Monday, August 15, 2016

" TAFAKUR "

" TAFAKUR "


تَفَكُّر سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّيْنَ سَنَةً
...
“Tafakur sesaat lebih baik daripada ibadah 60 tahun.”
————————————————
* Dua mata di depan, tdk ada mata dibelakang....
Mungkin...
kita diberi pelajaran utk melihat ke depan dan mmbiarkan yg sudah berlalu,dan mnjadikannya sbgai guru.
* Dua telinga, satu kiri dan satu di kanan.
Kita dapat mendengar dari dua sisi dan dua arah. menangkap pujian maupun kritikan,
dan mendengar mana yg salah dan mana yg benar.yg salah dibenerin yg bnr diikutin..
* Otak yg tersembunyi di kepala,
Bagaimanapun miskinnya kita, kita tetap kaya.karena tak seorang pun dapat mencuri isi otak kita yg lebih berharga dari segala permata yg ada.
krn dgn isi yg ada itulah kita bertafakur dan mensyukuri apa yg ada.
* Dua mata,dua telinga,namun cukup dgn satu mulut.
Mulut adlh senjata yg tajam, yg dapat melukai, memfitnah, bahkan membunuh....
Sedikit bicara, tapi banyaklah mendengar dan melihat.
meskipun kau seorg terhormat tapi ada saatnya kau mndengar mereka yg terhina,meskipun kau seorg yg ahli dlm berbicara nmun ada saatnya kau mendengar mereka yg biasanya terdiam.
Biasanys orang yg banyak bicara tapi sedikit mndengar maka ia akan bersikap EGOIS dan tak ber AF,IDAH.

Makna Bismillahirrohmaanirrohiim



Bismillahirrohmaanirrohiim


Diriwayatkan dari Nabi shollallohu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda :
" Di malam ketika aku di isra'kan kelangit, semua syurga d...iperlihatkan kepadaku, kemudian kulihat di dalam syurga terdapat empat sungai :
sungai dari air, sungai dari susu, sungai dari arak dan sungai dari madu.
aku berkata kepada malaikat jibril :
' wahai jibril, darimana asal datangnya sungai2 ini dan kemana perginya ?'
Jibril : " sungai2 ini perginya ke telaga kautsar dan aku tidak tahu dari mana asal datangnya, coba berdoalah kepada Allah agar Dia memberitahukanmu atau memperlihatkannya kepadamu ."

kemudian beliau berdoa dan datanglah malaikat yg memberikan salam kepada beliau dan berkata :
" wahai Muhamad, pejamkanlah kedua matamu."
Nabi : "kemudian aku memejamkan kedua mataku "
malaikat berkata : " sekarang bukalah kedua matamu "
Nabi : " kemudian kubuka kedua mataku, tiba2 aku berada disamping sebuah pohon dan kulihat ada kubbah besar terbuat dari mutiara berwana putih, qubbah tsb mempunyai pintu dari emas berwarna merah dan ada gemboknya. jikalau semua jin dan manusia di dunia diletakkan di kubbah tsb maka jadi seperti burung yg sedang duduk di atas gunung.
kemudian kulihat keempat sungai tsb keluar dari bawahnya kubbah itu.
ketika aku akan kembali maka malaikat tadi berkata :
" mengapa engkau tidak masuk ke kubbah ?"
Nabi : " bagaimana caraku masuk sedangkan pintunya kubbah terdapat gembok dan aku tdk mempunyai kuncinya ."
malaikat : " kuncinya adalah 'bismillahirrohmaanirrohiim "
Nabi : " kemudian kudekati kubbah tsb, ketika sampai dekat gembok ku ucapkan 'bismillahirrohmaanirrohiim' maka terbukalah gemboknya dan aku masuk kedlam kubbah. lalu kulihat keempat sungai tsb keluar dari empat tiangnya kubbah dan kulihat ada tulisan 'bismillahirrohmaanirrohiim' disetiap tiangnya, Kulihat sungai air keluar dari huruf mimnya kalimat bismi, sungai susu keluar dari huruf ha'nya kalimat Allah, sungai arak keluar dari huruf mimnya kalimat ar rohman dan sungai madu keluar dari hurufnya mimnya kalimat ar rohiim.
Maka aku tahu bahwa asalnya ke empat sungai tsb adalah dari bismillahirrohmaanirrohiim "
kemudian Allah azza wajalla berfirman :
" wahai Muhammad, barang siapa mengingat-Ku dengan nama2 ini dari ummatmu dengan hati yg bersih dari riya' dan mengucpkan 'bismillahirrohmmaniroohim' maka akan Ku beriminum dari sungai2 ini ."
Dalam sebuah hadis :
" Doa yg awwalannya 'bismillahirrohmaanirrohiim' tidak akan tertolak "
wallohu a'lam.
sumber : kitab kifayatul atqiya' sayyid bakri.

