Thursday, July 28, 2016

Jalur Silsilah Riwayat Kitab-Kitab Madzhab Syafi'iyyah




Jalur Silsilah Riwayat Kitab-Kitab Madzhab Syafi'iyyah:

Kitab Fiqih dalam Mazhab Syafi’i Rhl. Yang dikarang oleh Ulama’-ulama’ Syafi’i dari abad keabad adalah mewarisi pusaka ilmu, kitab-kitab tersebut dikarang oleh sahabat-sahabat Imam Syafi’i Rhl. (Ulama’-ulama’ pengikut Syafi’i) sudah demikian banyaknya. Hampir setiap ulama’ itu mengarang kitab Fikih syafi’i untuk dijadikan pusaka bagi murid-muridnya dan bagi pencinta-pencintanya sampai akhir zaman. Tidak terhintung lagi banyaknya kerana di antaranya ada yang tidak sampai ke tangan kita, tidak pernah kita melihat dan bahkan kadang-kadang ada yang tidak pernah didengari mengenai kitab-kitab dari segi nama kitabnya, pengarangnya, bahkan tidak mengetahui langsung tentang hal kitab dan para ulama’ bagi penuntut ilmu islam. Fenomena ini perlu kita sedari bahwa, hal demikian perlu diambil tahu dan peka bagi setiap penuntut ilmu dari siapa kitab menuntut ilmu, dan dari mana kitab mengambil rujukan hukumnya. Kerana dikhuatiri tiada panduan di dalam menetapkan hukum islam. Menjadi tanggungjawab kita mengetahui hal demikian moga-moga jelas hukumnya, dan benar pengambilannya.
Untuk diketahui lebih mendalam di bawah ini kami sediakan sebuah gambar rajah yang dapat mengambarkan situasi yang telah berlangsung dalam memperjelas, memperinci dan meringkaskan kitab-kitab Syafi’iyyah dari dulu sampai sekarang.
Keterangan :
1. Kitab-kitab Imam Syafi’i. “Al-Imla” dan “al-Hujjah” adalah kitab-kitab Qaul qadim yang digunakan lagi, kerana semua isinya sudah termasuk dalam kitab-kitab Qaul Jadid.
2. Kitab-kitab Imam Syafi’i yang diguna sebagai kitab induk adalah kitab Umm, Mukhtasar, Buwaiti dll.
3. Imam haramain mengikhtisarkan (memendekkan) kitab-kitab Imam syafi’i dengan kitabnya yang bernama “An-Nihayah.
4. Imam Ghazali memendekkan juga kitab-kitab Imam Syafi’i dengan kitab-kitabnya yang bernama Al-Basith, Al-wasith, Al-Wajiz.
5. Imam Ghazali juga mengikhtisarkan lagi dengan kitabnya yang bernama Al-Khulasoh.
6. Imam Rafi’i mensyarahkan kitab Imam Ghazali Al-Wajiz dengan kitabnya yang bernama Al-‘Aziz.
7. Dan Imam Rafi’i juga memendekkan kitab Imam Ghazali Al-Khulasoh dengan kitabnya yang bernama Al-Muharrar.
8. Imam Nawawi memendekkan dan menambah di sana sini kitab Al-Muharrar itu dengan kitabnya yang bernama MINHAJUT THALIBIN (Minhaj).
9. Kitab Imam Nawawi, Minhaj disyarahkan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami dengan kitabnya Tuhfa, oleh Imam Ramli dengan kitabnya An Nihayah, oleh Imam Zakaria al-Anshori dengan kitabnya yang bernama Minhaj jug, oleh Imam Khatib Syarbaini dengan Mughni al-Muntaj.(Kitab-kitab tersebut dalam nombor 8 dan 9 ini banyak beredar di pasentren).
10. Dan Imam Rafi’i pernah mensyarah kitab karangan Imam Ghazali Al-Wajiz dengan kitabnya yang bernama Al-‘Ajiz.
11. Imam Nawawi pernah memendekkan kitab Imam Rafi’i denagn kitabnya yang bernama Ar-Raudhah.
12. Imam Quzwaini pernah memendekkan kitab Al-‘Ajiz dengan kitabnya yang bernama Al-Hawi.
13. Kitab Al-Hawi pernah diikhtisarkan oleh Ibnul Muqri dengan kitabnya yang bernama Al-Irsyad dan kitab al-Irsyad ini disyarah oleh Ibnu Hajar al-Haitami dengan kitabnya yang bernama Fathul Jawad dan juga dengan kitabnya yang bernama Al-Imdad.
14. Kitab Imam Nawawi bernama Ar-Raudhah pernah diiktisarkan oleh Imam Ibnu Muqri dengan nama Ar-Roudh dan oleh Imam mazjad dengan Al-Ubab.
15. Kitab Ibnul Muqri Al-Irsyad pernah disayarah oleh Imam Ibnu Hajar dengan kitabnya yang bernama Al-Imdad, dan dengan kitabnya bernama Fathul Jawad.
16. Kitab Ar-Roudh dari Ibnul Muqri pernah disyarah oleh Imam Zakaria Al-Anshori dengan nama Asnal Mathalib.
17. Imam Zakaria al-Anshori pernah mensyarah kitabnya yang bernama Al-Minhaj dengan kitabnya yang bernama Fathul Wahab.
Demikianlah keterangan ringkas dari jalur kitab-kitab dalam Mazhab Syafi’i yang sangat teratur rapi, yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. (ibaratnya daripada penulis, ia bagaikan sebuah keluarga dari jalur keturunan).
Kemudian banyak lagi kitab-kitab fikih Syafi’i yang dikarang oleh Ulama’ mutaakhirin yang tidak tersebut dalam jalur ini kerana terlalu banyak, seperti kitab-kitab Al-Mahalli karangan Imam Jalaluddin al-Mahalli, Kitab Fathul Mu’in karangan al-Malibari, Kitab I’anahtut Thalibin karangan Said Abu Bakar Syatha dan lain-lain yang banyak sekali.
Dengan perantaraan kitab-kitab ini kita sudah dapat memahami dan mengamalkan fatwa fiqih dalam Mazhab Syafi’i secara teratur dan secara rapid an terperinci, yang kesimpulannya sudah dapat mengamalkan syari’at dan ibadah Islam dengan sebaik-baiknya.
Sumber Rujukan:
- Kiai.Haji. (K.H.) Siradjuddin Abbas, Sejarah & Keagungan Mazhab Syafi’i, Pustaka Tarbiyah baru, Jakarta,2007.

