Ruh manusia itu hanya ada dalam dua keadaan, tidak ada keadaan yang ketiga, yaitu keadaan bahagia dan keadaan sengsara.
Apabila ia berada dalam k
eadaan
sengsara atau menderita, maka muncullah perasaan-perasaan rendah,
gelisah, gundah, muram, tidak ridha, mengkritik dan menyalahkan Allah,
tidak sabar dan tidak bertawakal,
sehingga lahirlah ahlak buruk, menyekutukan Allah dengan mahluk dan akhirnya tidak percaya atau kufur.
Dan apabila ia sedang merasa senang, maka ia menjadi mangsa ketamakan
dan kerakusan serta hawa nafsu kebinatangan dan keiblisan. Nafsunya
tidak pernah merasa puas. Ia menghendaki barang yang berada di tangan
orang lain atau yang ditentukan untuk orang lain. Sehingga ia tidak
pernah lepas dari kesusahan dan penderitaan, baik di dunia ini maupun di
akhirat kelak.
Sesungguhnya hukuman yang paling menyiksa adalah mencari atau menuntut apa yang tidak ditentukan untuk kita.
Jika ketika ia berada dalam kesengsaraan, ia tidak mau yang lain,
kecuali ia hanya meminta agar kesengsaraan itu dihilangkan dan ia tidak
mengingat serta menghendaki kemewahan yang membuatnya senang;
tetapi jika ia diberi kesenangan dan kemewahan, ia menjadi tamak,
dengki, ingkar dan melakukan perkara-perkara dosa dan maksiat serta ia
lupa kepada penderitaan yang pernah dialaminya;
maka ia akan
dikembalikan kepada keadaannya semula, ia akan mengalami kesusahan dan
penderitaan yang pernah dialaminya, dan bahkan lebih berat daripada
keadaannya semula, karena ia telah berdosa dan perlu dihukum.
Dengan cara ini, ia akan menjadi sadar kembali dan pada masa berikutnya
ia akan menjauhkan dirinya dari perbuatan dosa dan noda. Sebab,
kesenangan dan kebahagiaan itu tidak dapat menyelamatkannya, sedangkan
kesengsaraan dan penderitaan dapat menyelamatkannya.
Sekiranya
ketika penderitaan kesusahan dihilangkan darinya ia berbuat baik, patuh,
bersyukur dan ridha kepada Allah, maka hal itu adalah lebih baik
baginya di dunia dan di akhirat, dan Allah akan menambahkan karunia,
nikmat, kebahagiaan dan keselamatan kepadanya.
Oleh karena itu,
barangsiapa menghendaki keselamatan hidup di dunia dan di akhirat, maka
hendaklah ia menanamkan sikap sabar, rela bertawakal kepada Allah,
menjauhkan sifat iri terhadap manusia dan meminta segala kebutuhan
kepada Allah Yang Maha Agung.
Patuhlah kepada Allah dan hambakanlah diri hanya kepada-Nya saja. Dia lebih baik dari apa saja selain Dia.
Segala apa yang tidak disampaikan Allah kepada kita sebenarnya adalah merupakan satu karunia atau hadiah.
Hukuman-Nya adalah kebaikan.
Penderitaan yang ditimpakan-Nya adalah obat.
Janji-Nya diibaratkan sebagai uang tunai,
kredit-Nya adalah keadaan pada masa ini dan firman-Nya itu pasti terjadi.
Apabila Allah hendak menjadikan sesuatu, maka Dia hanya berfirman, “Jadilah”, maka jadilah ia.
Oleh karena itu, semua perbuatan-Nya adalah baik dan berdasarkan
hikmah kebijaksanaan. Allah sajalah Yang Maha Tahu. Manusia tidak akan
dapat mengetahui ilmu Allah yang sedalam-dalamnya.
Dengan
demikian, adalah lebih baik bagi si hamba untuk terus selalu bertawakal,
berserah diri, kembali kepada-Nya, melakukan apa saja yang
diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa saja yang dilarang-Nya. Janganlah
menyalahkan Allah, sinis dan mengatakan bahwa Dia itu dholim, tidak
tahu dan sebagainya. Perbuatan-Nya jangan disalahkan.
Ada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Atha bin Abbas yang diterimanya dari Abdullah bin Abbas.
Diceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah berkata,
“Ketika aku menunggang kuda di belakang Nabi Muhammad SAW, beliau
bersabda kepadaku, “Wahai anakku, jagalah atau peliharalah kewajibanmu
terhadap Allah, niscaya Allah akan memeliharamu dan peliharalah
kewajibanmu terhadap Allah, niscaya kamu akan mendapatkan Allah berada
di hadapanmu.”
Oleh karena itu, apabila kamu mau meminta, maka
memintalah kepada Allah dan apabila kamu mau memohon perlindungan, maka
memohonlah kepada-Nya.
Andaikan seluruh hamba Allah hendak
memberikan manfaat kepadamu, namun Allah tidak mengijinkannya, maka akan
sia-sialah perbuatan mereka itu.
Jika seluruh hamba Allah
bermaksud hendak memberikan mudharat atau bahaya kepadamu, tetapi Allah
tidak mengijinkannnya, maka mudharat atau bahaya itupun tidak akan
menimpamu.