Thursday, August 11, 2016

Bentuk Tangan Anda Membentuk Huruf "M", Inilah Artinya




Menurut banyak orang, garis-garis pada telapak tangan dipercaya bisa mengungkapkan karakter dan nasib kita. Tak hanya karakter dan nasib, bahkan garis tangan bisa mengungkapkan semua hal tentang kehidupan Anda.

Mulai dari keuangan, kesehatan, watak, jodoh dan lain sebagainya. Maka tak heran, banyak peramal yang menggunakan media telapak tangan untuk meramal, atau biasa dikenal dengan metode palmistry.

Bentuk garis tangan setiap orang tentunya berbeda-beda. Ada yang membentuk huruf 'N' dan ada juga yang membentuk huruf 'M'. Tapi tahukah Anda, orang-orang dengan garis tangan membentuk huruf 'M' dianggap
sebagai orang yang istimewa.

Mereka dianggap sebagai orang yang berbakat, terutama memiliki intuisi yang kuat serta bisa menjadi mitra yang sangat baik jika menjalankan bisnis apapun.

Jika pasangan Anda juga memiliki garis tangan yang sama, berarti ia tidak suka membohongi Anda, membuat lelucon atau menipu Anda. Bahkan, ia bisa mengetahui
jika Anda sedang berbohong atau menipunya.

Wanita dengan garis tangan membentuk huruf 'M', memiliki intuisi lebih kuat dari laki-laki dan jika kedua pasangan sama-sama memiliki garis tangan seperti ini, maka tetap saja wanita yang lebih dominan memiliki intuisi yang lebih kuat.

Orang-orang dengan garis tangan istimewa ini memiliki kekuatan untuk membuat perubahan yang mereka butuhkan dalam hidup dan mampu merebut peluang dalam hidup.

Bahkan, menurut kepercayaan masyakarat, semua Nabi juga memiliki telapak tangan dengan garis tangan seperti ini. Jadi, jika Anda bagian dari orang-orang yang memiliki garis tangan membentuk huruf 'M', berarti Anda adalah orang yang spesial.




JANGAN PERCAYA DENGAN MITOS SEPERTI DI ATAS, KENAPA KAMI MUAT DISINI UNTUK MENGAJARKAN AGAR KITA SEBAGAI UMAT MUSLIM DILARANG UNTUK MEMPERCAYAI HAL-HAL YANG BERBAU SYIRIK

Wednesday, August 10, 2016

Hati-hati Dengan Tanda Hitam di Jidat Karena Shalat,

Infotausiah - Perbanyaklah sujud namun jagalah wajahmu supaya tetap tampak bagus dan hindari munculnya tanda hitam di dahi atau jidatmu karena dikhawatirkan timbul riya’, ujub (bangga diri) dan kesombongan…..

Apabila cara sujud benar, maka tidak akan memburukkan wajah melainkan sebaliknya, menjadi bercahaya dan berseri-seri. Adapun jika jidat menjadi ‘kapalan’ maka artinya harus memperbaiki gerakan shalat. Sebab yang menjadi penopang utama adalah kedua tangan, saat sujud, bukan kepala.


Abdullah bin Umar bin Khattab RA. salah seorang shahabat terkemuka tidak menyukai adanya bekas hitam di dahi seorang muslim.
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟

Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!”(Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).

