Wednesday, July 13, 2016

BANTAHAN ORANGTUA RASUL SAW MATI MUSYRIK

BANTAHAN ORANGTUA RASUL SAW MATI MUSYRIK

Ditulis oleh Alhabib Munzir bin Fuad Almusawa:

Dalil – dalil yang mereka kemukakan itu sefihak, namun telah muncul dalam fihak lainnya banyak teriwayatkan hal yang sebaliknya, sebagaimana dijelaskan bahwa Paman Nabi saw yang jelas – jelas menolak bersyahadat saat wafatnya.
Ketika ditanyakan pada Nabi saw :
ﻣﺎ ﺃﻏﻨﻴﺖ ﻋﻦ ﻋﻤﻚ ﻓﺈﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﺤﻮﻃﻚ ﻭﻳﻐﻀﺐ ﻟﻚ ﻗﺎﻝ ﻫﻮ ﻓﻲ ﺿﺤﻀﺎﺡ ﻣﻦ ﻧﺎﺭ ﻭﻟﻮﻻ ﺃﻧﺎ ﻟﻜﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﺭﻙ ﺍﻷﺳﻔﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ
“Apa yang kau perbuat untuk pamanmu Abu Thalib?, dahulu ia melindungimu, dan marah demi membelamu.., maka Rasul saw bersabda : “Dia di pantai api neraka, kalau bukan karena aku, niscaya ia di dasar neraka yang terdalam” (Shahih Bukhari Bab Manaqib pasal : Qisshah Abu Thalib hadits No.3594); (Shahih Muslim Bab Iman, pasal : syafaat Nabi saw Li Abi Thalib wattakhfiif hadits No. 308). (Hadits semakna pada Shahih Bukhari bab Adab pasal : Kunyah limusyrik hadits No.5740, Shahih Muslim Bab Al Hajj pasal : tahrimusshayd lilmuhrim)

Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy :
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻌﺚ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﺮﻭﺍﻳﺔ ﻓﻲ ﺷﺄﻥ ﺃﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ ﻓﻼ ﻣﻌﻨﻰ ﻟﻺﻧﻜﺎﺭ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﺮﻭﺍﻳﺔ ﻭﻭﺟﻬﻪ ﻋﻨﺪﻱ ﺍﻥ ﺍﻟﺸﻔﺎﻋﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﺍﻧﻤﺎ ﺍﻣﺘﻨﻌﺖ ﻟﻮﺟﻮﺩ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﺍﻟﺼﺎﺩﻕ ﻓﻲ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺸﻔﻊ ﻓﻴﻬﻢ ﺃﺣﺪ ﻭﻫﻮ ﻋﺎﻡ ﻓﻲ ﺣﻖ ﻛﻞ ﻛﺎﻓﺮ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﺨﺺ ﻣﻨﻪ ﻣﻦ ﺛﺒﺖ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﺑﺘﺨﺼﻴﺼﻪ ﻗﺎﻝ ﻭﺣﻤﻠﻪ ﺑﻌﺾ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺟﺰﺍﺀ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺬﺍﺏ ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻰ ﻛﻔﺮﻩ ﻭﻋﻠﻰ ﻣﻌﺎﺻﻴﻪ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻀﻊ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﺑﻌﺾ ﺟﺰﺍﺀ ﻣﻌﺎﺻﻴﻪ ﺗﻄﻴﻴﺒﺎ ﻟﻘﻠﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻊ ﻻ ﺛﻮﺍﺑﺎ ﻟﻠﻜﺎﻓﺮ ﻻﻥ ﺣﺴﻨﺎﺗﻪ ﺻﺎﺭﺕ ﺑﻤﻮﺗﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻫﺒﺎﺀ
“Berkata Imam Baihaqi didalam penjelasan riwayat masalah Abu Thalib : tiada makna pengingkaran karena telah shahih nya riwayat ini, dan bentuknya menurutku bahwa syafaat pada kafir terhalang sebagaimana sampainya kabar yang jelas dan benar, bahwa tiada yang bisa memberi syafaaat pada kafir seorangpun, namun ini adalah makna umum bagi semua kafir, dan boleh saja ada kekhususan darinya bagi siapa yang telah dikuatkan kekhususan baginya (Rasul saw),
Berkata sebagian mereka yang berpendapat bahwa balasan orang kafir daripada siksa adalah atas kekufurannya dan maksiatnya, maka boleh saja Allah mengurangkan sebagian dari siksa orang kafir, demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat, bukan karena pahala bagi orang kafir, karena pahalanya telah hapus karena kematiannya.” (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Juz 11 hal 431).
