Monday, August 22, 2016

ULAMA SAUDI MERUBAH KITAB AL-ADZKAR

ULAMA SAUDI MERUBAH KITAB AL-ADZKAR
(KEBANCIAN ILMIYAH ULAMA WAHABI)
...
Imam Nawawi salah satu ulama paling produktif dalam berkarya. Puluhan karya beliau menyebar keseluruh jagad raya. Begitu besar penggaruh tulisan Syekh Imam Nawawi, sampai-sampai menembus batas-batas, seperti; Negara, Eropa, Asia, Afrika, Amerika. Arab Saudi yang menjadi pusat peradapan juga mengakui kehebatan Imam Nawawi. Tetapi, mereka mengkrtik kalau akidah Imam Nawawi masih salah.
Ulama Mesir, Syiria, Iran, Indonesia, Pakistan, juga mengakui bahwa karya Imam Nawawi benar-benar top markatob. Pendeknya, Imam Nawawi benar-benar mampu memberikan isnpirasi kepada setiap ulama untuk menulis dan berkarya. Nawawi menulis bukan untuk royalty, karena penyambung lisan Rosulullah SAW, dan menjelaskan pesan-pesan Allah SAW di dalam Al-Quran.
Dari sekian banyak karya beliau, ternyata ada yang tidak disukai oleh ulama Saudi, yaitu kitab ‘’Al-Adkar’’. Padahal kitab ini menjadi kajian dan rujukan utama ulama-ulama dunia. Ketidak sukaan ulama Saudi terhadap kitab ini, karena menyebutkan bab tentang ‘’Istihbab (anjuran) Berziarah Ke Makam Rosulullah SAW’’. Dan, karena memang ziarah Nabi itu sangat di anjurkan. Dan, kebetulan sebagian besar Ulama Saudi (wahabisme) paling anti dengan ‘’ziarah’’. Bahkan tidak segan-segan mengecap ziarah itu sebagai Syirik (menyekutukan Allah SWT).
Rupanya, Ulama Saudi ada yang tidak suka terhadap ‘’Fasl’’ tersebut. Bukanya mengkritik tulisan Imam Nawawi dengan ilmiyah dan jantan. Tetapi, justru merubahnya dengan’’ Faslun fi Ziyarati Masjidi Rosulillah SAW’’. Padahal, hal yang seperti tidak diperkanankan, baik dalam ajaran agama, maupun dunia ilmiyah. Termasuk pada kejahatan intelektual.
Jika memang tidak suka, atau menganggab bahwa berziarah kubur itu haram dan syirik. Tidak perlu merubah karya tulis yang sudah ada. Karena hal ini menunjukkan kalau mereka tidak memiliki nyali untuk menulis, dengan istilah lain tidak percaya diri. Jika boleh membandingkan, antara ulama yang merubah kitab Al-Adzkar dengan Imam Nawawi tidak sebanding, baik ilmu maupun zuhudnya.
Dalam tradisi ilmiyah, jika tidak berkenan, bisa membuat kritikan tidak membohongi orang lain. Sebab, dalam kitab Al-Adzkar yang masih asli, ternyata tulisannya berbeda dengan tulisan yang di cetak oleh Arab Saudi. Setelah diteleti, ternyata yang merubah adalah Lembaga Haiah Muroqobah Al-Matbuat (Badan Sensor Percetakan). Jadi, tidak aneh jika kemudian banyak ulama-ulama yang meragukan kejujuran ulama-ulama Saudi.
Walaupun tidak semua ulama Saudi Arabia demikian.

AMALAN YG BISA MENJAUHKAN DARI NERAKA

AMALAN2 YG BISA MENJAUHKAN DARI NERAKA

Dari Abu Said al khudri, Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
"Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di ja...lan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun".
(HR Bukhori dan Muslim)


Dari Abu Hurairoh, Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
”Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka karena puasanya itu sejauh tujuh puluh tahun.”
(HR An Nasai)

Dari Abu Umamah , Rasululloh shollallohu alaihiw asallam bersabda :
”Barangsiapa berpuasa satu hari di jalan Allah, Allah akan membuatkan baginya parit yang memisahkan dia dari neraka sejauh jarak timur dan barat.”
dalam riwayat lain : " sejauh jarak langit dan bumi "
(HR At Tirmidzi)

Dari Abdulloh bin Umar, Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
" Barang siapa memberi makan saudaranya sampai kenyang dan memberinya minum sampai hilang dahaganya maka Allah menjauhkannya dari neraka sejauh tujuh parit, jarak antara parit adalah perjalanan seratus tahun "
(HR At Tabrani)

Dari Anas bin Malik, Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
" Barang siapa berwudlu dengan sempurna kemudian menjenguk saudaranya yang muslim , maka akan dijauhkan dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun."
(HR Abu Dawud)

Dari Adi bin Hatim, Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
" Barangsiapa yang sanggup dari kalian untuk menutupi dirinya dri api neraka walau hanya dengan bersedekah setengah kurma, maka lakukanlah.”
(HR Muslim.)

Sumber : Kitab Tadzkiroh Qurtuby

7 TINGKATAN NERAKA



TUJUH TINGKATAN NERAKA


Dinukil dari kitab As Sab'iyyat Fii Mawaa'idzil Bariyyat
Allah ta'ala menciptakan neraka pada hari ahad dan neraka mempunyai tujuh pintu.... Allah ta'ala berfirman :
لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِّكُلِّ بَابٍ مِّنْهُمْ جُزْءٌ مَّقْسُومٌ
“Neraka itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu untuk golongan yang tertentu dari mereka”
(Al-Hijr ayat 44)

Itu adalah tujuh tingkatanNeraka :

1. NERAKA JAHANAM .
Allah ta'ala berfirman :
وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ
“Dan sesungguhnya Neraka Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya.”
(Al-Hijr ayat 43 )

2. NERAKA SA'IIR
Allah ta'ala berfirman :
وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا
" Dan dia akan masuk ke dalam Neraka Sa'iir "
(Al -Insyiqoq ayat 12)

3. NERAKA SAQOR .
Allah ta'ala berfirman :
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ
" Apakah yang memasukkankalian kedalam Neraka Saqor "
(al muddatsir ayat 42)

4. NERAKA JAHIIM
Allah ta'ala berfirman :
وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِلْغَاوِينَ.
“Dan diperlihatkan dengan jelas Neraka Jahim kepada orang- orang yang sesat”
(Asy Syu'araa ayat 91).

