Suatu
hari ketika Syech Maula keluar rumah hendak ke Masjid, dan banyak orang
yang mengikutinya, ada yang bertanya dan ada yang sekedar uluk salam,
tiba-tiba Habib tadi yang sedang dalam keadaan mabuk menghadang
jalannya, maka para pengikutnya itu pun mencoba mengusir Sang Habib dan
menyingkirkannya dari jalan, karena kalah perkasa mereka justru yang
terpental, lalu Habib itu meraih pakaian Syech yang maula tadi seraya
berkata :
“Hei orang yang hitam dari kuku hingga bibir, hei orang kafir putra orang kafir, aku ini cucu Rasulullah, tapi aku dicela engkau diagungkan, aku dicerca engkau dimuliakan, dan aku dihina engkau diberi pertolongan.”
Mendengar kata-kata itu pengikut Maula pun mau memukuli Sang Habib, untung Syech itu menahan mereka :
“Jangan!, Saya maafkan, demi menghormati kakeknya, ‘Ali ra., Akan tetapi (perlu engkau tahu) Wahai Syarif, aku putihkah hatiku tapi engkau hitamkan hatimu, sehingga orang-orang pun melihat putih hatiku tanpa peduli hitam wajahku. Aku teladani ayahmu dan engkau teladani ayahku, sehingga orang-orang pun melihatku seperti melihat ayahmu yang shaleh dan mereka melihatmu seperti melihat ayahku yang kafir, mereka menyangka aku putra ayahmu dan menyangka engkau putra ayahku, maka mereka pun memperlakukanmu seperti memperlakukan ayahku dan mereka memperlakukanku seperti memperlakukan ayahmu!”
====================
Kisah ini saya screenshoot dari kitab/buku Az Zanzanah hal. 233, karya Salman Al 'Audah, dan kisah ini juga dituturkan Imam Ar Razi dalam Tafsirnya, tepatnya tafsir Surat Al Hujurat ayat 13.
Karena situasi yang sedang hangat saat ini seolah ada Habib yang tegas tapi dicitrakan radikal, maka saya perlu menjelaskan angel yang tepat bagi kita ketika melihat kisah di atas.
Lihatlah perbedaan sikap antara dua orang di atas, antara sikap seorang ulama dan sikap orang-orang bodoh dalam menyikapi kesalahan seorang Habib. Seorang ulama akan tetap memuliakan dan mentolerir jika itu menyangkut hak pribadinya sembari menasehati dengan lembut.
Bandingkan dengan sikap orang-orang bodoh di atas, demi memuliakan idolanya, mereka lupa bahwa yang dihadapinya adalah seorang cucu dari manusia termulia yang berkat dia mereka mendapat hidayah, Nabi Muhammad saw.
Perlu disadari juga bahwa situasi yang hangat saat ini tidak hitam putih seperti kisah diatas, maka sangat disayangkan, terlebih jika dilakukan seorang yang mengaku santri, ikut-ikutan berkomentar dengan nada merendahkan seorang Habib, ikut-ikutan memplesetkan namanya, dan sikap-sikap tidak beradab lainnya. Lebih tragis lagi jika itu hanya demi membela idolanya yang kafir.
Sekian
Salam Damai Indonesiaku
“Hei orang yang hitam dari kuku hingga bibir, hei orang kafir putra orang kafir, aku ini cucu Rasulullah, tapi aku dicela engkau diagungkan, aku dicerca engkau dimuliakan, dan aku dihina engkau diberi pertolongan.”
Mendengar kata-kata itu pengikut Maula pun mau memukuli Sang Habib, untung Syech itu menahan mereka :
“Jangan!, Saya maafkan, demi menghormati kakeknya, ‘Ali ra., Akan tetapi (perlu engkau tahu) Wahai Syarif, aku putihkah hatiku tapi engkau hitamkan hatimu, sehingga orang-orang pun melihat putih hatiku tanpa peduli hitam wajahku. Aku teladani ayahmu dan engkau teladani ayahku, sehingga orang-orang pun melihatku seperti melihat ayahmu yang shaleh dan mereka melihatmu seperti melihat ayahku yang kafir, mereka menyangka aku putra ayahmu dan menyangka engkau putra ayahku, maka mereka pun memperlakukanmu seperti memperlakukan ayahku dan mereka memperlakukanku seperti memperlakukan ayahmu!”
====================
Kisah ini saya screenshoot dari kitab/buku Az Zanzanah hal. 233, karya Salman Al 'Audah, dan kisah ini juga dituturkan Imam Ar Razi dalam Tafsirnya, tepatnya tafsir Surat Al Hujurat ayat 13.
Karena situasi yang sedang hangat saat ini seolah ada Habib yang tegas tapi dicitrakan radikal, maka saya perlu menjelaskan angel yang tepat bagi kita ketika melihat kisah di atas.
Lihatlah perbedaan sikap antara dua orang di atas, antara sikap seorang ulama dan sikap orang-orang bodoh dalam menyikapi kesalahan seorang Habib. Seorang ulama akan tetap memuliakan dan mentolerir jika itu menyangkut hak pribadinya sembari menasehati dengan lembut.
Bandingkan dengan sikap orang-orang bodoh di atas, demi memuliakan idolanya, mereka lupa bahwa yang dihadapinya adalah seorang cucu dari manusia termulia yang berkat dia mereka mendapat hidayah, Nabi Muhammad saw.
Perlu disadari juga bahwa situasi yang hangat saat ini tidak hitam putih seperti kisah diatas, maka sangat disayangkan, terlebih jika dilakukan seorang yang mengaku santri, ikut-ikutan berkomentar dengan nada merendahkan seorang Habib, ikut-ikutan memplesetkan namanya, dan sikap-sikap tidak beradab lainnya. Lebih tragis lagi jika itu hanya demi membela idolanya yang kafir.
Sekian
Salam Damai Indonesiaku
No comments:
Post a Comment