40 SIFAT DAN KARAKTER LEBAH






40 SIFAT DAN KARAKTER LEBAH

Syeikh Abu Tholib Al-Maki (mualif kitab Quutil Quluub) menerangkan ada 40 sifat dan karakter lebah yang seyogyanya ditiru oleh setiap pribadi muslim.
Sifat dan Karakter lebah yang harus dimiliki setiap mukmin
1. Seandainya semua jenis hewan terbang lainnya berkumpul, lalu mereka bahu-membahu melakukan satu pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh lebah, mereka tidak akan sanggup melakukannya. Demikian juga seandainya seluruh manusia non-mukmin bersatu untuk melakukan satu amal yang sepadan dalam kualitas, kadar, dan nilai dengan amal seorang mukmin, niscaya mereka tidak akan sanggup melakukannya.
2. Lebah waspada akan gangguan dan penganiayaan burung, sedangkan ia sendiri tidak pernah mengganggu mereka. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Meskipun orang-orang mengganggu, menghina, dan menzaliminya, seorang mukmin tidak mau membalas kejahatan mereka.
3. Lebah dianggap kecil dan hina oleh semua jenis burung, tetapi sekiranya mereka tahu apa yang ada di dalam perut lebah dan mencicipinya, niscaya mereka akan memuliakan dan menghormatinya. Demikian juga seorang mukmin. Orang-orang bodoh menganggapnya kecil, rendah, dan hina. Andaikan mereka tahu apa yang ada di dalam hati seorang mukmin berupa keindahan iman, ketulusan, rahasia-rahasia Tuhan, dan sebagainya, pastilah mereka rela menjadi tanah tempat kakinya berpijak atau mengangkatnya di atas kepala mereka.
4. Semua jenis burung hidup untuk diri mereka sendiri, mencari makan dan kebutuhan lainnya hanya untuk diri masing-masing. Lain halnya dengan lebah. Ia hidup untuk sesamanya dan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan rajanya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Di saat semua orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesenangannya sendiri, ia hidup di dunia ini untuk Allah Swt.. Hidupnya ia pergunakan untuk melakukan ketaatan kepada-Nya serta bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan orang lain.
5. Kala malam tiba, semua burung masuk ke sarang masing-masing untuk beristirahat dan tidur. Mereka berhenti bekerja. Lain halnya dengan lebah. Ia lebih banyak bekerja di malam hari ketimbang di siang hari. Demikian juga seorang mukmin. Di waktu malam, saat orang-orang mengurung diri di rumah masing-masing, beristirahat dan tidur, seorang mukmin bangkit melangkahkan kaki mengambil air wudu, salat, lalu bermunajat kepada Tuhan seraya menyerahkan seluruh hidupnya dan mengadukan segala persoalan kepada-Nya.
6. Allah Swt. mengharamkan membunuh dan mengganggu lebah, tetapi menghalalkan manfaat yang dihasilkannya. Begitu pula seorang mukmin. Allah Swt. mengharamkan membunuhnya dan melarang mengganggu harga diri, harta, dan keluarganya, tetapi menghalalkan kebaikan dan manfaat yang diberikannya bagi siapa saja yang berhak menerima.
7. Lebah bekerja secara sembunyi-sembunyi. Orang hanya melihat dan menikmati hasilnya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Dengan ikhlas ia menyembunyikan amalnya dari penglihatan orang. Mereka baru melihat hasilnya nanti pada hari semua amal ditampakkan, yakni pada Hari Kiamat.
8. Lebah hanya mengambil apa yang ia butuhkan saja dari sesuatu tanpa merusak sesuatu itu. Begitu juga seorang mukmin. Ia hanya mengambil dari dunia ini apa yang benar-benar diperlukannya saja, yang dapat membawa kebaikan bagi diri, agama, dan hatinya. Apa yang ia ambil dijadikannya bekal untuk akhirat tanpa merusak atau menimbulkan kerugian pada sumber asalnya, dan tidak berlebihan.
9. Lebah tidak mau keluar dari sarang untuk memenuhi keperluannya pada hari yang berawan, ketika hujan, saat ada angin kencang, atau tatkala ada petir. Dalam keadaan seperti itu, ia tetap bertahan di sarang sampai keadaan benar-benar normal. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ia selalu berhati-hati dan pandai menahan diri ketika kezaliman merajalela, keharaman tersebar di mana-mana, kekacauan mendominasi suasana, dan keadaan carut-marut. Dalam keadaan yang tidak kondusif seperti itu, ia memilih tinggal di rumah serta menahan mulut dan tangannya, seraya menunggu apa yang akan Allah Swt. lakukan atas keadaan yang tengah berlangsung.
10. Lebah selalu menjauhi benda-benda yang kotor dan tidak mau hinggap di tempat-tempat yang kotor. Begitu pula seorang mukmin. Ia senantiasa menjaga kesucian diri dari maksiat dan hal-hal yang diharamkan. Ia selalu menjauhi segala sesuatu yang buruk, kotor, dan keji.
11. Ada sepuluh hal yang dapat menghancurkan dan merusak tatanan kehidupan lebah sehingga aktivitasnya terhenti, yaitu: asap, dingin, panas, awan, api, air, angin, gelap, lumpur, serta gangguan dan serangan dari sesama lebah atau musuh dari luar. Demikian juga seorang mukmin. Ada sepuluh hal yang dapat merobek keutuhan hatinya, merusak agamanya, dan menghentikan amalnya. Kabut kekerasan dan kelalaian hati, dinginnya rayuan dosa dan maksiat yang menusuk, panasnya hawa nafsu yang membakar, awan keraguan, api kemusyrikan, topan cinta dunia, gelapnya kebodohan, angin cobaan dan fitnah, bau busuknya keharaman, lumpur kebejatan, kezaliman dan kemungkaran, gangguan dari sesama manusia yang secara lahir berbaju iman tetapi hakikatnya penganut bidah dan pengidap kemunafikan, serta gangguan dari musuh, yaitu orang kafir. Kita memohon perlindungan kepada Allah Swt. dari segala ancaman membahayakan ini.