5. NERAKA HUTOMAH
Allah ta'ala berfriman :
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
".Dan tahukah kamu apakah Neraka Hutomah itu?"
(al humazah ayat 5)

6. NERAKA LADZHO
Allah ta'ala berfirman :
كَلا إِنَّهَا لَظَى
“Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya Neraka itu adalah Neraka Ladzho”
(al-Ma’arij ayat 15)

7. NERAKA HAWIYAH
Allah ta'ala berfirman :
فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ
“Maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah.”
(al-Qariah ayat 9)

- Pada tingkatan neraka pertama malaikat berkata :
وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ
" Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan."
(al mursalat ayat 24)

- Pada tingkatan neraka kedua malaikat berkata :
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
"Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,"
(al ma'un ayat 4-5)

- Pada tingkatan neraka ketiga malaikat berkata :
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
" Kecelakaan yang besarlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,"
(al humzah ayat 1)

- Pada tingkatan neraka keempat malaikat berkata :
فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
" Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. "
(al baqoroh ayat 79)

- Pada tingkatan nereka kelima malaikat berkata :
وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
“Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat "
(fushilat ayat 5)

- Pada tingkatan neraka keenam malaikat berkata :
فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
" Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allah "
(az zumar ayat 22)

- Pada tingkatan neraka ke tujuh malaikat berkata :
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ
" Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang curang "
(al mutoffifin ayat 1)

- Orang2 yang berada di neraka tingkat ke tujuh berkata :
وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ ۖقَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ
Mereka berseru: "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja".
Dia menjawab: "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)".
(az zukhruf ayat 77)

- Orang2 yang berada di neraka tingkat keenam berkata :
ادْعُوا رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًا مِنَ الْعَذَابِ
" Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya dia meringankan azab yang menimpa kami, barang sehari.”
(Al-Mu’min ayat 49)

- Orang2 yang berada di neraka tingkat kelima berkata :
رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
" Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin
(as-Sajdah ayat 12)

- Orang2 yang berada di neraka tingkat keempat berkata :
رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ
"Wahai Rabb kami, beri waktu tangguhlah kepada kami, walaupun dalam waktu yang sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul."
(ibrahim ayat 44)

- Orang2 yang berada di neraka tingkat ketiga berkata :
رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ
“Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.”
( Al-Mu’minun ayat 107)

- Orang2 yang berada di neraka tingkat kedua berkata :
رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا
“Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami "
( Al-Mu’minun ayat 106)

- Orang2 yang berada di neraka tingkat pertama berkata :
يٰـا حَنَّانْ يٰـا مَنَّانْ
Ya hannan ya mannan
" Wahai Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Pemberi nikmat "
( HR Ahmad )
Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bertanya kepada malaikat Jibril alaihis salaam tentang penduduk tujuh tingkatan neraka , kemudian malaikat Jibril berkata :
" Adapun tingkatan ke tujuh maka itu adalah tempat kembalinya orang2 munafiq,
tingkatan ke enam adalah tempat kembalinya orang2 yg melampau batas dan mengaku-ngaku sebagai tuhan,
tingkatan ke lima adalah tempat kembalinya orang2 jahat dan orang2 dholim,
tingkatan ke empat adalah tempat kembalinya orang2 sombong dan orang2 kafir,
tingkatan ke tiga adalah tempat kembalinya orang2 yahudi,
tingkatan ke dua adalah tempat kembalinya orang2 nasrani ."
kemudian maalikat Jibril terdiam, maka Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bertanya ttg penduduk tingkatan neraka pertama dan beliau bertanya dengan sungguh-sungguh .
Malaikat jibril berkata :
" penduduk neraka tingkat pertama adalah orang2 maksiyat dari ummatmu "
seketika itu juga Rasululloh shollallohu alaihi wasallam langusung pingsan.
ketika beliau telah sadar maka beliau menangis dengan sangat, lalu masuk rumah dan mengunci pintunya, dan bersepi utk bermunajat kepada Maulanya .
Kemudian malaikat Jibril alaihis salaam datang lagi dan memberikan kabar gembira kepada beliau shollallohu alaihi wasallam dengan adanya syafa'at.
wallohu a'lam.
YAA ALLAH ......
Selamatkanlah kami dari api Neraka dengan syafa'at Nabi Muhammad shollallohu alaihi wasallam ....
Aamiin ....

Kata "Sunnah"

Label "Sunnah"