Pidato KH. As’ad Syamsul Arifin



Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Yang akan saya sampaikan pada Anda tidak bersifat nasehat atau pengarahan, tapi saya mau bercerita kepada Anda semua. Anda suka mendengarkan cerita? (Hadirin menjawab: Ya).
Kalau suka saya mau bercerita. Begini saudara-saudara. Tentunya yang hadir ini kebanyakan warga NU, ya? Ya? (Hadirin menjawab: Ya).
Kalau ada selain warga NU tidak apa-apa ikut mendengarkan. Cuma yang saya sampaikan ini tentang NU, Nahdlatul Ulama. Karena saya ini orang NU, tidak boleh berubah-ubah, sudah NU. Jadi saya mau bercerita kepada anda mengapa ada NU?
Tentunya muballigh-muballigh yang lain menceritakan isinya kitab. Kalau saya tidak. Sekarang saya ingin bercerita tentang kenapa ada NU di Indonesia, apa sebabnya? Tolong didengarkan ya, terutama para pengurus, Pengurus Cabang, MWC, Ranting, kenapa ada NU di Indonesia.
Begini, umat Islam di Indonesia ini mulai kira-kira 700 tahun dari sekarang, kurang lebih, para auliya’, pelopor-pelopor Rasulullah Saw. ini yang masuk ke Indonesia membawa syariat Islam menurut aliran salah satu empat madzhab, yang empat. Jadi, ulama, para auliya’, para pelopor Rasulullah Saw. masuk ke Indonesia pertama kali yang dibawa adalah Islam. Menurut orang sekarang Islam Ahlussunah wal Jama’ah, syariat Islam dari Rasulullah Saw. yang beraliran salah satu empat madzhab khususnya madzhab Syafi’i. Ini yang terbesar yang ada di Indonesia.
Madzhab-madzhab yang lain juga ada. Ini termasuk Islam Ahlussunah wal Jama’ah. Termasuk yang dibawa Walisongo, yang dibawa Sunan Ampel, termasuk Raden Asmoro ayahanda Sunan Ampel, termasuk Sunan Kalijogo, termasuk Sunan Gunung Jati. Semua ini adalah ulama-ulama pelopor yang masuk ke Indonesia, yang membawa syariat Islam Ahlussunah wal Jama’ah.
Kira-kira tahun 1920, waktu saya ada di Bangkalan (Madura), di pondok Kyai Kholil. Kira-kira tahun 1920, Kyai Muntaha Jengkebuan menantu Kyai Kholil, mengundang tamu para ulama dari seluruh Indonesia. Secara bersamaan tidak dengan berjanji datang bersama, sejumlah sekitar 66 ulama dari seluruh Indonesia.
Masing-masing ulama melaporkan: “Bagaimana Kyai Muntaha, tolong sampaikan kepada Kyai Kholil, saya tidak berani menyampaikannya. ini semua sudah berniat untuk sowan kepada Hadhratus Syaikh. Ini tidak ada yang berani kalau bukan Anda yang menyampaikannya.”
Kyai Muntaha berkata: “Apa keperluannya?”
“Begini, sekarang ini mulai ada kelompok-kelompok yang sangat tidak senang dengan ulama Salaf, tidak senang dengan kitab-kitab ulama Salaf. Yang diikuti hanya al-Quran dan Hadits saja. Yang lain tidak perlu diikuti. Bagaimana pendapat pelopor-pelopor Walisongo karena ini yang sudah berjalan di Indonesia. Sebab rupanya kelompok ini melalui kekuasaan pemerintah Jajahan, Hindia Belanda. Tolong disampaikan pada Kyai Kholil.”
Sebelum para tamu sampai ke kediaman Kyai Kholil dan masih berada di Jengkuban, Kyai Kholil menyuruh Kyai Nasib: “Nasib, ke sini! Bilang kepada Muntaha, di al-Quran sudah ada, sudah cukup:
(يُرِيدُونَ أَن يُطْفِؤُواْ نُورَ اللّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّهُ إِلاَّ أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ﴿٣٢
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. at-Taubat ayat 32)
Jadi kalau sudah dikehendaki oleh Allah Ta’ala, maka kehendakNya yang akan terjadi, tidak akan gagal. Bilang ya kepada Muntaha.”