12. Lebah tidak mau berbaur dengan hewan lain yang tidak sejenis meskipun memiliki beberapa sifat yang mirip. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ia tidak mau berbaur dan bergaul akrab dengan orang yang tidak memiliki sifat yang sama walaupun nama dan bentuk mempunyai kemiripan.
13. Dari perut lebah keluar lebih dari satu cairan yang berbeda-beda warna. Setiap cairan mempunyai manfaat tersendiri yang mengagumkan. Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Dari hatinya keluar banyak ‘cairan’ yang beragam warna dan manfaatnya. Apa keluar dari hatinya itu mengalir lewat mulutnya berupa ilmu, hikmah, kata-kata bijak, isyarat, kecerdasan, cinta dan kasih sayang, kejujuran, nasihat, dan sebagainya.
14. Lebah mengeluarkan kotorannya lewat dubur, sedangkan madu dikeluarkannya lewat mulut. Begitu pula seorang mukmin. Syahadat tauhid, beragam ilmu, bacaan Alquran, zikir, kata-kata yang baik, serta amar-makruf dan nahi-mungkar dikeluarkannya dari mulut dengan pengucapan lidahnya. Adapun kotoran dan hadas dikeluarkannya lewat kubul atau dubur.
15. Lebah memakan yang baik, mengeluarkan yang baik, serta memberi kepada yang lain makanan yang lezat dan baik. Demikian juga seorang mukmin. Makanan yang dikonsumsinya baik dan ilmu yang diberikannya juga baik.
16. Lebah, bila hinggap di ranting atau dahan pohon, tidak mematahkannya. Bila meneguk sedikit air sesuai kebutuhannya, lebah tidak menyebabkan air yang ditinggalkan menjadi keruh. Bila mengisap sari bunga, lebah tidak merusak bagian bunga lainnya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Ia berinteraksi dengan sesama manusia dalam banyak hal dengan penuh perhitungan, keadilan, kasih sayang, dan nasihat. Ia bergaul sekadar untuk tahu tanpa menyakiti atau menganiaya serta memisahkan diri untuk menjaga keselamatan dan kesucian.
17. Jika ada orang yang coba mengusik lebah, menggangu ketenangan dan kehidupannya dengan mempermainkan atau merusak sarangnya, lebah pasti tidak akan tinggal diam. Ia pasti akan menyengat orang usil itu. Sebaliknya, jika seseorang berdamai dengan lebah, tidak mengusik ketenangannya, dan tidak mengganggu kehidupannya, maka lebah pun tidak akan berbuat apa-apa terhadapnya. Seperti itu pula watak, perilaku, dan sikap seorang mukmin. Terhadap orang yang meredam kemungkaran, tidak menunjukkan kemunafikan, dan tidak mempertontonkan kejahatan, ia tidak akan memata-matai atau menelisik jejaknya. Terhadap orang yang sebaliknya, ia akan mengingatkan dengan lisan dan mencegah dengan tangan (kekuasaan).
18. Lebah, kita lihat, selalu terbang di taman-taman bunga dan mengitari tempat-tempat yang wangi di pinggir-pinggir sungai atau di warung-warung yang menjual makanan manis. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Engkau akan melihatnya selalu berada di majelis-majelis ilmu dan zikir serta di rumah para ulama, ahli hikmah, dan ahli makrifat yang berzuhud.
19. Lebah, bila hinggap di atas sekuntum bunga, tidak akan beranjak sebelum benar-benar kenyang mengisap sari bunga. Ia lebih memilih mati di taman bunga daripada pulang sebelum memperoleh apa yang dicarinya. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ketika mereguk manisnya takarub dengan Tuhan dan bertemu dengan seorang ahli hikmah, ulama yang memberinya nasihat agama, atau ahli makrifat yang menceritakan pengalaman rohani, ia akan merasa betah bersama mereka. Ketika melakukan amal saleh pun, ia enggan berhenti sampai kematian menghentikannya.
20. Di musim semi dan musim panas lebah memindahkan cadangan makanannya dari luar ke dalam sarang hingga penuh, sedangkan ia sendiri tinggal di luar sarang. Di musim dingin, ia masuk ke sarangnya dan berdiam di dalamnya sambil menata kembali tata ruang sarang. Demikian pula seorang mukmin. Di musim semi dan musim panas ia bekerja untuk memenuhi keperluan pangannya dan kebutuhan keluarganya yang bersifat primer. Begitu masuk musim dingin, ia segera mendatangi majelis-majelis ilmu dan zikir, mengunjungi para ahli ilmu dan ahli hikmah, beriktikaf di masjid, serta giat beribadah, mengevaluasi diri, dan menata kembali amal-amalnya.
21. Lebah makan dari hasil kerja kerasnya sendiri dan memberi yang lain dari jerih payahnya sendiri. Ia tidak pernah mengganggu milik hewan lain, bahkan matanya tidak pernah melirik sesuatu yang bukan miliknya. Seperti itu jugalah seorang mukmin. Ia makan dari usahanya sendiri, memberi orang lain dari hasil kerjanya sendiri, dan tidak pernah meminta-minta kepada orang lain betapapun butuhnya.