Kita jangan hanya fokus memberi label diri kita atau ustadz kita atau kajian kita dengan label "Sunnah".
Kita harus berusaha dan berupaya agar perilaku dan akhlak kita benar-benar sesuai "Sunnah".
...
Sungguh sangat disayangkan jika "Sunnah" itu hanya ada di status dan komentar kita, akan tetapi tidak ada dalam kehidupan kita sehari-hari di alam nyata.
Sunnah itu bukan kelompok tertentu yang eksklusif.
Sunnah itu suka persatuan dan membenci perpecahan.
Sunnah itu bisa bekerjasama dan bersinergi dengan kelompok lain sesama muslim untuk kepentingan dan maslahat umat.
Sunnah itu baik kepada orang lain, suka membantu, tidak mengganggu, wajahnya berseri-seri, tidak bermasam muka dan sinis.
Sunnah itu bisa dipercaya dan amanat dalam bermuamalah.
Sunnah itu mencari nafkah halal dan menghindari yang haram.
Sunnah itu berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturrahim, baik kepada keluarga, memuliakan tetangga dan suka memaafkan.
Sunnah itu baik dan peduli kepada anak-anak yatim, fakir miskin dan orang-orang lemah.
Sunnah itu berakhlak kepada guru dan tidak pernah melupakan jasanya.
Sunnah itu memuliakan dan menghormati para ulama.
Sunnah itu jauh dari sifat ujub, sombong dan tidak berbuat dzalim.
Sunnah itu semakin rajin ngaji semakin mulia akhlaknya, baik perangainya, bersih hatinya dan suci jiwanya.
Sunnah itu selalu melakukan muhasabah atau introspeksi dan mawas diri.
Sunnah itu selalu mengedepankan akhlakul karimah dan menjauhi akhlak yang rendah dan hina.
Sunnah itu tidak mudah menjatuhkan vonis sesat apalagi kafir kepada sesama muslim yang berbeda pendapat dengannya.
Sunnah itu saling mengingatkan dan saling menasehati dengan sopan, akhlak, ikhlas, secara pribadi dan bukan melecehkan di depan umum apalagi bangga jika merasa berhasil menjatuhkan saudaranya.
Sunnah itu bukan ibarat sebuah perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh orang atau kelompok tertentu yang dengan seenaknya memasukkan atau mengeluarkan siapa saja dari Sunnah.
Sunnah itu saling mendoakan dan berharap kebaikan untuk saudaranya.
Sunnah itu hubungannya dengan Allah baik dan dengan manusia juga baik.
Sunnah itu meniru Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Salam dalam semua aspek kehidupannya; aqidah, ibadah, akhlak, muamalah dan lainnya.
Sunnah itu menyibukkan dirinya dengan bertaubat dan beramal kebaikan sebagai bekal bertemu Robbnya.
Sudah pantaskah kita memberikan label Sunnah kepada diri kita atau ustadz kita atau kajian kita ..?!
Betapa banyak yang mengaku Sunnah tapi justru mencoreng wajah Sunnah..?!
Ya Allah, bimbing kami agar selalu berada dalam barisan kekasihMu dan selamatkan kami dari barisan musuhMu, aamiin.
Hamba Allah yang selalu berharap petunjuk, ampunan dan kasih sayangNya, juga selalu berdoa dan berharap mati husnul khotimah diatas Islam dan Sunnah...

