Saturday, July 30, 2016

FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-66)

KAJIAN KITAB:
FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-66)

[Menyingkap Rahasia Ilahi]
Mutiara karya Syeikh Abdul Qodir Al-Jailany ra
Janganlah berkata,:
“Aku tidak meminta apa-apa kepada Allah. Sebab, jika perkara yang aku minta itu telah ditentukan untukku, maka ia pasti datang kepadaku, baik aku memintanya maupun tidak.
Jika perkara itu tidak ditetapkan untukku, maka perkara itu tidak akan aku dapatkan, sekalipun aku meminta kepada-Nya.”
Jangan ! Jangan berkata demikian.
Hendaklah kamu berdoa dan memohon kepada Allah apa saja yang kamu kehendaki dan kamu perlukan, berupa perkara-perkara yang baik di dunia ini dan di akhirat kelak.
Tetapi, janganlah kamu meminta perkara yang haram dan membahayakan kamu.
Hal ini karena Allah telah menyuruh kita untuk memohon kepada-Nya.
Allah berfirman, :
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan memperkenankan doamu.” (QS 40:60).
Dan firman-Nya,:
“… dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya …” (QS 4:32).
Nabi Muhammad SAW, pernah bersabda, :
“Mohonlah kepada Allah dengan sepenuh keyakinanmu bahwa permohonanmu itu akan diterima oleh Allah.”
Beliau juga bersabda, :
“Berdoalah kepada Allah dengan menengadahkan telapak tanganmu.”
Masih banyak lagi sabda-sabda beliau yang senada dengan itu.
Janganlah kamu berkata,:
“Sesungguhnya aku telah memohon kepada Allah, namun Dia tidak memperkenankan permohonanku.
Maka, sekarang aku tidak mau lagi memohon kepada-Nya.”
Janganlah berkata demikian.
Teruslah berdoa kepada Allah. Jika suatu perkara itu telah ditetapkan untukmu, maka perkara itu akan kamu terima setelah kamu meminta kepada-Nya.
Ini akan memperkokoh keimananmu dan keyakinanmu kepada Allah serta kesadaranmu akan keesaan-Nya.
Ini juga akan melatih kamu untuk senantiasa memohon kepada Allah dan bukannya kepada selain Dia di dalam setiap waktu dan keadaan, serta memperkuat kepercayaanmu bahwa permohonanmu itu akan dikabulkan oleh Allah Yang Maha Pemurah.
Jika suatu perkara itu tidak diperuntukkan kepadamu, maka Allah akan memberikan perasaan cukup (Self-sufficiency) kepadamu di dalam perkara itu dan memberikan rasa gembira berada di sisi Allah Yang Maha Gagah lagi Maha Perkasa,
meskipun kamu miskin. Jika kamu berada dalam keadaan kemiskinan dan sakit, maka Allah akan membuatmu gembira dengan keadaan itu.
Jika kamu berhutang, maka Allah akan melunakkan hati orang yang memberikan hutang kepadamu itu, sehingga ia tidak mengerasimu supaya membayar dengan segera, bahkan orang itu akan memberi tempo yang lama, atau mengurungkan pembayarannya, dan atau menghapus hutang itu.
Jika pembayaran itu tidak dikurangi atau tidak dihapuskannya di dunia ini, maka Allah akan memberikan ganjaran kepadamu di akhirat kelak sebagai ganti apa yang tidak diberikan-Nya kepadamu saat kamu memohon kepada-Nya di dunia, karena Allah itu Maha Pemurah dan tidak menghendaki balasan apa-apa.