22. Ketika di dalam sarangnya tidak ada sesuatu yang bisa dimakan, lebah tidak akan masuk ke sarang lebah yang lain untuk mencari makanan. Jika di dalam sarangnya ada sesuatu yang bisa dimakan, ia makan. Jika tidak, ia pun menahan lapar. Demikian pula seorang mukmin. Betapapun ia membutuhkan bahan makanan, ia tidak akan mendatangi rumah orang untuk meminta-minta. Ia tidak akan berani mengambil milik orang lain dengan cara paksa atau lewat kekerasan, betapapun sulitnya ia mendapatkan bahan pangan. Jika ada orang yang memberi dengan suka rela, tanpa unsur pemaksaan, barulah ia menerima. Jika tidak, ia pun menahan lapar.
23. Lebah tidak bekerja berdasarkan pendapat sendiri atau menurut keinginan pribadi, melainkan berdasarkan petunjuk sang pemimpin. Ia hanya mengikuti apa yang telah digariskan oleh sang raja dan tidak keluar dari aturannya. Demikian juga seorang mukmin. Ia tidak beramal berdasarkan nalarnya sendiri atau menurut selera pribadinya, melainkan mengikuti imam dan ulama tepercaya.
24. Lebah tidak akan melaksanakan pekerjaannya sebelum menutup pintu sarangnya. Selagi masih ada celah, lubang, atau kebocoran dalam dinding sarangnya, ia terlebih dahulu memperbaikinya sebelum menggarap pekerjaannya. Begitu jugalah seorang mukmin. Ia tidak merasakan manisnya ibadah dan giatnya amal kecuali dalam kondisi tertutup ketika tidak ada yang melihatnya kecuali Allah Swt. atau, paling-paling, anggota keluarganya. Amal yang dilihat oleh anggota keluarga ketika berada di rumah atau oleh teman ketika berada dalam perjalanan, tidak mengurangi nilai ikhlas.
25. Lebah tidak memerlukan banyak barang dunia. Yang diperlukannya hanyalah air, bunga, dan tempat-tempat yang mengeluarkan aroma wewangian. Begitu pula halnya dengan seorang mukmin. Di dunia ini, yang dibutuhkannya hanyalah ilmu yang bermanfaat, zikir kepada Allah Swt., dan amal saleh. Itulah yang menjadi kesibukannya. Ia mengonsentrasikan diri, berjuang, dan mati di dalamnya.
26. Ukuran tubuh lebah kecil dan bentuknya tidak menarik—untuk tidak mengatakan hina, tetapi hasil karyanya berbobot, berkualitas tinggi, beharga mahal, berasa enak, dan merupakan makanan/minuman yang paling manis. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ukuran tubuhnya mungkin kecil serta banyak orang menghina dan meremehkan penampilannya, namun kualitas, nilai, dan amalnya amat berbobot dan sungguh mulia.
27. Lebah mempunyai tiga keadaan, yaitu: terbang dengan sayap, bergerak dan bekerja dengan tubuh, dan diam beristirahat. Demikian pula seorang mukmin. Ia mempunyai tiga keadaan. Pertama keadaan ketika terbang dengan hatinya, melintasi alam malakut dan dunia metafisik, serta meresapi makna-makna ilmu. Kedua keadaan ketika beribadah, mengabdi, dan beramal dengan anggota badan. Ketiga keadaan ketika berhenti dari dua keadaan sebelumnya. Dalam keadaan ketiga ini, ia beristirahat dengan melakukan apa yang dihalalkan oleh Allah Swt., seperti makan, minum, dan bercengkerama dengan anggota keluarga.
28. Lebah akan mati-matian mengejar orang yang mengambil barang miliknya, ke mana pun orang itu lari. Ia pasti akan mencegah tangan orang yang hendak mengambil harta miliknya berupa sarang dan madu. Ia tidak akan pernah menyerahkan harta miliknya begitu saja kepada siapa pun, kecuali terpaksa. Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Demi menjaga kehormatan diri, agama, keutuhan amal, dan keluarganya, ia rela mengorbankan jiwa dan hartanya.
29. Semua jenis burung menjadi najis begitu mereka mati dan tempat mereka mati juga menjadi najis. Lain halnya dengan lebah. Selagi hidup dan sesudah mati, ia tetap suci. Begitu pula seorang mukmin. Semasa hidup dan setelah matinya, ia tetap suci.
30. Makanan yang paling menggugah selera dan paling manis di dunia ini adalah madu yang dihasilkan oleh lebah. Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Ia menghasilkan manisan yang paling manis dan paling mengundang selera, yaitu makrifat, iman yang murni, ilmu yang bermanfaat, dan cinta yang suci.
31. Lebah, bila diterjang angin kencang hingga terlempar ke permukaan air, ke tanah berlumpur, atau ke tengah-tengah duri, ia masih bisa berjuang untuk bangkit dan akhirnya selamat lalu terbang lagi. Tetapi, apabila terlempar ke dalam api atau ke tengah-tengah asap, ia tidak akan selamat dan akhirnya binasa. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Karena satu dan lain hal, mungkin ia terhempas ke dalam lumpur dosa dan maksiat. Hampir dapat dipastikan, ia bisa bangkit kembali dan keluar dari lumpur itu. Namun, jika ia terjerumus ke dalam kekufuran dan bidah, ia pasti akan binasa di dalamnya. Tidak ada harapan untuk bisa selamat.
32. Semua burung dapat dipikat dengan biji-bijian yang disimpan di dalam perangkap, sedangkan lebah tidak bisa dipancing dengan apa pun selain dengan apa yang dihasilkannya, yakni madu. Begitu terperangkap dalam madu, ia mati di dalamnya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Ia tidak bisa dipancing dengan benda atau rayuan duniawi. Ia hanya akan terpancing oleh Allah Swt. atau dengan apa yang dimiliki-Nya, seperti kebenaran, ilmu, dan hikmah.