Thursday, August 18, 2016

SANG PENYELAMAT BENDERA PUSAKA DAN PENCIPTA LAGU "HARI MERDEKA" ADALAH SEORANG KETURUNAN RASULULLAH



SANG PENYELAMAT BENDERA PUSAKA DAN PENCIPTA LAGU "HARI MERDEKA" ADALAH SEORANG KETURUNAN RASULULLAH


Tepat hari ini 17 Agustus 2016 adalah Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada hari yang sangat spesial ini, ada satu hal yang menjadi momen “suci” bangsa Indonesia khususnya di saat detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI, yakni pengibaran bendera pusaka Sang Saka Merah Putih oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau Paskibraka.
Sang Saka Merah Putih sebagai bendera pusaka ternyata mempunyai catatan sejarah yang cukup heroik sehingga harus diselamatkan dari penjajahan Belanda saat itu. Jika tidak, mungkin anak cucu keturunan bangsa Indonesia sekarang ini tidak dapat menyaksikan bendera pusaka sebagai salah satu bukti sejarah kemerdekaan Indonesia. Tahukah anda bahwa sang penyelamat bendera pusaka dari tangan penjajah saat itu adalah seorang habib, yang mempunyai darah pertalian keturunan dengan Sayyidina Muhammad Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam?
Sayyidil Habib Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad Al-Muthahar, beliau lah sang penyelamat bendera pusaka Sang Saka Merah Putih dari tangan penjajah. Tanpa jasa beliau, bangsa Indonesia sekarang mungkin sudah tidak dapat melihat lagi bendera pusaka yang dijahit oleh istri Presiden Soekarno, Ibu Fatmawati. Saat itu, Presiden Soekarno menugaskan Habib Muhammad Husein Muthahar yang berpangkat Mayor untuk menjaga dan menyelamatkan bendera pusaka dari tangan penjajahan Belanda meski harus dengan mengorbankan nyawanya. Amanah “menjaga bendera pusaka dengan nyawa” ini pun berhasil dilaksanakan sang Habib dengan penuh perjuangan.
KH Achmad Chalwani Nawawi, pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan, Gebang, Purworejo yang juga Mursyid Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah menuturkan bahwa Habib Muhammad Husein Muthahar yang merupakan penyelamat bendera pusaka ini adalah paman dari Habib Umar Muthohar Semarang.
Ingin tahu kisah sang Habib dalam menyelamatkan bendera pusaka? Berikut adalah kisah selengkapnya tentang penyelamatan bendera pusaka oleh Habib Muhammad Husein Muthahar ini yang mesti diketahui oleh bangsa Indonesia khsusunya umat Islam agar tahu bagaimana perjuangan para pendahulu bangsa ini dalam mempertahankan kemerdekan Republik Indonesia.
KISAH HEROIK PENYELAMATAN BENDERA PUSAKA OLEH HABIB MUHAMMAD HUSEIN MUTHAHAR
Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih adalah sebutan bagi bendera Indonesia yang pertama. Bendera Pusaka dibuat dan dijahit oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno. Bendera pusaka untuk pertama kali berkibar pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, setelah Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bendera dinaikkan pada tiang bambu oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang dipimpin oleh Kapten Latief Hendraningrat. Setelah dinaikkan, lagu “Indonesia Raya” kemudian dinyanyikan secara bersama-sama.
Pada tahun pertama Revolusi Nasional Indonesia, Bendera Pusaka dikibarkan siang dan malam. Pada 4 Januari 1946, karena aksi teror yang dilakukan Belanda semakin meningkat, presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dengan menggunakan kereta api meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta. Bendera pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam koper pribadi Soekarno. Selanjutnya, ibukota dipindahkan ke Yogyakarta.
Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresinya yang kedua yang membuat Presiden, wakil presiden dan beberapa pejabat tinggi Indonesia akhirnya ditawan Belanda. Di saat-saat genting dimana Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Presiden Soe­karno sempat memanggil salah satu ajudannya berpangkat Mayor yang bernama Sayyidil Habib Muhammad Husein Muthahar, yang kemudian ditugaskan untuk menyelamatkan sang bendera pusaka. Penyelamatan bendera pusaka ini merupakan salah satu bagian “heroik” dari sejarah tetap berkibarnya Sang Merah putih di persada bumi Indonesia. Saat itu, Soe­karno berucap kepada Habib Husein Muthahar:
“Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu. Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapa pun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan bendera ini, percayakanlah tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya.”
Di saat bom-bom berjatuhan dan tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota, Habib Husein Muthahar terdiam dan memejamkan matanya, berpikir dan berdoa. Amanah “menjaga bendera pusaka dengan nyawa” dirasakannya sebagai tanggungjawabnya yang sungguh berat. Setelah berpikir, Habib Husein Muthahar pun menemukan solusi pemecahan masalahnya. Sang Habib ini membagi bendera pusaka menjadi 2 bagian dengan mencabut benang jahitan yang menyatukan kedua bagian merah dan putih bendera itu. Dengan bantuan Ibu Perna Dinata, kedua carik kain merah dan putih itu berhasil dipisahkan. Oleh Habib Husein Muthahar, kain merah dan putih itu lalu diselipkan di dasar dua tas terpisah miliknya. Seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya dijejalkan di atas kain merah dan putih itu. Sang Habib hanya bisa pasrah, dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang ada dalam pemikiran Habib Husein Muthahar saat itu hanyalah satu, yakni bagaimana agar pihak Belanda tidak mengenali bendera merah-putih itu sebagai bendera, tapi ha­nya kain biasa, sehingga tidak melakukan penyitaan. Di mata seluruh bangsa Indonesia, bendera itu adalah sebuah “prasasti” yang mesti diselamatkan dan tidak boleh hilang dari jejak sejarah.
Benar, tak lama kemudian Presiden Soekarno ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Prapat (kota kecil di pinggir danau Toba) sebelum dipindahkan ke Muntok, Bangka, sedangkan wakil presi­den Mohammad Hatta langsung dibawa ke Bangka. Habib Husein Muthahar dan beberapa staf kepresidenan juga akhirnya tertangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota. Mereka dibawa ke Semarang dan ditahan di sana. Pada saat menjadi tahanan kota, Habib Husein Muthahar berhasil melarikan diri dengan naik kapal laut menuju Jakarta.
Di Jakarta Habib Husein Mutahar menginap di rumah Perdana Menteri Sutan Syahrir, yang sebelumnya tidak ikut mengungsi ke Yogyakarta. Beberapa hari kemudian, Habib Husein Muthahar indekost di Jalan Pegangsaan Timur 43, di rumah Bapak R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kepala Kepolisian RI yang pertama). Selama di Jakarta Habib Husein Muthahar selalu mencari informasi dan cara, bagaimana bisa segera menyerahkan bendera pusa­ka kepada presiden Soekarno. Pada suatu pagi sekitar pertengahan bulan Juni 1948, akhirnya ia menerima pemberitahuan dari Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro) Jakarta. Pemberitahuan itu menyebutkan bahwa ada surat dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepadanya.