Perhatikan ucapan Imam : “demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat”, lalu bagaimana dengan ayah bunda Nabi saw…???
Bahkan Juga diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, Abu Lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, Syi’bul Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 431)
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, mimpi Pendeta Buhaira atas kebangkitan Rasul saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw, demikian pula mimpi Ibunda Rasul saw yang Allah ilhami untuk memberi beliau saw nama “Muhammad”, tentunya mustahil nama Muhammad itu datang dari bibir musyrik.
Maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya, bahkan berkata Imam Ibn Hajar dan Imam Assuyuthiy: “perlu pertimbangan untuk memungkiri itu karena telah diriwayatkan dalam Shahih Bukhari”.
Karena memang shahih Bukhari adalah kitab hadits tertinggi dan terkuat dari semua kitab hadits, dan Imam Bukhari digelari Sayyidul Muhadditsin (Raja para Ahli Hadits), gelar ini dikatakan oleh Imam Muslim yang kaget ketika melihat Imam Bukhari dapat menjawab dengan mudah permasalahan yang tak bisa dipecahkan olehnya, maka berkata Imam Muslim : “Izinkan aku mencium kedua kakimu Wahai Guru para Guru Ahli hadits, Wahai Raja para ahli hadits, Wahai Penyembuh hadits dari ilal nya..!”. (ilal adalah kesalah fahaman kesalah fahaman)
Dengan kejelasan diatas, bila Abu Thalib yang hidup di masa Nabi dapat syafaat Rasul saw hingga teringankan siksanya, dan bahkan Raja semua kafir yaitu Abu lahab bahkan mendapat keringanan siksanya karena pernah membebaskan budaknya yaitu Tsuwaibah karena gembiranya menyambut kelahiran Nabi saw.
Maka bagaimana ayah bunda Rasul saw…?, yang melahirkan Nabi saw..?, dan mereka tak sempat hidup di masa kebangkitan Risalah Nabi saw dan tak sempat kufur dan menolak ajaran Rasul saw..,
Demikian pendapat sebagian ulama bahwa ayah dan ibu Nabi saw bebas dari kemusyrikan dan neraka, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah, dan tak ada pula nash yang menjelaskan mereka menyembah berhala, diantara Ulama yang berpendapat bahwa ayah bunda Nabi bukan Musyrik adalah :
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii, Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yang mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam Attabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy, dan masih banyak lagi yang lainnya,
Satu hal yang buruk pada jiwa para wahabi, adalah mengumpat Nabi saw dengan pembahasan ini, naudzubillah dari jiwa busuk yang mengumpat Rasulullah saw, menuduh bunda Nabi Kafir musyrik, lalu bagaimana bila hal ini tak benar?, sungguh kekufuran akan balik pada mereka.
Saudaraku, beribu maaf, bila Amir tak jelas apakah ayah ibunya muslim atau kafir, lalu Zeyd menukil 100 cara untuk menjelaskan pada orang banyak bahwa ayah dan ibunya Amir adalah musyrik dan kafir, bukankah berarti Zeyd memusuhi Amir?, Bukankah ini umpatan terburuk?, bukankah jelas jelas Zeyd mengumpat Amir?, Bukankah berarti ia musuh besar Amir?
Mereka berkata : Kami Taqlid pada para Mujtahid, ketahuilah Taqlid pada para mujtahid membutuhkan sanad, bukan taqlid pada buku.
Dan pendapat yang shahih dalam madzhab Syafii bahwa ayah bunda Nabi saw selamat karena tergolong ahlul fatrah, karena tak ada bukti bahwa mereka menyembah berhala.