Jadi para tamu belum sowan sudah dijawab oleh Kyai (Kholil). Ini karomah saudara, belum datang sudah dijawab keperluannya. Jadi para ulama tidak menyampaikan apa-apa, Cuma bersalaman. “Saya puas sekarang” kata Kyai Muntaha. Jadi saya belum sowan, sudah dijawab hajat saya ini.
Tahun 1921-1922 ada musyawarah di Kawatan (Surabaya) di rumah Kyai Mas Alwi. Ulama-ulama berkumpul sebanyak 46, bukan 66. Tapi hanya seluruh Jawa, bermusyawarah termasuk Abah saya (KH. Syamsul Arifin), termasuk Kyai Sidogiri, termasuk Kyai Hasan almarhum, Genggong, membahas masalah ini.
Seperti apa, seperti apa? Dari Barat Kyai Asnawi Qudus, Ulama-ulama Jombang semua, Kyai Thohir. para Kyai berkata: “Tidak ada jadinya, tidak ada kesimpulan.” Sampai tahun 1923, kata Kyai satu: “Mendirikan Jamiyah (organisasi)”, kata yang lain: “Syarikat Islam ini saja diperkuat.” Kata yang lain: “Organisasi yang sudah ada saja.”
Belum ada NU. (Sementara) yang lain sudah merajalela. Tabarruk-tabarruk sudah tidak boleh. Orang minta berkah ke Ampel sudah tidak boleh. Minta syafaat ke nenek moyang sudah tidak boleh. Ini sudah tidak dikehendaki. Sudah ditolak semua oleh kelompok-kelompok tadi. Seperti apa bawaan ini.
Kemudian ada satu ulama yang matur (menghadap) sama Kyai: “Kyai, saya menemukan satu sejarah tulisan Sunan Ampel. Beliau menulis seperti ini (Kyai As’ad berkata: “Kalau tidak salah ini kertas tebal. Saya masih kanak-kanak. Belum dewasa hanya mendengarkan saja”): “Waktu saya (Sunan Ampel Raden Rahmatullah) mengaji ke paman saya di Madinah, saya pernah pernah bermimpi bertemu Rasulullah, seraya berkata kepada saya (Raden Rahmat): “Islam Ahlussunah wal Jama’ah ini bawa hijrah ke Indonesia. Karena di tempat kelahirannya ini sudah tidak mampu melaksanakan Syariat Islam Ahlussunah wal Jama’ah. Bawa ke Indonesia.”
Jadi di Arab sudah tidak mampu melaksanakan syariat Islam Ahlussunah wal Jama’ah. Pada zaman Maulana Ahmad, belum ada istilah Wahabi, belum ada istilah apa-apa. Ulama-ulama Indonesia ditugasi melakukan wasiat ini.
Kesimpulannya mari Istikharah. Jadi ulama berempat ini melakukannya. Ada yang ke Sunan Ampel. Ada yang ke Sunan Giri. Dan ke sunan-sunan yang lain. Paling tidak 40 hari. Ada 4 orang yang ditugasi ke Madinah.
Akhirnya, tahun 1923 semua berkumpul, sama-sama melaporkan. Hasil laporan ini tidak tahu siapa yang memegang. Apa Kyai Wahab, apa Kyai Bisri. Insya Allah ada laporan lengkapnya. Dulu saya pernah minta sama Gus Abdurrahman dan Gus Yusuf supaya dicari.
Sesudah tidak menemukan kesimpulan, tahun 1924, Kyai (Kholil) memanggil saya. Ya saya ini. Saya tidak bercerita orang lain. Saya sendiri. Saya dipanggil: “As’ad, ke sini kamu!”
Asalnya saya ini mengaji di pagi hari, dimarahi oleh kyai, karena saya tidak bisa mengucapkan huruf Ra’. Saya ini pelat (cadal). “Arrahman Arrahim…”
Kyai marah: “Bagaimana kamu membaca al-Quran kok seperti ini? Disengaja apa tidak?!”
“Saya tidak sengaja Kyai. Saya ini pelat.”
Kyai kemudian keluar (Kyai Kholil melakukan sesuatu). Kemudian esok harinya pelat saya ini hilang. Ini salah satu kekeramatan Kyai yang diberikan kepada saya.
Kedua, saya dipanggil lagi: “Mana yang cedal itu? Sudah sembuh cedalnya?”
“Sudah Kyai.”
“Ke sini. Besok kamu pergi ke Hasyim Asy’ari Jombang. Tahu rumahnya?”
“Tahu.”
“Kok tahu? Pernah mondok di sana?”
“Tidak. Pernah sowan.”
“Tongkat ini antarkan, berikan pada Hasyim. Ini tongkat kasihkan.”
“Ya, kyai.”
“Kamu punya uang?”