Sore harinya, surat itu diambil oleh Habib Husein Muthahar dan ternyata memang benar berasal dari Soekarno pribadi. Isinya sebuah perintah agar ia segera menyerahkan kembali bendera pusaka yang dibawanya dari Yogya kepada Sudjono, agar dapat diba­wa ke Bangka. Soekarno sengaja tidak memerintahkan Habib Husein Muthahar sendiri datang ke Bang­ka dan menyerahkan bendera pusaka itu langsung kepadanya. Dengan cara yang taktis, ia menggunakan Soedjono sebagai perantara untuk menjaga kerahasiaan perjalanan bendera pusaka dari Jakarta ke Bangka. Itu tak lain karena dalam pengasingan, Soekarno hanya boleh dikunjungi oleh anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda di bawah pengawasan UNCI (United Na­tions Committee for Indonesia). Dan Sudjono adalah salah satu anggota delegasi itu, sedangkan Habib Husein Muthahar bukan.
Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Soedjono ke Bangka, Habib Husein Muthahar berupaya menyatukan kembali kedua helai kain merah dan putih dengan meminjam mesin jahit tangan milik seorang istri dokter yang ia sendiri lupa namanya. Bendera pusaka yang tadinya terpisah dijahitnya persis mengikuti lubang bekas jahitan tangan Ibu Fatmawati. Tetapi sayang, meski dilakukan dengan hati-hati, tak urung terjadi juga kesalahan jahit sekitar 2 cm dari ujungnya. Dengan dibungkus kertas koran agar tidak mencurigakan, selanjutnya bendera pusaka diberikan Habib Husein Muthahar kepada Soedjono untuk diserahkan sendiri kepada Presiden Soekarno. Hal ini sesuai dengan perjanjian Soekarno dengan Habib Husein Muthahar sewaktu di Yogyakarta. Dengan diserahkannya bendera pusaka kepada orang yang diperintahkan Soekarno maka selesailah tugas penyelamatan yang dilakukan Habib Husein Muthahar. Sejak itu, Sang Habib tidak lagi menangani masalah pengibaran bendera pusaka.
Tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari Bangka dengan membawa serta bendera pusaka. Tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka dikibarkan lagi di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta. Pada 27 Desember 1949, naskah pengakuan kedaulatan lndo­nesia ditandatangani dan sehari setelah itu Soekarno kembali ke Jakarta untuk memangku jabatan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah empat tahun ditinggalkan, Jakarta pun kembali menjadi ibukota Republik Indonesia. Hari itu juga, bendera pusaka dibawa kembali ke Jakarta. Dan untuk pertama kalinya setelah Prok­lamasi Kemerdekaan Indonesia, bendera pusaka Sang Saka Merah Putih kembali berkibar di Jakarta pada peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1950. Karena kerapuhan bendera pusaka, sejak tahun 1968, bendera yang dinaikkan di Istana Negara adalah replika yang terbuat dari sutra.
Pada tahun 1968, Habib Muhammad Husein Muthahar membentuk organisasi mahasiswa Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, atau Paskibraka (Bendera Pusaka Flag Hoisting Troop). Paskibraka inilah yang nantinya akan selalu bertugas sebagai pasukan pengibar bendera pusaka pada setiap upacara HUT Kemerdekaan Republik Indonesia hingga sekarang. Selain membentuk Paskibraka, beliau pun menyusun tata cara pengibaran bendera pusaka. Atas jasanya ini, beliau mendapat julukan Bapak Paskibraka Indonesia.
SANG KOMPONIS LAGU INDONESIA YANG FENOMENAL, HARI MERDEKA, DAN HYMNE SYUKUR
Habib Muhammad Husein Muthahar tidak hanya dikenal sebagai penyelamat bendera pusaka dan pendiri Paskibraka saja tetapi beliau juga seorang komponis lagu Indonesia yang hebat. Habib yang dikenal dengan nama H. Mutahar ini telah menghasilkan ratusan lagu Indonesia, seperti lagu nasional Hari Merdeka, Hymne Syukur, Hymne Pramuka, Dirgayahu Indonesiaku, juga lagu anak-anak seperti Gembira, Tepuk Tangan Silang-silang, Mari Tepuk, dan lain-lain.
Lagu Hari Merdeka dan Hymne Syukur adalah salah satu lagu fenomenal yang diciptakan oleh Habib Muhammad Husein Muthahar. Terkait penciptaan lagu Hari Merdeka, ada satu cerita yang menarik. Ternyata inspirasi lagu Hari Merdeka ini muncul secara tiba-tiba saat beliau sedang berada di toilet salah satu hotel di Yogyakarta. Bagi seorang komponis, setiap inspirasi tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Beliau pun cepat-cepat meminta bantuan Pak Hoegeng Imam Santoso (Kapolri pada 1968 –1971). Saat itu Pak Hoegeng belum menjadi Kapolri. Sang Habib menyuruh Pak Hoegeng untuk mengambilkan kertas dan bolpoin. Berkat bantuan Pak Hoegeng, akhirnya jadilah sebuah lagu yang kemudian diberi judul “Hari Merdeka”. Sebuah lagu yang sangat fenomenal dan sangat terkenal yang banyak dinyanyikan oleh bangsa Indonesia, bahkan anak-anak pun sangat hafal dan pandai menyanyikannya.
Berikut lirik lagu Hari Merdeka ciptaan Habib Muhammad Husein Muthahar:
Hari Merdeka
Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih di kandung badan
Kita tetap setia tetap sedia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap sedia
Membela negara kita
Selain “Hari Merdeka”, lagu berikut juga menjadi karya fenomenal beliau. Judulnya “Syukur”. Lagu ini tercipta setelah menyaksikan banyak warga Semarang, kota kelahirannya, bisa bertahan hidup dengan hanya memakan bekicot. Berikut lirik lagunya:
Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
Kehadiratmu Tuhan
Dan masih banyak lagi karya fenomenal beliau yang lainnya.
Habib Muhammad Husein Muthahar meninggal dunia di Jakarta pada usia hampir 88 tahun, pada 9 Juni 2004 akibat sakit tua. Semestinya beliau berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata dengan upacara kenegaraan sebagaimana penghargaan yang lazim diberikan kepada para pahlawan. Tetapi, beliau tidak menginginkan itu. Sesuai dengan wasiat beliau, pada 9 Juni 2004 beliau dimakamkan sebagai rakyat biasa di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut Jakarta Selatan dengan tata cara Islam.
Allahu yarhamhu, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat (kasih sayang) kepada beliau, Sayyidil Habib Muhammad Husein Muthahar. Semoga jasa dan perjuangan beliau untuk Tanah Air Indonesia dibalas dengan surga dan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga pula beliau tercatat sebagai pejuang yang syahid. Amin Ya Robbal ‘Alamin, Alfatihah….
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE-71, JAYALAH NEGERIKU JAYALAH BANGSAKU
17 AGUSTUS 1945 – 17 AGUSTUS 2016