33. Setiap kelompok lebah mempunyai seekor pemimpin. Selama sang pemimpin berada di tengah-tengah mereka, musuh tidak akan berani mengusik dan tidak akan coba-coba mengambil milik mereka. Apabila sang raja mati atau pergi meninggalkan mereka, mereka pun kocar-kacir berhamburan dan akhirnya satu persatu binasa. Demikian juga kaum mukmin. Selama para ulama dan imam berada di tengah-tengah mereka, musuh tidak akan berani mengusik mereka dan setan tidak akan berani mengganggu mereka. Jika tidak ada seorang pun ulama dan imam di antara mereka, mereka pun tercerai-berai dan akhirnya binasa.
34. Apabila raja lebah mempunyai cacat, rakyat lebah tidak dapat bekerja dengan baik, sarang pun tidak terawat dengan baik, dan pada gilirannya mereka akan hancur. Sebaliknya, jika sang raja lurus dan bertindak dengan bijaksana, rakyat lebah pun hidup dengan baik dan lancar. Seperti itu pulalah kaum mukmin. Bila para pemimpin mereka adil, para ulamanya bertakwa, serta para pedagang dan kaum profesionalnya jujur, maka urusan mereka akan berjalan dengan baik dan lancar. Jika tidak, mereka akan celaka.
35. Komunitas lebah akan tetap makmur meskipun sebagian anggota komunitasnya ada yang mengikuti hawa nafsu, ditimpa penyakit, atau melakukan kesalahan, selama raja mereka adil dan bertindak lurus. Demikian juga komunitas kaum mukmin. Apabila kalangan khusus mereka sudah tidak bermoral, kalangan awam pun akan terbawa binasa. Sebaliknya, meskipun kelakuan kalangan awam bobrok, mereka tidak akan binasa selama kalangan khusus berperilaku baik dan berakhlak mulia.
36. Ada dua jenis lebah: lebah yang ada di gunung-gunung dan bersarang di pepohonan dan lebah yang ada di tengah-tengah keramaian dan bersarang di perumahan. Lebah yang ada di gunung-gunung dan bersarang di pepohonan terlindung dari polusi dan relatif aman dari ancaman kebinasaan. Lebah yang ada di tengah-tengah perkampungan manusia dan bersarang di rumah-rumah atau bangunan lain yang dibuat oleh manusia, tidak aman dari bahaya kehancuran. Demikian juga halnya dengan orang beriman, ada dua macam. Di antara mereka ada yang menghabiskan sebagian besar waktunya di pasar-pasar dan sentra-sentra keramaian lainnya. Ada pula yang menempuh pola hidup zuhud, jauh dari keramaian, dan gemar mengasingkan diri di gunung-gunung atau di gua-gua untuk berkhalwat. Yang pertama relatif tidak aman dari fitnah dan kemungkinan terjerumus dalam hal yang haram dan syubhat. Yang kedua aman dari semua itu; mereka lebih tenteram, damai, selamat, dan suci.
37. Lebah tinggal di dalam sarang yang terbilang bersih dari benda-benda yang tidak diperlukan dan kosong dari barang-barang yang tidak berguna. Lebah, bahkan, tidak menyimpan sumber pangannya di dalam sarang. Dengan kata lain, ia tidak pernah membawa sekuntum bunga atau sumber makanan lainnya ke dalam sarang. Hal itu tidak membuatnya takut kelaparan. Ia begitu tenang dan damai tinggal di dalam sarang tanpa ada kekhawatiran akan sumber pangan. Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Ia tidak takut akan kemiskinan dan kebangkrutan. Menjadi miskin atau kaya baginya sama saja, sebab yang membuat dirinya merasa kaya adalah limpahan keyakinan dan manisnya kebersamaan dengan Tuhan.
38. Kawanan lebah, jika dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, mereka menurut saja dan tinggal di tempat yang baru dengan nyaman. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Di mana pun ia berada dan ke mana pun ia diajak, dengan senang hati ia akan menjalani dan mengikutinya. Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti air, mengalir dengan mudah ke mana saja selama di sana tidak ada hal-hal yang dilarang oleh agama atau hal-hal yang dapat mengurangi kadar keberagamaannya.”
39. Lebah tidak suka dengan iklim yang terlalu panas atau terlalu dingin. Itu karena, baik iklim yang terlalu panas maupun yang terlalu dingin, keduanya dapat mengganggu, bahkan menghancurkan tatanan kehidupan mereka. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Ia berada di antara takut dan harap. Terlalu berharap dapat merusak tatanan keberagamaannya dan terlalu takut dapat membuatnya putus asa dari rahmat Tuhan.
40. Lebah takut akan dua hal, yaitu: terik matahari yang menyengat di musim panas dan dingin yang menusuk di musim dingin. Begitu juga halnya dengan seorang mukimin. Ia berada di antara dua hal yang ditakutkan, yakni: ajal yang telah ditetapkan Allah Swt.—karena ia tidak tahu apa yang telah Allah Swt. tentukan bagi dirinya dalam ketetapan itu—dan ketetapan yang akan datang—karena ia tidak tahu apa yang Allah Swt. kehendaki bagi dirinya di masa depan.
Rasulullah saw. juga bersabda, “Seorang mukmin laksana lebah; ia memakan yang baik-baik, mengeluarkan yang baik-baik, serta hinggap di ranting tanpa mematahkannya.”
Inilah salah satu sifat mukmin. Ia memakan hanya yang baik dan memberi makan kepada yang lain pun hanya dengan yang baik. Ia orang baik dan memberi kebaikan bagi sesamanya. Ia memberi tanpa diminta, berlapang dada, bersikap santun, dan jauh dari keinginan menyakiti orang. Di mana pun berada, ia tak pernah membuat kerusakan. Tak heran jika persangkaan orang terhadapnya hanya persangkaan yang baik. Dengan sifat-sifat inilah segolongan kaum mukmin dikenal.
* Syekh Abû Thâlib al-Makkî adalah ulama klasik, penulis kitab termasyhur Qut al-Qulub (Nutirisi untuk Hati)

