Friday, June 10, 2016

Hukum Mencicipi Makanan Saat Berpuasa





salah satu pertanyaan yang sering muncul dalam bulan ramadhan, khususnya dari kaum ibu-ibu adalah "bagaimana hukum mencicip makanan saat berpuasa, apakah dapat membatalkan puasa?". Pertanyaan ini sangat sering muncul baik di media cetak atau di media elektronik. Oleh karena hal tersebut merupakan masalah yang aktual, maka kami berinisiatif untuk ikut andil dalam memecahkan persoalan tersebut, agar kiranya masyarakat khususnya ibu-ibu mendapat sedikit pencerahan dan tidak lagi merasa was-was dalam menghadapi masalah itu.

Mencicip makanan (dengan tidak menelannya -pen) di saat sedang berpuasa tidak membatalkan puasa dan hukumnya boleh, karena sebagaimana kita ketahui bahwa indra yang berfungsi sebagai alat perasa adalah lidah. jadi untuk mengetahui rasa makanan tidak harus menelannya. Dalam konteks berpuasa, Sekedar memasukkan benda kedalam rongga mulut tidak dianggap memasukkan benda kedalam rongga yang dikategorikan sebagai anggota bathin, hal ini disebabkan karena terdapat rincian hukum yang membahas tentang status rongga mulut itu sendiri. Artinya, berbeda kasus maka berbeda pula penetapan status rongga mulut. Sehingga dalam sebuah kasus, rongga mulut dianggap sebagai anggota zahir (anggota tubuh bagian luar). Sementara pada kasus yang lain, rongga mulut dianggap sebagai anggota bathin (anggota tubuh bagian dalam).

Adapun rincian hukum tentang penetapan status rongga mulut adalah sebagai berikut:
1.Rongga mulut dianggap anggota zahir pada beberapa kasus, diantaranya:

  • Pada kasus muntah dengan sengaja, sehingga dapat membatalkan puasa walaupun muntahannya belum keluar bibir dan masih di dalam rongga mulut.
  • Pada kasus menelan dahak, sehingga dapat membatalkan puasa dengan sebab menelan dahak yang terdapat dalam rongga mulut.
  • Pada kasus memasukkan benda dari luar mulut ke dalam rongga mulut. Sehingga tidak membatalkan puasa dengan sebab memasukkan benda ke dalam rongga mulut, walaupun benda tersebut di diamkan di dalam rongga mulut dalam jangka waktu yang lama.
  • Pada kasus bernajisnya rongga mulut. Sehingga wajib menyucikan rongga mulut yang bernajis.

2.Rongga mulut dianggap anggota bathin pada beberapa kasus, diantaranya:
  • Pada kasus menelan air liur. Sehingga tidak membatalkan puasa dengan sebab menelan air liur yang terdapat dalam rongga mulut.
  • Pada kasus orang yang sedang berjunub. Sehingga tidak wajib menyampaikan air ke dalam rongga mulut di ketika mandi junub.

KESIMPULAN:
dari penjelasan ketiga pada poin no. 1, bisa kita fahami bahwa mencicip makanan (tanpa menelan) hukumya boleh dan tidak membatalkan puasa.

Hal lain yang bisa kita jadikan sebagai bukti otentik adalah syari'at tidak pernah melarang berkumur-kumur ketika berwudhuk saat berpuasa. syari'at hanya melarang mubalaghah (berlebihan) saat berkumur-kumur, untuk mencegah tertelannya air wudhuk. Air juga tergolong ke dalam kategori "benda", seandainya memasukkan benda ke dalam rongga mulut dapat membatalkan puasa, maka pastilah syari'at akan melarang berkumur-kumur ketika berwudhuk saat berpuasa.

Wallahu a'lam...

Referensi:

  1. Hasyiah qulyubi, jld. II, hal. 70, cet. Al-haramain.
قال شيخنا الرملي: وداخل الفم والأنف إلى منتهى الخيشوم له حكم الظاهر في الإفطار بوصول القيء إليه وابتلاع النخامة منه وعدم الإفطار بوصول عين إليه وإن أمسكها فيه ووجوب غسله من نجاسة وله حكم الباطن في عدم الإفطار بابتلاع الريق منه، وعدم وجوب غسله لنحو جنب
2.   Majmu’ syarah muhazzab, jld. VI, hal. 313, cet. Darul fikri.
قال أصحابنا وداخل الفم والأنف إلى منتهى الغلصمة والخيشوم له حكم الظاهر في بعض الأشياء حتى لو أخرج إليه القئ أو ابتلع منه نخامة أفطر ولو أمسك فيه تمرة ودرهما وغيرهما لم يفطر ما لم ينفصل من التمرة ونحوها شئ ولو تنجس هذا الموضع وجب غسله ولم تصح الصلاة حتى يغسله وله حكم الباطن في أشياء (منها) أنه إذا ابتلع منه الريق لا يفطر ولا يجب غسله على الجنب والله تعالى أعلم

3. Syarah Tahrir dan Hasyiah Syarqawi Jilid 1 Hal 445 Haramain
ما يكره فى الصوم ... (وهو) .....(وذوق طعام) خوف الوصول الى خلقه
(قوله وذوق طعام) اى او غيره قال فى شرح المنهج وتقييد الاصل بذوق الطعام جرح على الغالب ...
(قوله خوف الوصول الى خلقه ) اى او تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة ان لم تكن له حاجة اما الطباح رجلا كان او امراءة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي

No comments:

Post a Comment