SANG PENYELAMAT BENDERA PUSAKA DAN PENCIPTA LAGU "HARI MERDEKA" ADALAH SEORANG KETURUNAN RASULULLAH



SANG PENYELAMAT BENDERA PUSAKA DAN PENCIPTA LAGU "HARI MERDEKA" ADALAH SEORANG KETURUNAN RASULULLAH


Tepat hari ini 17 Agustus 2016 adalah Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada hari yang sangat spesial ini, ada satu hal yang menjadi momen “suci” bangsa Indonesia khususnya di saat detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI, yakni pengibaran bendera pusaka Sang Saka Merah Putih oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau Paskibraka.
Sang Saka Merah Putih sebagai bendera pusaka ternyata mempunyai catatan sejarah yang cukup heroik sehingga harus diselamatkan dari penjajahan Belanda saat itu. Jika tidak, mungkin anak cucu keturunan bangsa Indonesia sekarang ini tidak dapat menyaksikan bendera pusaka sebagai salah satu bukti sejarah kemerdekaan Indonesia. Tahukah anda bahwa sang penyelamat bendera pusaka dari tangan penjajah saat itu adalah seorang habib, yang mempunyai darah pertalian keturunan dengan Sayyidina Muhammad Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam?
Sayyidil Habib Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad Al-Muthahar, beliau lah sang penyelamat bendera pusaka Sang Saka Merah Putih dari tangan penjajah. Tanpa jasa beliau, bangsa Indonesia sekarang mungkin sudah tidak dapat melihat lagi bendera pusaka yang dijahit oleh istri Presiden Soekarno, Ibu Fatmawati. Saat itu, Presiden Soekarno menugaskan Habib Muhammad Husein Muthahar yang berpangkat Mayor untuk menjaga dan menyelamatkan bendera pusaka dari tangan penjajahan Belanda meski harus dengan mengorbankan nyawanya. Amanah “menjaga bendera pusaka dengan nyawa” ini pun berhasil dilaksanakan sang Habib dengan penuh perjuangan.
KH Achmad Chalwani Nawawi, pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan, Gebang, Purworejo yang juga Mursyid Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah menuturkan bahwa Habib Muhammad Husein Muthahar yang merupakan penyelamat bendera pusaka ini adalah paman dari Habib Umar Muthohar Semarang.
Ingin tahu kisah sang Habib dalam menyelamatkan bendera pusaka? Berikut adalah kisah selengkapnya tentang penyelamatan bendera pusaka oleh Habib Muhammad Husein Muthahar ini yang mesti diketahui oleh bangsa Indonesia khsusunya umat Islam agar tahu bagaimana perjuangan para pendahulu bangsa ini dalam mempertahankan kemerdekan Republik Indonesia.
KISAH HEROIK PENYELAMATAN BENDERA PUSAKA OLEH HABIB MUHAMMAD HUSEIN MUTHAHAR
Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih adalah sebutan bagi bendera Indonesia yang pertama. Bendera Pusaka dibuat dan dijahit oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno. Bendera pusaka untuk pertama kali berkibar pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, setelah Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bendera dinaikkan pada tiang bambu oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang dipimpin oleh Kapten Latief Hendraningrat. Setelah dinaikkan, lagu “Indonesia Raya” kemudian dinyanyikan secara bersama-sama.
Pada tahun pertama Revolusi Nasional Indonesia, Bendera Pusaka dikibarkan siang dan malam. Pada 4 Januari 1946, karena aksi teror yang dilakukan Belanda semakin meningkat, presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dengan menggunakan kereta api meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta. Bendera pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam koper pribadi Soekarno. Selanjutnya, ibukota dipindahkan ke Yogyakarta.
Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresinya yang kedua yang membuat Presiden, wakil presiden dan beberapa pejabat tinggi Indonesia akhirnya ditawan Belanda. Di saat-saat genting dimana Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Presiden Soe­karno sempat memanggil salah satu ajudannya berpangkat Mayor yang bernama Sayyidil Habib Muhammad Husein Muthahar, yang kemudian ditugaskan untuk menyelamatkan sang bendera pusaka. Penyelamatan bendera pusaka ini merupakan salah satu bagian “heroik” dari sejarah tetap berkibarnya Sang Merah putih di persada bumi Indonesia. Saat itu, Soe­karno berucap kepada Habib Husein Muthahar:
“Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu. Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapa pun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan bendera ini, percayakanlah tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya.”
Di saat bom-bom berjatuhan dan tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota, Habib Husein Muthahar terdiam dan memejamkan matanya, berpikir dan berdoa. Amanah “menjaga bendera pusaka dengan nyawa” dirasakannya sebagai tanggungjawabnya yang sungguh berat. Setelah berpikir, Habib Husein Muthahar pun menemukan solusi pemecahan masalahnya. Sang Habib ini membagi bendera pusaka menjadi 2 bagian dengan mencabut benang jahitan yang menyatukan kedua bagian merah dan putih bendera itu. Dengan bantuan Ibu Perna Dinata, kedua carik kain merah dan putih itu berhasil dipisahkan. Oleh Habib Husein Muthahar, kain merah dan putih itu lalu diselipkan di dasar dua tas terpisah miliknya. Seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya dijejalkan di atas kain merah dan putih itu. Sang Habib hanya bisa pasrah, dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang ada dalam pemikiran Habib Husein Muthahar saat itu hanyalah satu, yakni bagaimana agar pihak Belanda tidak mengenali bendera merah-putih itu sebagai bendera, tapi ha­nya kain biasa, sehingga tidak melakukan penyitaan. Di mata seluruh bangsa Indonesia, bendera itu adalah sebuah “prasasti” yang mesti diselamatkan dan tidak boleh hilang dari jejak sejarah.
Benar, tak lama kemudian Presiden Soekarno ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Prapat (kota kecil di pinggir danau Toba) sebelum dipindahkan ke Muntok, Bangka, sedangkan wakil presi­den Mohammad Hatta langsung dibawa ke Bangka. Habib Husein Muthahar dan beberapa staf kepresidenan juga akhirnya tertangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota. Mereka dibawa ke Semarang dan ditahan di sana. Pada saat menjadi tahanan kota, Habib Husein Muthahar berhasil melarikan diri dengan naik kapal laut menuju Jakarta.
Di Jakarta Habib Husein Mutahar menginap di rumah Perdana Menteri Sutan Syahrir, yang sebelumnya tidak ikut mengungsi ke Yogyakarta. Beberapa hari kemudian, Habib Husein Muthahar indekost di Jalan Pegangsaan Timur 43, di rumah Bapak R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kepala Kepolisian RI yang pertama). Selama di Jakarta Habib Husein Muthahar selalu mencari informasi dan cara, bagaimana bisa segera menyerahkan bendera pusa­ka kepada presiden Soekarno. Pada suatu pagi sekitar pertengahan bulan Juni 1948, akhirnya ia menerima pemberitahuan dari Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro) Jakarta. Pemberitahuan itu menyebutkan bahwa ada surat dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepadanya.