“Tidak punya, kyai.”
“Ini.”
Saya diberikan uang Ringgit, uang perak yang bulat. Saya letakkan di kantong. Tidak saya pakai. Sampai sekarang masih ada. Tidak beranak, tapi berbuah (berkah). Beranaknya tidak ada. Kalau buahnya banyak. Saya simpan. Ini berkah. Ini buahnya.
Setelah keesokan harinya saya mau berangkat, saya dipanggil lagi: “Ke sini kamu! Ada ongkosnya?”
“Ada kyai.”
“Tidak makan kamu? Tidak merokok kamu? Kamu kan suka merokok?”
Saya dikasih lagi 1 Ringgit bulat. Saya simpan lagi. Saya sudah punya 5 Rupiah. Uang ini tidak saya apa-apakan. Masih ada sampai sekarang. Kyai keluar: “Ini (tongkat) kasihkan ya, (Kyai Kholil membaca QS. Thaha ayat 17-21):
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى ﴿١٧﴾ قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى ﴿١٨﴾ قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى ﴿١٩﴾ فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى ﴿٢٠﴾ قَالَ خُذْهَا وَلَا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الْأُولَى ﴿٢١
“Apakah itu yang di tangan kananmu hai Musa? Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku berpegangan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.”
Karena saya ini namanya masih muda. Masih gagah. Sekarang saja sudah keriput. Gagah pakai tongkat dilihat terus sama orang-orang. Kata orang Arab Ampel: “Orang ini gila. Muda pegang tongkat.”
Ada yang lain bilang: “Ini wali.”
Wah macam-macam perkataan orang. Ada yang bilang gila, ada yang bilang wali. Saya tidak mau tahu, saya hanya disuruh Kyai. Wali atau tidak, gila atau tidak terserah kamu.
Saya terus berjalan. Saya terus diolok-olok, gila. Karena masih muda pakai tongkat. Jadi perkataan orang tidak bisa diikuti. Rusak semua, yang menghina terlalu parah. Yang memuji juga keterlaluan. Wali itu, kok tahu? Jadi ini ujian. Saya diuji oleh Kyai. Saya terus jalan.
Sampai di Tebuireng, (Kyai Hasyim bertanya): “Siapa ini?”
“Saya, Kyai.”
“Anak mana?”
“Dari Madura, Kyai.”
“Siapa namanya?”
“As’ad.”
“Anaknya siapa?”
“Anaknya Maimunah dan Syamsul Arifin.”
“Anaknya Maimunah kamu?”
“Ya, Kyai”
“Keponakanku kamu, Nak. Ada apa?”
“Begini Kyai, saya disuruh Kyai (Kholil) untuk mengantar tongkat.”
“Tongkat apa?”
“Ini, Kyai.”
“Sebentar, sebentar…”
Ini orang yang sadar. Kyai ini pintar. Sadar, hadziq (cerdas). “Bagaimana ceritanya?”
Tongkat ini tidak langsung diambil. Tapi ditanya dulu mengapa saya diberi tongkat. Saya menyampaikan ayat:
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى ﴿١٧﴾ قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى ﴿١٨﴾ قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى ﴿١٩﴾ فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى ﴿٢٠﴾ قَالَ خُذْهَا وَلَا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الْأُولَى ﴿٢١
“Apakah itu yang di tangan kananmu hai Musa? Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku berpegangan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.”
“Alhamdulillah, Nak. Saya ingin mendirikan Jam’iyah Ulama. Saya teruskan kalau begini. Tongkat ini tongkat Nabi Musa yang diberikan Kyai Kholil kepada saya.”
Inilah rencana mendirikan Jam’iyah Ulama. Belum ada Nahdlatul Ulama. Apa katanya? Saya belum pernah mendengar kabar berdirinya Jam’iyah Ulama. Saya tidak mengerti.
Setelah itu saya mau pulang. “Mau pulang kamu?”
“Ya, Kyai.”
“Cukup uang sakunya?”
“Cukup, Kyai.”
“Saya cukup didoakan saja, Kyai.”