Wednesday, July 20, 2016

Menghargai Istri


Andai suami tahu betapa SAKITnya melahirkan anak, pasti tidak akan sanggup MENYAKITI hati istrinya.
"Diantara jasa-jasa Isteri anda;
1. Mau menikah dengan anda.
2. Menyelamatkan anda dari perbuatan terlarang.
3. Setia menemani dan membantu anda dalam suka dan duka.
4. Mengandung, melahirkan dan menyusui anak-anak anda.
5. Menjadi madrasah bagi anak-anak anda, mengajari bicara, mendidik, dll
6. Sabar merawat anak-anak anda dalam segala keadaan, ketika mereka sehat atau sakit.
7. Menjadi pelengkap hidup anda, dan lain-lain

Sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik sikapnya kepada istrinya".
Nasehat untuk para Suami
"Istrimu adalah wanita yg mengandung keturunanmu 9 bulan, dari anak ke anak berikutnya.. Lelah diatas lemah badannya..
Ia pula yg lebih telaten merawat anak anakmu sampai usia dewasa..
Ia pula yg melayani biologismu dg halal dan tulus..
Ia pula yang merawat isi rumahmu dan menjaganya..
Masakan yg nikmat adalah masakan istrimu..
Ia mendampingimu dikala suka maupun duka..
Ia merawatmu dengan tulus dikala sakitmu..
Ia akan tetap mendampingimu walau engkau sudah tua renta..
dan sakit sakitan..
Mungkin terkadang ketaíatan istrimu kepadamu lebih besar dari pada tabiatnya anak anakmu kepadamu..
Wahai suami..
Jangan sampai engkau tidak penuhi hak dia sebagai istri..
Jangan engkau sia-siakan dia..
Jika Ada waktu senggang yg sebenarnya dapat digunakan untuk ikut membantu pekerjaan rumah tangga atau ikut merawat anak anakmu..
Maka lakukakanlah..
Ajak dia berseda gurau dengan mesra atas kebaikannya padamu agar terpupuk kasih sayangnya padamu
Jangan engkau buang waktumu hanya untuk bbm ria, ngenet, nonton film,atau malah keluyuran malam gak jelas tujuan..
Jangan sekali kali engkau cela masakannya..
Jangan pula engkau pukul dia sesuka hatimu..
Berbuatlah baiklah kepada istri, karena sebaik-baiknya laki-laki adalah yang paling baik terhadap istrinya..!".

MEMAKAI KOPIAH ATAU PECI DAN PENUTUP KEPALA

 


Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Ia berkata :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يلبس قلنسوة بيضاء
Sesungguhnya Rasul SAW memakai kopiah putih [HR Baihaqi]
Catatan :
Hadits di atas dinilai sebagai hadits dha’if karena dalam jalur periwayatannya terdapat perawi tunggal yaitu ibnu kharras dan ia dha’if. Ibnu Hajar al-Haitami berkata :
قد اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال لأنه إن كان صحيحا في نفس الأمر، فقد أعطي حقه من العمل به وإلا لم يترتب على العمل به مفسدة تحليل ولا تحريم ولا ضياع حق للغير.
Para ulama sepakat atas bolehnya mengamalkan hadits dla’if dalam fadlailul a’mal (keutamaan amalan). Karena jika hadits tersebut ternyata benar, maka sudah seharusnya diamalkan. Dan jika ternyata tidak benar, maka pengamalan terhadap hadits tersebut tidaklah mengakibatkan kerusakan (mafsadah) menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal, dan tidaklah menyia-nyiakan hak orang lain. [FathulMubin Fi Syarhil Arbain]
Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ahli fiqih tentang kesunahan menutup kepala ketika shalat bagi laki-laki baik dengan surban atau yang semakna dengan itu karena begitulah shalatnya Nabi SAW. [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah] Allah SWT berfirman : “Wahai anak keturunan Adam kenakanlah pakaian perhiasan kalian setiap kali kalian mengerjakan shalat” [QS al-A’raf : 31]. Diantara perhiasan seorang mukmin adalah penutup kepala, seperti songkok, dan imamah (surban). Kebiasaan Nabi saw, dan para sahabatnya, baik dalam sholat, maupun di luar sholat, mereka senantiasa mengenakan imamah (surban), burnus penutup kepala yang bersambung dengan pakaian), atau songkok. Rasul bersabda:
ﺇِﺫَﺍ ﺻَﻠَّﻰ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻓَﻠْﻴَﻠْﺒَﺲْ ﺛَﻮْﺑَﻴْﻪِ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺃَﺣَﻖُّ ﻣَﻦْ ﺗُﺰُﻳِّﻦَ ﻟَﻪُ
“Jika salah seorang dari kalian mengerjakan shalat, maka hendaklah dia memakai dua potong bajunya. Karena sesungguhnya Allah paling berhak untuk dihadapi dengan berhias diri.” [HR Al-Baihaqi] Dua potong baju pada hadits ini maksudnya adalah baju yang melebihi biasanya, seperti mengenakan sorban atau penutup kepala yang lain.
Lebih lanjut, Ulama Hanafiyyah menilai makruh bagi laki-laki shalat dengan terbuka kepalanya karena malas sebab dapat mengurangi kewibawaan bukan karena unsur merendahkan diri dihadapan Allah. [Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah] Shalat adalah menghadap Sang Maha Raja, dan datang menghadap ke hadirat Sang Maha Raja tanpa berhias adalah menyalahi adab!. [Kitab Tanqih al-Qaul] Memakai sorban ketika sholat memiliki keutamaan seperti keterangan hadits berikut:
رَكْعَتَانِ بِعَمَامةٍ خَيْرٌمِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً بِلاَ عِمَامَةٍ
Shalat dua raka’at dengan memakai sorban, lebih utama dari pada shalat tujuh puluh raka’at tanpa memakai sorban. [HR ad-Dailami]
Jika seseorang kesulitan atau enggan memakai sorban maka cukuplah baginya mengenakan kopyah. Menurut para ulama memakai kopyah putih itu sama halnya dengan memakai sorban dalam statusnya.
لبس القلنسوة البيضاء يغني عن العمامة ، وبه يتأيد ما اعتاده بعض مدن اليمن من ترك العمامة من أصلها
Memakai kopyah putih itu dianggap sudah mencukupi sebagai pengganti surban. Statemen ini menguatkan tradisi yang berlaku di sebagian daerah di yaman yaitu tidak memakai surban (karena sudah menganggap cukup dengan kopyah putih) [Bughyah al-Mustarsyidin]
Tidak hanya ketika sholat, anjuran menutup kepala ini juga berlaku di luar shalat Bahkan membiarkan kepala tanpa penutup kepala saat jalan-jalan di pasar misalnya akan menghilangkan muru’ah (kehormatan).
فلا تقبل شهادة من لا مروءة له كمن يمشي في السوق مكشوف الرأس أو البدن غير العورة، ولا يليق به ذلك
Tidaklah diterima persaksian orang yang tidak memiliki wibawa seperti orang yang berjalan di pasar dengan tanpa tutup kepala atau tanpa menutupi badan selain aurat karena hal itu tidaklah pantas baginya. [Fathul qarib]
Anjuran memakai tutup kepala berlaku juga ketika masuk toilet. Imam al-Ghozali dll. berkata “Disunnahkan bagi seseorang untuk tidak memasuki kamar kecil (WC) tanpa penutup kepala, dan bila tidak didapati sesuatu (yang menutupi kepala) maka letakkan lengan bajunya diatas kepalanya.
كان إذا دخل الخلاء لبس حذاءه وغطى رأسه
Rasulullah SAW saat memasuki kamar kecil memakai sepatunya dan menutup kepalanya” [HR Baihaqi]
Khalid Bin Walid seorang panglima yang gagah berani ketika perangpun tidak lupa mengenakan kopyahnya bahkan ketika kopyahnya jatuh iapun sibuk mencarinya hingga banyak pasukan kaum muslimin yang gugur karena sang panglima yang memimpin perang tidak memberikan arahannya. Para sahabat Nabi yang lainpun berang dan mengingkari perbuatannya. Khalid Bin Walid memberikan alasannya mengapa ia sibuk mencari kopyahnya yang jatuh :
لم أفعلها بسبب القلنسوة بل لما تضمنته من شعره صلى الله عليه وسلم لئلا أسلب بركتها وتقع في أيدى المشركين
Aku tidaklah mencari-cari kopyah itu karena kopyah itu sendiri, namun karena di dalam kopyah itu terdapat rambutnya Nabi SAW sehingga aku tidak kehilangan keberkahannya dan ia tidak jatuh di tangan kaum musyrikin [Asy-Syifa Lil-Qadli 'Iyadh]
Dalam tradisi kita, orang indonesia terbiasa mengenakan penutup kepala berupa songkok hitam. Menurut Cindy Adams dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, tradisi ini di populerkan oleh bung karno. Saat itu dia mengamati kawan-kawannya tak mau pakai tutup kepala karena ingin seperti orang Barat. Mereka, kaum intelegensia membenci pemakaian peci karena dianggap cara berpakaian kaum rendahan. Bungkarno memberikan arahan dalam pidatonya: "…Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka."
Begitulah awal mulanya sehingga peci hitam atau kopiah ini akhirnya menjadi ciri khas orang indonesia bahkan dikenakan para pejabat negara hingga rakyat di desa-desa. Mengenakan penutup kepala warna hitam ini tidaklah bertentangan sunnah Nabi. Sahabat ‘Amr bin Harits RA menyatakan:
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خطب الناسَ وعليه عمامةٌ سوداءُ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berkhutbah di hadapan orang-orang dengan memakai sorban hitam di kepalanya” [HR Muslim]
Wallahu A’lam.
Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk mengikuti sunnah NabiNya.
Aamin ya Robbal alamin.