Sore harinya, surat itu diambil oleh Habib Husein Muthahar dan ternyata memang benar berasal dari Soekarno pribadi. Isinya sebuah perintah agar ia segera menyerahkan kembali bendera pusaka yang dibawanya dari Yogya kepada Sudjono, agar dapat diba­wa ke Bangka. Soekarno sengaja tidak memerintahkan Habib Husein Muthahar sendiri datang ke Bang­ka dan menyerahkan bendera pusaka itu langsung kepadanya. Dengan cara yang taktis, ia menggunakan Soedjono sebagai perantara untuk menjaga kerahasiaan perjalanan bendera pusaka dari Jakarta ke Bangka. Itu tak lain karena dalam pengasingan, Soekarno hanya boleh dikunjungi oleh anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda di bawah pengawasan UNCI (United Na­tions Committee for Indonesia). Dan Sudjono adalah salah satu anggota delegasi itu, sedangkan Habib Husein Muthahar bukan.
Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Soedjono ke Bangka, Habib Husein Muthahar berupaya menyatukan kembali kedua helai kain merah dan putih dengan meminjam mesin jahit tangan milik seorang istri dokter yang ia sendiri lupa namanya. Bendera pusaka yang tadinya terpisah dijahitnya persis mengikuti lubang bekas jahitan tangan Ibu Fatmawati. Tetapi sayang, meski dilakukan dengan hati-hati, tak urung terjadi juga kesalahan jahit sekitar 2 cm dari ujungnya. Dengan dibungkus kertas koran agar tidak mencurigakan, selanjutnya bendera pusaka diberikan Habib Husein Muthahar kepada Soedjono untuk diserahkan sendiri kepada Presiden Soekarno. Hal ini sesuai dengan perjanjian Soekarno dengan Habib Husein Muthahar sewaktu di Yogyakarta. Dengan diserahkannya bendera pusaka kepada orang yang diperintahkan Soekarno maka selesailah tugas penyelamatan yang dilakukan Habib Husein Muthahar. Sejak itu, Sang Habib tidak lagi menangani masalah pengibaran bendera pusaka.
Tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari Bangka dengan membawa serta bendera pusaka. Tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka dikibarkan lagi di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta. Pada 27 Desember 1949, naskah pengakuan kedaulatan lndo­nesia ditandatangani dan sehari setelah itu Soekarno kembali ke Jakarta untuk memangku jabatan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah empat tahun ditinggalkan, Jakarta pun kembali menjadi ibukota Republik Indonesia. Hari itu juga, bendera pusaka dibawa kembali ke Jakarta. Dan untuk pertama kalinya setelah Prok­lamasi Kemerdekaan Indonesia, bendera pusaka Sang Saka Merah Putih kembali berkibar di Jakarta pada peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1950. Karena kerapuhan bendera pusaka, sejak tahun 1968, bendera yang dinaikkan di Istana Negara adalah replika yang terbuat dari sutra.
Pada tahun 1968, Habib Muhammad Husein Muthahar membentuk organisasi mahasiswa Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, atau Paskibraka (Bendera Pusaka Flag Hoisting Troop). Paskibraka inilah yang nantinya akan selalu bertugas sebagai pasukan pengibar bendera pusaka pada setiap upacara HUT Kemerdekaan Republik Indonesia hingga sekarang. Selain membentuk Paskibraka, beliau pun menyusun tata cara pengibaran bendera pusaka. Atas jasanya ini, beliau mendapat julukan Bapak Paskibraka Indonesia.
SANG KOMPONIS LAGU INDONESIA YANG FENOMENAL, HARI MERDEKA, DAN HYMNE SYUKUR
Habib Muhammad Husein Muthahar tidak hanya dikenal sebagai penyelamat bendera pusaka dan pendiri Paskibraka saja tetapi beliau juga seorang komponis lagu Indonesia yang hebat. Habib yang dikenal dengan nama H. Mutahar ini telah menghasilkan ratusan lagu Indonesia, seperti lagu nasional Hari Merdeka, Hymne Syukur, Hymne Pramuka, Dirgayahu Indonesiaku, juga lagu anak-anak seperti Gembira, Tepuk Tangan Silang-silang, Mari Tepuk, dan lain-lain.
Lagu Hari Merdeka dan Hymne Syukur adalah salah satu lagu fenomenal yang diciptakan oleh Habib Muhammad Husein Muthahar. Terkait penciptaan lagu Hari Merdeka, ada satu cerita yang menarik. Ternyata inspirasi lagu Hari Merdeka ini muncul secara tiba-tiba saat beliau sedang berada di toilet salah satu hotel di Yogyakarta. Bagi seorang komponis, setiap inspirasi tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Beliau pun cepat-cepat meminta bantuan Pak Hoegeng Imam Santoso (Kapolri pada 1968 –1971). Saat itu Pak Hoegeng belum menjadi Kapolri. Sang Habib menyuruh Pak Hoegeng untuk mengambilkan kertas dan bolpoin. Berkat bantuan Pak Hoegeng, akhirnya jadilah sebuah lagu yang kemudian diberi judul “Hari Merdeka”. Sebuah lagu yang sangat fenomenal dan sangat terkenal yang banyak dinyanyikan oleh bangsa Indonesia, bahkan anak-anak pun sangat hafal dan pandai menyanyikannya.
Berikut lirik lagu Hari Merdeka ciptaan Habib Muhammad Husein Muthahar:
Hari Merdeka
Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih di kandung badan
Kita tetap setia tetap sedia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap sedia
Membela negara kita
Selain “Hari Merdeka”, lagu berikut juga menjadi karya fenomenal beliau. Judulnya “Syukur”. Lagu ini tercipta setelah menyaksikan banyak warga Semarang, kota kelahirannya, bisa bertahan hidup dengan hanya memakan bekicot. Berikut lirik lagunya:
Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
Kehadiratmu Tuhan
Dan masih banyak lagi karya fenomenal beliau yang lainnya.
Habib Muhammad Husein Muthahar meninggal dunia di Jakarta pada usia hampir 88 tahun, pada 9 Juni 2004 akibat sakit tua. Semestinya beliau berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata dengan upacara kenegaraan sebagaimana penghargaan yang lazim diberikan kepada para pahlawan. Tetapi, beliau tidak menginginkan itu. Sesuai dengan wasiat beliau, pada 9 Juni 2004 beliau dimakamkan sebagai rakyat biasa di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut Jakarta Selatan dengan tata cara Islam.
Allahu yarhamhu, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat (kasih sayang) kepada beliau, Sayyidil Habib Muhammad Husein Muthahar. Semoga jasa dan perjuangan beliau untuk Tanah Air Indonesia dibalas dengan surga dan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga pula beliau tercatat sebagai pejuang yang syahid. Amin Ya Robbal ‘Alamin, Alfatihah….
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE-71, JAYALAH NEGERIKU JAYALAH BANGSAKU
17 AGUSTUS 1945 – 17 AGUSTUS 2016