Mengenai hadits : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR Shahih Muslim)
Kalimat “Abiy” dalam ucapan Nabi saw diatas tak bisa diterjemahkan mutlak sebagai ayah kandung, sebagaimana firman Allah swt :
ﺃَﻡْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺷُﻬَﺪَﺍﺀَ ﺇِﺫْ ﺣَﻀَﺮَ ﻳَﻌْﻘُﻮﺏَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﺒَﻨِﻴﻪِ ﻣَﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻱ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻧَﻌْﺒُﺪُ ﺇِﻟَﻬَﻚَ ﻭَﺇِﻟَﻪَ ﺁﺑَﺎﺋِﻚَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻭَﺇِﺳْﻤَﺎﻋِﻴﻞَ ﻭَﺇِﺳْﺤَﺎﻕَ ﺇِﻟَﻬًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﻟَﻪُ ﻣُﺴْﻠِﻤُﻮﻥَ
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. Al Baqarah :133).
Jelas sudah bahwa ayah dari Ya’qub hanyalah Ishaq, sedangkan Ibrahim adalah kakeknya dan Ismail adalah paman Ya’qub, namun mereka mengatakan : “ayah ayah mu” namun bermakna : “ayahmu, kakekmu, dan pamanmu”, Karena dalam kaidah arabiyyah sering terjadi ucapan ayah adalah untuk paman, bila siksa, keringanan dan ampunan adalah urusan Allah, dan Allah meringankan Abu lahab, dan meringankan Abu Thalib yang jelas – jelas menolak bersyahadat, maka lebih – lebih ayah Bunda Nabi saw.
Berkata Al hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi dalam kitabnya Masalikul hunafaa’ fi abaway mustofa, bahwa Riwayat hadits shahih muslim itu diriwayatkan oleh Hammad, dan ia adalah Muttaham (tertuduh), dan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits lain darinya hanya ini, dan riwayat hadits itu (ayahku dan ayahmu di neraka) adalah hadits riwayat Hammad sendiri, dan Hammad diingkari sebagai orang yang lemah hafalannya, dan ia terkelompok dalam hadits hadistnya banyak diingkari, karena lemah hafalannya dan Imam Bukhari tidak menerima Hammad, dan tak mengeluarkan satu hadits pun darinya,
Dan Imam Muslim tak punya riwayat lain dari hammad kecuali dari tsabit ra dari riwayat ini, dan telah berbeda riwayat lain dari Muammar yang juga dari Tsabit ra dari Anas ra dengan tidak menyebut lafadh : “ayahku dan ayahmu di neraka”, tapi dikatakan padanya bila kau lewat di kubur orang – orang kafir fabassyirhu binnaar”, dan riwayat ini Atsbat (lebih kuat) haytsu riwayat (dari segi riwayatnya), karena Muammar jauh lebih kuat dari hammad, sungguh hammad telah dijelaskan bahwa ia lemah dalam hafalannya dan pada hadits – hadits nya banyak yang terkena pengingkaran,
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi : “ketika kabar dari aahaad bertentangan dengan Nash Alqur’an atau Ijma, maka wajib ditinggalkan dhohirnya” (Syarh Muhadzab Juz 4 hal 342)
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn hajar Al Atsqalaniy yang menyampaikan ucapan Al Kirmaniy bahwa yang menjadi ketentuannya adalah Kabar Aaahaad adalah hanya pada amal perbuatan, bukan pada I’tiqadiyyah (Fathul baari Almasyhur Juz 13 hal 231)
Berkata Al hafidh Al Imam Assuyuthiy bahwa hadits shahih bila diajukan pada hadits lain yang lebih kuat maka wajib penakwilannya dan dimajukanlah darinya dalil yang lebih kuat sebagaimana hal itu merupakan ketetapan dalam Ushul (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 66),
Berkata Imam Al Hafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy bahwa hadits riwayat Muslim abii wa abaaka finnaar (ayahku dan ayahmu di neraka), dan tidak diizinkannya Nabi saw untuk beristighfar bagi ibunya telah MANSUKH dg firman Allah swt : “Dan kami tak akan menyiksa suatu kaum sebelum kami membangkitkan Rasul” (QS. Al-Isra : 15), rujuk (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 68) dan (Addarajul Muniifah fii abaai Musthifa hal 5 yang juga oleh beliau).