“Ya, mari. Haturkan sama Kyai, bahwa rencana saya untuk mendirikan Jam’iyah Ulama akan diteruskan.”
Inilah asalnya Jam’iyatul Ulama.
Tahun 1924 akhir, saya dipanggil lagi oleh Kyai Kholil: “As’ad, ke sini! Kamu tidak lupa rumahnya Hasyim?”
“Tidak, Kyai.”
“Hasyim Asy’ari?”
“Ya, Kyai.”
“Di mana rumahnya.”
“Tebuireng.”
“Dari mana asalnya?”
“Dari Keras (Jombang). Putranya Kyai Asy’ari Keras.”
“Ya, benar. Di mana Keras?”
“Di baratnya Seblak.”
“Ya, kok tahu kamu?”
“Ya, Kyai.”
“Ini tasbih antarkan.”
“Ya, Kyai.”
Kemudian diberi uang 1 Ringgit dan rokok. Saya kumpulkan. Semuanya menjadi 3 Ringgit dengan yang dulu. Tidak ada yang saya pakai. Saya ingin tahu buahnya.
Terus, pagi hari Kyai keluar dari Langgar: “Ke sini, makan dulu!”
“Tidak, Kyai. Sudah minum wedang dan jajan,”
“Dari mana kamu dapat?”
“Saya beli di jalan, Kyai”
“Jangan membeli di jalan! Jangan makan di jalan! Santri kok makan di jalan?”
“Ya, Kyai.”
Saya makan di jalan dimarahami. Santri kok menjual harga dirinya? Akhirnya saya ditanya: “Cukup itu?”
“Cukup, Kyai.”
“Tidak!”
Diberi lagi oleh Kyai. Dikasih lagi 1 Ringgit. Saya simpan lagi. Kemudian tasbih itu dipegang ujungnya: “Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar.” Jadi Ya Jabbar 1 kali putaran tasbih. Ya Qahhar 1 kali putaran tasbih. Saya disuruh dzikir.
“Ini.”
Disuruh ambil. Saya tengadahkan leher saya. “Kok leher?”
“Ya, Kyai. Tolong diletakkan di leher saya supaya tidak terjatuh.”
“Ya, kalau begitu.”
Jadi saya berkalung tasbih. Masih muda berkalung tasbih. Saya berjalan lagi, bertemu kembali dengan yang membicarakan saya dulu: “Ini orang yang megang tongkat itu? Wah.. Hadza majnun.” Ada yang bilang “wali”, ya seperti tadi. Jadi saya tidak menjawab. Saya tidak bicara kalau belum bertemu Kyai. Saya berpuasa. Saya tidak bicara, tidak makan, tidak merokok, karena amanatnya Kyai. Saya tidak berani berbuat apa-apa. Sebagaimana kepada Rasulullah, ini kepada guru. Saya tidak berani. Saya berpuasa. Saya tidak makan, tidak minum tidak merokok. Tidak terpakai uang saya.
Ada yang narik: “Karcis! karcis!”
Saya tidak ditanya. Saya pikir ini karena tasbih dan tongkat. Saya pura-pura tidur karena tidak punya karcis. Jadi selama perjalanan 2 kali saya tidak pernah membeli karcis. Mungkin karena tidak melihat saya. Ini sudah jelas keramatnya Kyai. Jadi Auliya’ itu punya karomah. Saya semakin yakin dengan karomah. Saya semakin yakin.
Saya lalu sampai di Tebuireng, Kyai (Hasyim) tanya: “Apa itu?”
“Saya mengantarkan tasbih.”
“Masya Allah, Masya Allah. Saya diperhatikan betul oleh guru saya. Mana tasbihnya?”
“Ini, Kyai.” (dengan menjulurkan leher).
“Lho?”
“Ini, Kyai. Tasbih ini dikalungkan oleh Kyai ke leher saya, sampai sekarang saya tidak memegangnya. Saya takut su’ul adab (tidak sopan) kepada guru. Sebab tasbih ini untuk Anda. Saya tidak akan berbuat apa-apa terhadap barang milik Anda.”
Kemudian diambil oleh Kyai: “Apa kata Kyai?”
“Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar.”
“Siapa yang berani pada NU akan hancur. Siapa yang berani pada ulama akan hancur.” Ini dawuhnya.
Pada tahun 1925, Kyai Kholil wafat tanggal 29 Ramadhan. Banyak orang berserakan. Akhirnya pada tahun 1926 bulan Rajab diresmikan Jam’iyatul Ulama. Ini sudah dibuat, organisasi sudah disusun. Termasuk yang menyusun adalah Kyai Dahlan dari Nganjuk, yang membuat anggaran dasar. Kemudian para ulama sidang lagi untuk mengutus kepada Gubernur Jenderal. Ya, seperti itulah yang dapat saya ceritakan.