Tuesday, August 16, 2016

KAJIAN KITAB: FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-71)

KAJIAN KITAB: FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-71)
[Menyingkap Rahasia Ilahi]

 Mutiara karya Syeikh Abdul Qodir Al-Jailany ra
Kamu termasuk dalam salah satu dari dua pe...rkara ini, pencari atau yang dicari.
Jika kamu menjadi murid, maka kamu adalah pencari. Tetapi, jika kamu seorang guru, maka kamu adalah orang yang dicari.
Jika kamu menjadi pencari, yaitu murid, maka kamu akan menanggung beban yang berat dan memayahkan.
Kamu akan terpaksa bekerja keras untuk mencapai tujuan yang kamu idamkan itu.
Tidak pantas kamu lari dari kesusahan yang menimpa dirimu, yang berupa kesusahan hidup, harta benda, keluarga dan sanak saudaramu.
Pada akhirnya, beban yang kamu tanggung itupun akan diringankan juga dan diambil dari kamu serta kesusahan itu akan dibuang dari kamu.
Kemudian, kamu akan diberi keselamatan dan kesentosaan serta akan dilepaskan dari dosa dan maksiat dan dari kebergantungan kepada mahluk. Kamu akan masuk ke dalam golongan hamba-hamba Allah yang dikasihi dan dipelihara-Nya.
Sedangkan jika kamu menjadi seorang yang dicari, yaitu guru, maka janganlah kamu menyalahkan Allah manakala Allah menimpakan kesusahan kepadamu, dan jangan pula kamu meragukan kedudukanmu di sisi Allah, karena Allah hendak mengujimu supaya kedudukanmu ditinggikan di sisi-Nya.
Allah hendak menaikkan kedudukanmu ke tingkat yang mulia dan tingkat Abdal.
Apakah kamu ingin kedudukanmu direndahkan dari tingkat yang mulia dan tingkat Abdal ?
Ataukah kamu ingin memakai pakaian yang lain selain pakaian mereka ?
Sekalipun kamu rela dengan kedudukanmu yang rendah itu, tetapi Allah tidak rela.
Allah berfirman, :
“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2:232)
Allah hendak meninggikan, memuliakan dan membaikkan kamu, tetapi mengapa kamu tidak mau menerimanya ?
Mungkin kamu bertanya, mengapa hamba yang sempurna itu diuji, padahal menurut sepengetahuan kamu bahwa ujian itu ialah untuk orang yang mencintai Allah, yaitu orang yang dikasihi oleh Allah dan dicintai-Nya ?
Jawaban kami:
Dahulu, kami telah mengatakan aturannya dan kemudian kemungkinan perkecualiannya.
Nabi besar Muhammad SAW adalah orang yang paling dicintai Allah, tetapi beliaupun mendapat ujian yang paling berat.
Beliau pernah bersabda, :
“Aku adalah orang yang paling takut kepada Allah, sehingga tidak ada orang yang lebih takut kepada Allah daripada aku.
Aku mendapatkan penderitaan yang paling hebat, sehingga tidak ada orang yang penderitaannya sama dengan penderitaanku. Pernah selama tigapuluh hari tigapuluh malam aku tidak mendapatkan makanan walau hanya sebesar yang dapat disembunyikan di bawah ketiak bilal.”
Sabda Nabi lagi, :
“Sesungguhnya kami dari golongan para Nabi adalah orang-orang yang paling berat diuji, kemudian orang-orang yang berada di bawah peringkat kami, kemudian orang-orang yang berada di bawah itu, dan begitulah seterusnya.”
Sabdanya lagi,:
“Akulah orang yang paling baik di sisi Allah dan paling takut kepada-Nya daripada kamu sekalian.”
Bagaimana bisa terjadi orang yang dicintai Allah itu diuji dan ditakutkan, padahal ia adalah hamba yang dicintai dan sempurna?
Sebenarnya ujian itu bertujuan meninggikan derajat mereka di akhirat kelak, karena derajat kehidupan akhirat itu tidak akan ditinggikan kecuali melalui amal saleh di dalam kehidupan dunia ini.
Dunia ini adalah ladang akhirat.
Amal saleh para Nabi dan wali, setelah melakukan perintah dan meninggalkan larangan, adalah terdiri atas kesabaran, rela dengan suka hati dan menyesuaikan diri dengan ujian.
Setelah itu, ujian itu akan dihindarkan dari mereka, dan mereka akan mendapatkan karunia, keridhaan dan kasih sayang Allah sampai mereka menemui Allah SWT.
wallohu a'lam
المقالة الحادية السبعون
فـي الــمــريـــد والــمـــراد
قـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه : لا يخلو إما أن تكون مريداً أو مراداً.
فإن كنت مريداً فأنت محمل و حمال يحمل كل شديد و ثقيل، لأنك طالب و الطالب مشقوق عليه حتى يصل إلى مطلوبه و يظفر بمحبوبه و يدرك مرامه، و لا ينبغي لك أن تنفر من بلاء ينزل بك في النفس و المال و الأهل و الولد، إلى أن يحط عنك الأعمال، و يزال عنك الأثقال، و يرفع عنك الآلام و يزال عنك الأذى و الإذلال، فتصان عن جميع الرذائل و الأدران و الأوساخ و المهانات و الافتقار إلى الخليقة و البريات، فتدخل في زمرة المحبوبين المدللين المرادين.
و إن كنت مراداً فلا تتهمن الحق عزّ و جلّ في إنزال البلية بك أيضاً، و لا تشكن في منزلتك و قدرك عنده عزّ و جلّ، لأنه قد يبتليك ليبلغك مبلغ الرجل، و يرفع منزلتك إلى منازل الأولياء.
أتحب ما يحط منزلتك عن منازلهم و درجاتك عن درجاتهم و أن تكون خلعتك و أنوارك و نعيمك دون ما لهم، فإن رضيت أنت بالدون فالحق عزّ و جلّ لا يرضى لك بذلك . قال تعالى : }وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ{. البقرة٢١٦ +٢٣٢.آل عمران٦٦.النور١٩. يختار لك الأعلى و الأسنى و الأرفع و الأصلح و أنت تأبى.
فإن قلت: كيف يصلح ابتلاء المراد مع هذا النعيم و البيان مع أن الابتلاء إنما هو للمحب، و المدلل إنما هو المحبوب.
يقال لك ذكرنا الأغلب أولاً و سمرنا بالنادر الممكن ثانياً.
لا خلاف أن النبي صلى الله عليه و سلم كان سيد المحبوبين أشد الناس بلاء، و قد قال صلى الله عليه و سلم ( لقد خفت في الله ما لا يخافه أحد، و لقد أوذيت في الله لم يؤذه أحد، و لقد أتى علي ثلاثون يوماً و ليلة و ما لنا طعام إلا شيء يواريه إبط بلال ) و قد قال صلى الله عليه و سلم ( إنا معاشر الأنبياء أشد الناس بلاء ثم الأمثل فالأمثل ) و قد قال صلى الله عليه و سلم ( أنا أعرفكم بالله و أشدكم منه خوفاً ) فكيف يبتلى المحبوب و يخوف المدلل المراد و لم يكن ذلك إلا بما أشرنا إليه من بلوغ المنازل العالية في الجنة لأن المنازل في الجنة لا تشيد و لا ترفع بالأعمال في الدنيا.
الدنيا مزرعة الآخرة، و أعمال الأنبياء و الأولياء بعد أداء الأوامر و انتهاء النواهي و الصبر و الرضا و الموافقة في حالة البلاء يكشف عنهم البلاء و يواصلون بالنعيم و الفضل و الدلال و اللقاء أبد الآباد،
و الله أعلم