Dikeluarkan oleh Ibn Majah dari Ibrahim bin Sa’ad dari Zuhri dari Salim dari ayahnya yang berkata : “datanglah seorang dusun kepada Nabi saw (ya rasulullah inna abi kaana yasilul rraha wa kaana wa kaana..fa aina huwa?, qaala finnaar qaala : fa kaannahu wajada mindzalik faqaala: ya rasulullah fa aina abuuk?, faqaala saw haistu mararta fi qabr kafir fa bassyirhu binnaar, fa aslama a’rabiy ba’d faqaala law qad kallafani rasulullah saw taba’an, ma marartu bi qabr kafir illa bassyartuhu binnar)
Maka jelaslah bahwa Imam Muslim dan Imam Nawawi mengambil riwayat ini bukan bermaksud menuduh ayah kandung Nabi saw kafir, namun sebagai penjelas bahwa paman – paman Nabi saw ada banyak yang dalam kekufuran, karena menolak risalah Nabi saw, termasuk Abu Lahab.
Bahkan Abu Thalib pun dalam riwayat shahih Bukhari bahwa ia di Neraka,
Berkata Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy :
Dikatakan oleh Al Qadhiy Abubakar Al A’raabiy bahwa orang yang mengatakan ayah bunda nabi di neraka, mereka di Laknat Allah swt, karena Allah swt telah berfirman : “Sungguh mereka yang menyakiti dan mengganggu Allah dan Nabi Nya mereka dliaknat Allah di dunia dan akhirat, dan dijanjikan mereka azab yang menghinakan” (QS Al Ahzab 57) maka berkata Qadhiy Abubakar tiadalah hal yang lebih menyakiti Nabi saw ketika dikatakan ayahnya di neraka, dan sungguh telah bersabda Nabi saw : “Janganlah kalian menyakiti yang hidup karena sebab yang telah wafat”.(Masalikul hunafa’ hal 75 li imam suyuti)
Adakah satu ucapan Imam Nawawi yang mengatakan bahwa Abdullah bin Abdul Muttalib dan Aminah adalah musyrik penyembah berhala? Tidak ada.
Bahkan Nabi saw sendiri menjelaskan bahwa bahwa ayah – ayahnya adalah suci, sebagaimana sabda beliau saw :
ﺃﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ ﺑﻦ ﻫﺎﺷﻢ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﻣﻨﺎﻑ ﺑﻦ ﻗﺼﻲ ﺑﻦ ﻛﻼﺏ ﺑﻦ ﻣﺮﺓ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻟﺆﻱ ﺑﻦ ﻏﺎﻟﺐ ﺑﻦ ﻓﻬﺮ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺑﻦ ﺍﻟﻨﻀﺮ ﺑﻦ ﻛﻨﺎﻧﺔ ﺑﻦ ﺧﺰﻳﻤﺔ ﺑﻦ ﻣﺪﺭﻛﺔ ﺑﻦ ﺇﻟﻴﺎﺱ ﺑﻦ ﻣﻀﺮ ﺑﻦ ﻧﺰﺍﺭ ﻭﻣﺎ ﺍﻓﺘﺮﻕ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﺮﻗﺘﻴﻦ ﺇﻻ ﺟﻌﻠﻨﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺧﻴﺮﻫﻤﺎ ﻓﺄﺧﺮﺟﺖ ﻣﻦ ﺑﻴﻦ ﺃﺑﻮﻱ ﻓﻠﻢ ﻳﺼﺒﻨﻲ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺳﻨﻦ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ ﻭﺧﺮﺟﺖ ﻣﻦ ﻧﻜﺎﺡ ﻭﻟﻢ ﺃﺧﺮﺝ ﻣﻦ ﺳﻔﺎﺡ ﻣﻦ ﻟﺪﻥ ﺁﺩﻡ ﺣﺘﻰ ﺍﻧﺘﻬﻴﺖ ﺇﻟﻰ ﺃﺑﻲ ﻭﺃﻣﻲ ﺍ ﻓﺄﻧﺎ ﺧﻴﺮﻛﻢ ﻧﺴﺒﺎ ﻭﺧﻴﺮﻛﻢ ﺃﺏ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻓﻲ ﺩﻻﺋﻞ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ
“Aku Muhammad bin Abdillah bin Abdulmuttalib, bin Hasyim, bin Abdumanaf, bin Qushay, bin Kilaab, bin Murrah, bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizaar, tiadalah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali aku berada diantara yang terbaik dari keduanya, maka aku lahir dari ayah ibuku dan tidaklah aku terkenai oleh ajaran jahiliyah, dan aku terlahirkan dari nikah (yang sah), tidaklah aku dilahirkan dari orang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku, maka aku adalah pemilik nasab yang terbaik diantara kalian, dan sebaik baik ayah nasab”. (dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam dalail Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya Juz 2 hal 404. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Attabari dalam tafsirnya Juz 11 hal 76.
