulan dan kelebihannya justru berakibat usia yang singkat. Sehingga
ketika sebagian kalangan sudah melihat derajat atau maqam kewalian yang
dimiliki, ajal akhirnya menjemput
Wednesday, August 3, 2016
Gus Kelik Wafat Saat Kewaliannya Diketahui Orang
Gus Kelik Wafat Saat Kewaliannya Diketahui Khalayak
Kabar duka menyebar ke seluruh penjuru negeri ketika KH. Agus Rifqi Ali bin KH. Ali Maksum bin KH. Maksum (Lasem) Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, wafat. Gus Kelik, sapaan akrabnya meninggal dunia pada Selasa (2/8/2016), pukul 22.10. Innalillahi wa inna ilahi rajiun.
Dalam pandangan saya, Gus Kelik adalah termasuk golongan para wali Allah. Hal ini terbukti sejak lahir, ia telah memperlihatkan keanehan yang tidak dilakukan kebanyakan kalangan, bahkan cenderung dianggap sebagai di luar nalar.
Seingat saya, KH. R. Hafidz Abdul Qodir bercerita bahwa Mbah Ali Maksum pernah meminta doa kepada KH. Abdul Hamid Pasuruan untuk Gus Kelik agar bisa hidup layaknya orang normal. Ternyata Mbah Hamid justru memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak harus diambil pusing. “Tidak apa-apa, tambah aku yang jaluk (minta) doa neng Gus Rifqi,” kata Mbah hamid kala itu.
Semenjak itulah KH. Ali Maksum sayang kepada Gus Kelik, bahkan sampai berwasiat kepada keluarga “Jaga Rifqi, insya Allah masuk surga alias dialah yang merawatnya.”
Penulis pernah dipanggil Gus Kelik ketika hendak membeli rokok di Kopontren Al-Munawwir. Dengan mendekat, ia berkata: “Kang, ada uang seribu rupiah?” Saya jawab ada. Dan hampir setiap santri di Krapyak pernah dimintai uang yang nominalnya berbeda.
Dalam keseharian, Gus Kelik memiliki kebiasaan mencari kardus di toko sekitar pesantren. Ia juga menyewakan alat katering. Anehnya, setiap tahun hasil dari usahanya ini digunakan memberangkatkan jamaah ziarah Wali Songo. Santri yang ikut diminta membayar semampunya, bahkan tidak sedikit yang gratis.
Keanehan yang tidak lumrah terhadap Gus Kelik, ketika kunjungan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Gur) di Pondok Krapyak. Kala itu Gus Dur tidak mau duduk kecuali berdampingan dengan Gus Kelik. Tidak hanya itu, justru Gus Dur lah yang mencium tangannya.
Gus Kelik dikatakan wali karena setelah menikah, ternyata memiliki pengetahuan dan pemahaman kitab kuning yang mumpuni. Ia juga bisa mengaji kitab dan memimpin shalawat. Padahal, semenjak kecil sampai dewasa tidak pernah menyentuh kitab apa pun.
“Nasib” para wali Allah apabila telah diketahui keunggulan dan kelebihannya justru berakibat usia yang singkat. Sehingga ketika sebagian kalangan sudah melihat derajat atau maqam kewalian yang dimiliki, ajal akhirnya menjemput
Kabar duka menyebar ke seluruh penjuru negeri ketika KH. Agus Rifqi Ali bin KH. Ali Maksum bin KH. Maksum (Lasem) Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, wafat. Gus Kelik, sapaan akrabnya meninggal dunia pada Selasa (2/8/2016), pukul 22.10. Innalillahi wa inna ilahi rajiun.
Dalam pandangan saya, Gus Kelik adalah termasuk golongan para wali Allah. Hal ini terbukti sejak lahir, ia telah memperlihatkan keanehan yang tidak dilakukan kebanyakan kalangan, bahkan cenderung dianggap sebagai di luar nalar.
Seingat saya, KH. R. Hafidz Abdul Qodir bercerita bahwa Mbah Ali Maksum pernah meminta doa kepada KH. Abdul Hamid Pasuruan untuk Gus Kelik agar bisa hidup layaknya orang normal. Ternyata Mbah Hamid justru memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak harus diambil pusing. “Tidak apa-apa, tambah aku yang jaluk (minta) doa neng Gus Rifqi,” kata Mbah hamid kala itu.
Semenjak itulah KH. Ali Maksum sayang kepada Gus Kelik, bahkan sampai berwasiat kepada keluarga “Jaga Rifqi, insya Allah masuk surga alias dialah yang merawatnya.”
Penulis pernah dipanggil Gus Kelik ketika hendak membeli rokok di Kopontren Al-Munawwir. Dengan mendekat, ia berkata: “Kang, ada uang seribu rupiah?” Saya jawab ada. Dan hampir setiap santri di Krapyak pernah dimintai uang yang nominalnya berbeda.
Dalam keseharian, Gus Kelik memiliki kebiasaan mencari kardus di toko sekitar pesantren. Ia juga menyewakan alat katering. Anehnya, setiap tahun hasil dari usahanya ini digunakan memberangkatkan jamaah ziarah Wali Songo. Santri yang ikut diminta membayar semampunya, bahkan tidak sedikit yang gratis.
Keanehan yang tidak lumrah terhadap Gus Kelik, ketika kunjungan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Gur) di Pondok Krapyak. Kala itu Gus Dur tidak mau duduk kecuali berdampingan dengan Gus Kelik. Tidak hanya itu, justru Gus Dur lah yang mencium tangannya.
Gus Kelik dikatakan wali karena setelah menikah, ternyata memiliki pengetahuan dan pemahaman kitab kuning yang mumpuni. Ia juga bisa mengaji kitab dan memimpin shalawat. Padahal, semenjak kecil sampai dewasa tidak pernah menyentuh kitab apa pun.
“Nasib” para wali Allah apabila telah diketahui keunggulan dan kelebihannya justru berakibat usia yang singkat. Sehingga ketika sebagian kalangan sudah melihat derajat atau maqam kewalian yang dimiliki, ajal akhirnya menjemput
Subscribe to:
Posts (Atom)