Oleh karena itu, Allah tidak akan menyia-nyiakan permohonan orang yang memohon kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat kelak. Walau bagaimanapun, ia akan tetap mendapatkan apa yang dimohonnya. Jika tidak di dunia ini, maka di akhirat kelak ia akan mendapatkannya jua.
Nabi SAW pernah mengatakan bahwa di hari perhitungan kelak, si mu’min akan melihat di dalam catatan-catatan perbuatannya beberapa perbuatan baik yang tidak ia laksanakan dan ia sendiri tidak menyadarinya. Ia akan ditanya,L
“Kenalkah kamu kepada perbuatan itu ?”
ia menjawab, “Aku tidak tahu dari mana datangnya ini ?”
Maka dikatakan kepadanya, :“Sesungguhnya ini adalah balasan doamu yang kamu lakukan di dunia dahulu, dan ini karena di dalam kamu berdoa kepada Allah itu kamu ingat kepada-Nya dan mengakui keesaan-Nya,
meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya, memberi seseorang apa yang pantas diberikan kepadanya, tidak mengatakan bahwa daya dan upaya itu datang dari dirimu sendiri dan membuang kebanggaan dan kesombongan. Semua itu adalah perbuatan yang baik dan semua itu memiliki balasannya di sisi Allah Yang Maha Gagah lagi Maha Agung.”
المقالة السادسة والستون المقالة السادسة والستون
فـي الأمـر بـالـدعـاء و الـنـهـى عـن تـركـه
قـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه : لا تقل لا أدعو الله، فإن كان ما أسأله مقسوماً فسيأتي إن سألته أو لم أسأله، و إن كان غير مقسوم فلا يعطيني بسؤال، بل اسأله عزَّ و جلَّ جميع ما تريد و تحتاج إليه من خير الدنيا و الآخرة ما لم يكن فيه محرم و مفسدة لأن الله تعالى أمر بالسؤال له و حث عليه. قال تعالى : ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ{.غافر60. و قال عزَّ و جلَّ : وَلاَ تَتَمَنَّوْاْ مَا فَضَّلَ اللّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ وَاسْأَلُواْ اللّهَ مِن فَضْلِهِ.النساء32. قال النبي صلى الله عليه وسلم : ( اسألوا الله و أنتم موقنون بالإجابة ) و قال صلى الله عليه وسلم : ( اسألوا الله ببطون أكفكم ) و غير ذلك من الأخبار. و لا تقل إني أسأله فلا يعطيني فإذا لا أسأله، بل دم على دعائه، فإن كان ذلك مقسوماً ساقه إليك بعد أن تسأله، فيزيد ذلك إيماناً و يقيناً و توحيداً و ترك سؤال الخلق و الرجوع إليه في جميع أحوالك و إنزال حوائجك به عزَّ و جلَّ ، و إن لم يكن مقسوماً لك أعطاك الغناء عنه و الرضا عنه عزَّ و جلَّ بالقصص. فإن كان فقراً أو مرضاً أرضاك بهما و إن كان ديناً قلب الدائن من سوء المطالبة إلى الرفق و التأخير و التسهيل إلى حين ميسرتك أو إسقاطه عنك أو نقصه، فإن لم يسقط و لم يترك منه في الدنيا أعطاك عزَّ و جلَّ ثواباً جزيلاً ما لم يعطك بسؤالك في الدنيا، لأنه كريم غنى رحيم، فلا يخيب سائله في الدنيا و الآخرة فلابد من فائدة، و نائلة إما عاجلاً و إما آجلاً فقد جاء في الحديث: ( المؤمن يرى في صحيفته يوم القيامة حسنات لم يعملها و لم يدر بها فيقال له أتعرفها ؟ فيقول ما أعرفها من أين لي هذه ؟ فيقال له إنها بدل مسألتك التي سألتها في دار الدنيا ) و ذلك أنه بسؤال الله عزَّ و جلَّ يكون ذاكراً الله و موحداً و واضع الشئ في موضعه، و معطي الحق أهله، و متبرئاً من حوله و قوته، و تاركاً للتكبر و التعظيم و الأنفة، و جميع ذلك أعمال صالحة ثوابها عند الله عزَّ و جلَّ.
والله أعلم