Juga sabda Nabi saw : “Aku Nabi yang tak berdusta, aku adalah putra Abdul Muttalib” (Shahih Bukhari hadits No.2709, 2719, 2772, Shahih Muslim hadits No. 1776) bahkan hadits ini dirwayatkan pula oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim,
Bila Abdulmuttalib kafir, maka adakah nabi akan membanggakan kakeknya yang kafir dalam peperangan..? Dan Anda lihat pula dalam hadits ini ayah bermakna kakek. Beliau tidak berkata bahwa beliau putera Abdullah, tetapi beliau berkata, ”Aku adalah putra Abdul Muttalib”
Tentunya mengenai hal ini telah jelas, bahkan Paman nabi saw pun disyafaati oleh Rasul saw, demikian pula Abu Lahab sebagaimana riwayat Shahih Bukhari. Dan makna ayah dalam hadits itu adalah paman,
Demikian pula ucapan Nabi saw kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ra di peperangan Uhud
ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻲٍّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺟَﻤَﻊَ ﺃَﺑَﻮَﻳْﻪِ ﻟِﺄَﺣَﺪٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﺴَﻌْﺪِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﺳَﻤِﻌْﺘُﻪُ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻳَﻮْﻡَ ﺃُﺣُﺪٍ ﻳَﺎ ﺳَﻌْﺪُ ﺍﺭْﻡِ ﻓِﺪَﺍﻙَ ﺃَﺑِﻲ ﻭَﺃُﻣِّﻲ
Dari Ali kw, tiada pernah keudengar Nabi saw mengumplkan ayah bundanya untuk seseorang kecuali pada Sa;ad bin malik ra, dan sungguh aku mendengar beliau saw bersabda di hari Uhud : Panahlah wahai Sa’ad..!, jaminanmu ayah ibuku! (Shahih Bukhari hadits no.3753 Bab Maghaziy) “Rasul saw mengumpulkan aku dg nama ayah ibunya dihari uhud ..!” (Shahih Bukhari hadits no.3750 Bab Maghaziy)
Riwayat yang sama pada Shahih Bukhari Bab Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqash
Jelas sudah, mustahil Rasul saw menjadikan dua orang musyrik untuk disatukan dengan Sa’ad bin Abi Waqqash ra, dan mustahil pula Sa’ad ra berbangga – bangga namanya digandengkan dengan dua orang musyrik.
Demikian kita lihat bagaimana saat saat kelahiran Nabi saw.. :
Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang – bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang – benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang – benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi. Inikah wanita Musyrik..?, Kafir…?
Sabda Nabi saw : “Bila berkata seseorang kepada saudaranya wahai kafir, maka akan terkena pada salah satu dari mereka” (Shahih Bukhari hadits No.5754)
Maka kiranya siapa yang berani mengambil resiko menjadi kafir, silahkanlah ia menuduh ayah bunda Nabi saw sebagai kafir.
Dan pembahasan ini saya tutup bagi yang membantah namun tak bisa menyebutkan sanadnya kepada para Muhaddits, karena mereka yang tak memiliki sanad kepada Imam Imam itu maka hujjahnya Maqtu’, sanadnya terputus, dan fatwanya tidak diakui dalam syariah islam, maka ketika dua pendapat berselisih, yang lebih tsiqah dan Kuat adalah yang mempunyai sanad kepada Imam-Imam tersebut. Wallahu a’lam

No comments:

Post a Comment