Al-Habib Zain bin Sumaith di dalam kitabnya al-Ajwibah al-Ghaliyyah
fi ‘Aqidah al-Firqah an-Najiyyah menyampaikan pembahasan mengenai
masalah ruqyah dan tamimah dengan metode Tanya jawab, berikut penjelasan
yang beliau sampaikan:
Apa hukum menulis azimat dan menggantungkannya?
Dibolehkan menulis jampi-jampi dan azimat serta menggantungkannya pada
manusia dan hewan jika tidak mengandung kata-kata yang tidak diketahui
maknanya. Dalam sebuah riwayat dinyatakan, Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam mengajari doa kepada para sahabat dari ketakutan:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ وَشَرِّ
عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَأَنْ يَحْضُرُوْن
“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari murka dan
hukuman-Nya serta dari kejahatan hamba-hamba-Nya, dan dari gangguan
setan-setan dan kehadiran mereka.”
Dahulu Abdullah bin Amr
radliyallahu’anhuma mengajarkan doa ini kepada siapa pun yang sudah
dewasa di antara anak-anaknya. Sedangkan bagi yang belum dewasa, dia
menuliskan untuknya dan menggantungkan (tulisan itu) kepadanya.
Diriwayatkan dari imam Ibnu Hibban:
سألت جعفر بن محمد بن علي رضي الله عنهم عن تعليق التعويذ ؟ فقال: ( إنْ
كَانَ مِنْ كِتَابِ اللهِ أَوْ كَلَامِ نَبِيِّ اللهِ فَعَلِّقْهُ
وَاسْتَشْفِ بِهِ)
Aku bertanya kepada Ja’far bin Muhammad bin Ali
radliyallahu’anhum tentang penggantungan tulisan doa perlindungan. la
menjawab, “Jika dari Kitabullah atau kalam Nabiyullah, maka
gantungkanlah dan mohonlah kesembuhan dengannya.”
Riwayat Ini
disebutkan oleh Ibnu Qayyim dalam kitab Zadul Ma’ad 1/26 dalam bahasan
tentang pengobatan dengan Al-Quran dan kekhususan-kekhususannya.
Ibnu Qayyim juga menyebutkan, Imam Ahmad ditanya tentang jampi-jampi
yang digantungkan setelah turunnya musibah. Imam Ahmad menjawab:
أَرْجُوا أَنْ لَا يَكُوْنَ بِهِ بَأْس
“Aku berharap tidak masalah dengannya.”
Anaknya, Abdullah, mengatakan, “Aku melihat ayahku (Imam Ahmad) menulis
doa perlindungan bagi orang yang mengalami ketakutan dan bagi orang
yang menderita sakit demam.”
Dinukil dari sejumlah ulama salaf
bahwasanya mereka menulis ayat-ayat dari Al-Qur’an bagi orang yang
terkena gangguan sihir kemudian meminumkannya. Imam Mujahid mengatakan:
لَا بَأْسَ أَنْ يَكْتُبَ القُرْآنَ وَيَغْسِلَهُ وَيَسْقِيَهُ المَرِيْضَ
“Tidak masalah Al-Qur’an ditulis dan dibasuhkan serta disiramkan kepada orang yang sakit.”
Disebutkan dari Ibnu Abbas, ia menyuruh agar dituliskan sesuatu yang
bersumber dari Al-Qur’an pada seorang wanita yang mengalami kesulitan
dalam melahirkan kemudian dibasuh dan disiramkan. Ayyub mengatakan: “Aku
melihat Abu Qilabah menulis suatu ayat dari Al-Qur’an kemudian
membasuhnya dengan air dan mengguyurkannya kepada seorang yang menderita
suatu penyakit.”
Dalam kitabnya, Majmu’ al-Fatawa, Ibn Taimiyah mengatakan:
نقلوا عن ابن عباس أنه كان يكتب آيات من القرآن والذكر ويأمر بأن تسقى لمن
به داء، وهذا يقتضي أن لذلك بركة، ونص الإمام أحمد على جوازه
Mereka
menukil dari Ibnu Abbas bahwasanya dia menulis ayat-ayat dari Al-Qur’an
dan dzikir, lantas menyuruh agar disiramkan kepada orang yang menderita
sakit. Ini berarti bahwa perbuatan tersebut mengandung keberkahan. Imam
Ahmad menetapkan atas kebolehan hal itu.
Apa maksud hadits: مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةَ فَقَدْ أَشْرَكَ ?
“Siapa yang menggantungkan azimat, dia telah berbuat syirik”
Ulama sepakat, yang dimaksud dengan azimat di sini adalah gelang atau
kalung yang digantungkan pada manusia yang tidak menggunakan nama-nama
Allah dan kalam-Nya. Kaum Jahiliyah meyakini bahwa azimat yang
digantungkan itu dapat menolak berbagai rintangan. Sesungguhnya itu
adalah syirik, karena yang mereka maksudkan adalah menolak bahaya dan
mendatangkan manfaat dari sisi selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun azimat yang menggunakan nama-nama Allah dan kalam-Nya untuk
keperluan tabarruk dan permohonan syafa’at, dengan meyakini bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala lah yang menyembuhkan dan kesembuhan hanya terjadi
dengan izin dan kehendak-Nya, ini tidak termasuk (pada maksud) dalam
hadits tersebut.