Wednesday, July 13, 2016

SIFAT-SIFAT TERCELA DI DALAM HATI

SIFAT2 TERCELA DI DALAM HATI

Perlu diketahui bahwa sifat2 tercela yg ada di dalam hati jumlahnya banyak sekali, karena manusia di dalamnya terkumpul empat macam sifat yaitu :
1. sifat binatang buas (sabu'iyah).
2. sifat binatang ternak (bahimiyah).
3. sifat syetan (syaithoniyah).
4. sifat ketuhanan (robbaniyah).
kempat sifat tsb berkumpul di dalam hati manusia, jadi, di dalam diri manusia terdapat babi yg mewakili sifat binatang ternak, anjing yg mewakili sifat binatang buas, syetan yg mewakili sifat syaitoniyah dan hakim yg mewakili sifat ketuhanan.
Yang dimaksud babi adalah syahwat, anjing adalah sifat amarah, sedangkan syetan selalu membangkitkan syahwat ke-babian dan membangkitkan amarah ke-anjingan.
sedangkan hakim yg menjadi tamtsil dari akal di perintahkan untuk menolak tipu daya syetan.
Keta'atan thd syahwat ke-babian memunculkan sifat tidak tahu malu, jahat, menghambur-hambur, pamer, merusak, bermain-main, loba, serakah, iri, dengki, maki-maki dsb.
Keta'atan kepada amarah ke-anjingan melahirkan di dalam hati sifat ingin terlihat, keji, congkak, pembual, sombong, ujub, menghina, merendahkan makhluk, mengharapkan keburukan, ingin berbuat dholim dsb.
Keta'atan kepada syetan adalah dengan mengikuti syahwat dan kemarahan, ini bisa memunculkan sifat menipu, curang, muslihat, tipu daya, lancang, kepalsuan, menghasud, khiyanat dsb.
Jika semua sifat2 tsb berada di bawah kendali sifat ketuhahan (robbaniyah) maka di dalam hati akan terpatri sifat pengetahuan, hikmah, yakin dan menguasai hakekat segala sesuatu berdasarkan keadaan aslinya.
wallohu a'lam.
Sumber : Maroqil Ubudiyah, Nawawi al Jawi.

4 hal yang tidak pernah puas dari 4 hal lainnya




Ada 4 hal yang tidak pernah puas dari 4 hal lainnya :

1. Mata dari Memandang.
2. Bumi dari Hujan.
3. Betina dari Jantan.
4. Orang Alim dari Ilmu.


Mata tidak pernah puas memandang pada hal yg dianggap indah dan nikmat menurut tabi'at/watak.
Bumi yg terkena hujan akan menyerapnya dan masih minta nambah lagi.
Betina melebihi Jantan dalam kekuatan libidonya berkali lipat, namun Allah memberikan sifat malu kepada mereka. Penggunaan kata 'Betina' dan 'Jantan' mengandung isyarat bahwa hal itu mencakup semua makhluk, bukan manusia saja.
Orang Alim jika telah merasakan rahasia ilmu, menyelam dalam lautan ilmu, faham maknanya ilmu dan mengetahui maksudnya ilmu, maka ilmu menjadi kenikmatan terbesar dan harapan tertinggi baginya, siang dan malam dia tekun mencari ilmu walaupun kecerdasannya bisa menghentikan bintang2 yg beredar.
Penggunaan ungkapan 'Orang Alim' bukan menggunakan manusia atau seseorang, dikarenakan ilmu itu sulit bagi pemula, jadi pemula tdk bisa merasakan nikmatnya ilmu dan belum bisa cinta dalam tambahnya ilmu.
wallohu a'lam.
Sumber : Fidhul Qodir, Al Munawi.
اَرْبَعٌ لَا يَشْبَعْنَ مِنْ اَرْ بَعٍ :عَيْنٌ مِنْ نَظَرٍ وَ أرْضٌ مِنْ مَطَرٍ ,وَأَنْثي مِنْ ذَكَرٍ, وَعَالَمٌ مِنْ عِلْمٍ
(أربع لا يشبعن من أربع : عين من نظر)
إلى ما يستحسن ويستلذ به الطبع (وأرض من مطر) فكل مطر وقع عليها شربته وطلبت غيره (وأنثى من ذكر) فإنها فضلت على الرجل في قوة شبقها بأضعاف لكن الله ألقى عليها الحياء ولم يقل امرأة من رجل إشارة إلى شمول الحيوانات وهذا حكم على النوع لا على كل فرد فرد فقد يختلف في بعضهن لكن نادر جدا (وعالم من علم) فإنه إذا ذاق أسراره وخاض بحاره وفهم معناه وفقه مغزاه صار عنده أعظم اللذات وأشرف الأمنيات فدأب ليله ونهاره يرعى وإن وقف ذهنه الأنجم السارة.
وعبر بعالم دون إنسان أو رجل لأن العلم صعب على المبتدئ فلا يلتذ به ولا يرغب في الزيادة منه

BENTUK2 MANUSIA DI PADANG MAHSYAR

Tingkatan manusia di padang mahsyar kelak berbeda2, sebagian dari mereka ada yg berkendaraan, ada yg berjalan kaki dan ada pula yg bejalan menggunakan wajahnya.

Bentuk mereka juga berbeda2 berdasarkan amalan perbuatannya sewktu di dunia. Sebagian mereka ada yg di giring menuju padang mahsyar dalam bentuk kera, mereka ini adalah para pezina.

Ada yg bentuknya seperti babi, mereka adalah para pemakan harta haram seperti cukai.

Ada yg buta matanya, mereka adalah orang2 yg tidak adil dalam hukum.

Ada yg tuli pendengarannya, mereka adalah orang2 yg bangga diri dengan amalannya.

Ada yg menggigit2 lidahnya sendiri, lidahnya panjang sampai dada dan dari mulutnya tercium bau busuk,

mereka adalah para penceramah, perbuatan mereka menyelisihi ucapannya.

Ada yg kedua tangan dan kakinya terputus, mereka adalah orang2 yg menyakiti tetangganya.

Ada yg disalib pada kayu yg ada apinya, mereka adalah orang yg mendukung pemimpin yg dholim.

Ada yg baunya lebih busuk daripada bangkai, mereka adalah orang2 yg bergelimang syahwat dan kenikmatan2 terlarang, mereka juga tidak menunaikan hak2 Allah dari harta mereka.

Dan ada yg memakai jubah penuh dengan aspal panas yg menempel di kulitnya , mereka adalah orang2 yg sombong ketika di dunia.

wallohu a'lam.
Sumber : Nurud Dhulam, Nawawi Bin Umar Al Jawi.