Karenanya, jika kamu mampu melakukan seluruh perintah
Allah dengan ikhlas, maka lakukanlah semua itu. Tetapi, jika kamu tidak
mampu melakukannya, maka lebih baik kamu bersabar terhadap sesuatu yang
tidak suka untuk kamu lihat, yang sebenarnya di situ terdapat kebaikan.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu datang melalui
kesabaran. Dan ketahuilah, bahwa bersama kesusahan itu terdapat
kesenangan.
Setiap orang yang beriman hendaklah menerapkan
hadits Nabi ini, agar selalu mendapatkan keselamatan di dunia dan di
akhirat kelak serta menerima rahmat dan kasih sayang Allah.
المقالة الثانية والأربعون
فـي بـيـان حـالـتـي الـنـفـس
قـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه :النفس لها حالتان لا ثالث لهما:
حالة عافية، وحالة بلاء، فإذا كانت في بلاء فالجزع والشكوى والسخط
والاعتراض والتهمة للحق جل وعلا لا صبر ولا رضى ولا موافقة، بل سوء الأدب
والشرك بالحق والأسباب والكفر، وإذا كانت في عافية فالشره والبطر وإتباع
الشهوات واللذات، كلما نالت شهوة طلبت أخرى، واستحقرت ما عندها من النعم من
مأكول ومشروب وملبوس ومنكوح ومسكون ومركوب، فتخرج لكل واحدة من هذه النعم
عيوباً ونقصاً، وتطلب أعلى منها وأسنى مما لم يقسم لها، وتعرض عما قسم لها،
فتوقع الإنسان في تعب طويل، ولا ترضى بما في يديها وما قسم لها، فيرتكب
الغمرات ويخوض المهالك في تعب طويل لا غاية له ولا منتهى في الدنيا، ثم في
العقبى، كما قيل: إن من أشد العقوبات طلب ما لا يقسم. وإذا كانت في بلاء لا
تتمنى سوى انكشافها وتنسى كل نعيم وشهوة ولذة ولا تطلب شيئاً منها، فإذا
عوفيت منها رجعت إلى رعونتها وشرها وبطرها وإعراضها عن طاعة ربها وانهماكها
في معاصيه، وتنسى ما كانت فيه من أنواع البلاء والضر وما حل بها من الويل،
فترد إلى أشد ما كانت عليه من أنواع البلاء والضر، لما اجترحت وركبت من
العظائم فطماً لها وكفاً عن المعاصى في المستقبل، إذ لا تصلح لها العافية
والنعمة بل حفظها في البلاء والبؤس، فلو أحسنت الأدب عند انكشاف البلية
ولازمت الطاعة والشكر والرضى بالمقسوم لكان خيراً لها دنيا وأخرى، وكانت
تجد زيادة في النعيم والعافية والرضى من الله عز وجل والطيبة والتوفيق، فمن
أراد السلامة في الدنيا والأخرى فعليه بالصبر والرضا،وترك الشكوى إلى
الخلق وإنزال حوائجه بربه عز وجل ولزوم طاعته وانتظار الفرج منه و الانقطاع
إليه عز وجل، إذ هو خير من غيره ومن جميع خلقه، حرمانه عطاء، عقوبته
نعماء، بلاؤه دواء، وعده نفذ، قوله فعل مشيئة حاله }إِنَّمَا{ وقوله وأمره
أَمْرُهُ }إِذَا أَرَادَ شَيْئاً أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ{.يس82
كل أفعاله حسنة وحكمة ومصلحة، غير أنه طوى على المصالح من عباده وتفرد
به، فالأولى واللائق بحاله والرضى والتسليم، واشتغاله بالعبودية من أداء
الأوامر وانتهاء النواهي والتسليم في القدر، وترك الاشتغال في الربوبية
التي هي علة الأقدار ومحاربتها، والسكوت عن لم وكيف ومتى؟ والتهمة للحق عز
وجل في جميع حركاته وسكناته، وتستند هذه الجملة إلى حديث بن عباس رضي الله
عنهما، وهو ما روى عن عطاء بن عباس رضي الله عنهما قال: بينما أنا رديف
رسول الله صلى الله عليه وسلم إذ قال لي : يا غلام "أحفظ الله يحفظك، أحفظ
الله تجده أمامك، فإذا سألت فاسأل الله، وإذا استعنت فاستعن بالله، جف
القلم بما هو كائن" فلو جهد العباد أن يضروك بشئ لم يقضه الله عليك لم
يقدروا عليه فإن استطعت أن تعامل الناس بالصدق واليقين فاعمل، وإن لم تستطع
فإن الصبر على ما تكره خيراً كثيراً. وأعلم أن النصرة بالصبر والفرج مع
الكرب، وإن مع العسر يسراً، فينبغي لكل مؤمن أن يجعل هذا الحديث مرآة لقلبه
وشعاره ودثاره وحديثه، فيعمل به في جميع حركاته وسكناته حتى يسلم في
الدنيا والآخرة ويجد العزة فيهما، برحمة الله عزَّ وجلَّ.
والله أعلم.
=======================