Tuesday, August 9, 2016

Waktu Setelah Allah Menciptakan Akal

Waktu setelah Allah subhanahu wata'a menciptakan akal.......

ALLAH SWT berfirman kepadanya: wahai akal, menghadaplah kesini, AKU bertanya kepadamu, AKU siapa dan kamu siapa?
Sami'na ya Allah, aku adalah hambamu dan ENGKAU adalah TUHAN-ku. jawab akal.
Berbeda dengan nafsu, setelah Allah subhanahu wata'ala menciptakan nafsu. berfirmn Allah kepada-nya: wahai nafsu, AKU siapa dan kamu siapa?
ana ana wa anta anta. Aku adalah aku dan ENGKAU adalah engkau. Jawab nafsu.
Kemudian nafsu disiksa, dimasukkan neraka jahannam selama seratus tahun. Setelah itu ditanya lagi. wahai nafsu, man ana wa man anta. AKU siapa dan aku siapa?
ana ana wa anta anta. Aku adalah aku dan ENGKAU adalah engkau. jawab nafsu.
Kemudian dimasukkan nafsu kepada naar al-juu' (neraka lapar) selama seratus tahun. setelah itu ditanya lagi: wahai nafsu man ana wa man anta? ana 'abduka wa anta rabbii. aku adalah hambamu dan ENGKAU adalah TUHAN-ku
Demikian lah kenapa manusia yang nafsu-nya liar, diperlukan puasa, supaya dapat menerima selainnya -bahkan tuhan-nya sendiri- Dalam Burdah dijelasakan:
مَنْ لِي بِرَدِّ جِمَاحٍ مِنْ غَوَايَتِهَا ۞ كَمَا يُرَدُّ جِمَاحُ الَخَيْلِ بِاللُّجُمِ
Siapakah gerangan? Sanggup mengendalikan nafsuku dari kesesatan Sebagaimana kuda liar yang terkendalikan dengan tali kekangan
فَلاَ تَرُمْ بِالْمَعَاصِيْ كَسْرَ شَهْوَتِهَا ۞ إِنّ الطَّعَامَ يُقَوِّيْ شَهْوَةَ النَّهِمِ
Jangan kau berharap, dapat mematahkan nafsu dengan maksiat. Karena makanan justru bisa perkuat bagi si rakus makanan lezat.
Semoga bermanfaat.

Makna Kata "Diam"

DIAM................


Imam al-Syafi'i dalam Diwan (antologi/kumpulan) puisinya mengatakan:

Mereka bilang : "kau diam saja, saat kau dihinakan"

Aku jawab: "membalasnya menjadi pintu keburukan". 


Diam atas ucapan orang dungu, dan pendek akal, adalah kemuliaan
Dan kehormatan diri terjaga


Adakah kau melihat

Singa menakutkan saat diam

Dan anjing yang menggonggong mudahlah diusir

قالوا سكت وقد خوصمت فقلت لهم
ان الجواب لباب الشر مفتاح
الصمت عن جاهل او احمق شرف
وفيه ايضا لصون العرض اصلاح
الا ترى الاسد تخشى وهى صامتة
والكلب يخسى لعمرى وهو نباح