Kata Mutiara : MAULANA AL HABIB MUHAMMAD LUTHFI BIN ALI BIN YAHYA





"Majelis ini diwarnai dengan cahaya, yaitu cahaya lailahaillalloh dan cahaya sayyiduna Muhammadurrasulullah. Cahaya itu telah menyatukan kita mesti dari berbagai negara"
"Bela negara hendaknya tidak disalahpahami mengangkat senjata. Bela negara adalah memberikan yang terbaik utk bangsa dan menjaga persatuan umat"
"Setiap bangsa punya lambang harga dirinya dan lambang itu adalah bendera. Kami menghormati bendera bukan menghormati secarik kain. Kami menghormati krn ia simbol harga diri bangsa. Simbol perjuangan syuhada. Kalau melihat bendera, tanyakan pd diri sendiri, apakah yg sudah saya berikan pada bangsa negara?"
"Intinya adalah bersatu dan bersamanya TNI Polri dan ulama. Apabila mrk duduk bersama seperti saat ini dan turun bersama ke masyarakat untuk memberi contoh apa yg dimaksut dari bela negara, maka negara akan maju."
-- Khutbah Iftitah
MAULANA AL HABIB MUHAMMAD LUTHFI BIN ALI BIN YAHYA, Rais Aam Jam'iyyah Ahlit Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyah, dalam Pembukaan Konferensi Internasional Bela Negara, Pekalongan, 27 Juli 2016, di hadapan 1500 Ulama Thariqah dan perwakilan Ulama dari 59 Negara di Dunia --

Kata Mutiara : SYAIKH USAMAH ABDURRAZZAQ AR-RIFA'I, LIBANON




"Saya tidak tahan dengan perpecahan yang ada di Lebanon. Banyak buku yg diterbitkan mengurusi khilafiah sehingga memecah belah umat"
"Tidak setiap orang bisa membuat fatwa"
"Hati-hatilah dengan dai yang baru. Menjadi dai harus menguasai keilmuan yang memadai"
"Kalau ada dai bicara sembarangan, tanyalah siapa gurunya"
"Janganlah menganggap sesat ahli tasauf. Karena mengangat sesat mereka adalah menganggap sesat ahlu ibadah"
"Kita tidak bisa mengatakan: saya tidak perlu madhab. Saya berpegang pada Rasululloh saja. Tidak bisa berkata seperti itu karena kita bisa mengetahui Rasululloh hanya dari para ulama"
"Belajar dari pengalaman: Banyaknya pemahaman salah yang memecah belah, hendaknya kita tidak diam"
"Kalau sudah pecah belah habislah bangsa"
"Perbedaan adalah keniscayaan; dan harus ditoleransi. Tapi bukan perbedaan yg memecah belah. Perbedaan yang membawa kehancuran"
"Saya pernah bertanya. Mengapa kamu tidak ke masjid. Dia jawab: saya takut kalau saya ke masjid, saya disalahkan dan dibuat kaku ibadah saya". " Ada yang jawab: saya takut diinjak kaki saya.
"Rapatkan kaki kalian makna sebenarnya hadis tersebut adalah rapatkan hati kalian. Karena di Lebanon rapat kaki tapi masih mengganggu saudaranya. Kaki rapat sekalipun setan bisa menggoda dari sisi yang lain. Jadi maksud rapat kaki adalah rapatkan hati kalian"
"Hindarilah memberi stigma pd yang lain agar bangsa tetap damai"
"Kalau sudah pecah belah, habislah bangsa"
"Mari mendekat pada Rasululloh. Para sahabat berkata: ketika kami melihat Rasululloh, kami menjadi mudah saling memaafkan"
-- SYAIKH USAMAH ABDURRAZZAQ AR-RIFA'I, LIBANON, Dalam Konferensi Internasional Bela Negara, Pekalongan, 27 Juli 2016 --

Kata Mutiara : Syaikh Musthafa Abu Shway dari Palestina (kanan) dan Dr. Othman Shibly dari Amerika Serikat (kiri)






"Umat Islam menjadi pelopor dalam meletakkan asas kebangsaan, yakni ketika Rasulullah mengakui peran umat Yahudi dan Nasrani di Madinah sebagai satu bangsa, bersama-sama dengan umat Islam. Maka kita pahami bahwa peradaban Islam sangat terbuka bagi seluruh umat manusia. Kita harus menegaskan bahwa kaum muslimin adalah umat yang penuh kebaikan, kedamaian, kasih sayang, yang diperuntukkan bagi seluruh manusia, binatang, dan tumbuhan. Maka kita juga akan intensif melakukan dialog tidak hanya dengan yang sesama pemahaman, tetapi juga terbuka dengan pihak-pihak lain. Keyakinan kita bahwa agama yang kita anut adalah agama yang benar, tidak kemudian memungkiri eksistensi agama lain, sehingga tidak menjadikan kita mudah menumpahkan darah umat yang lain."
[Syaikh Musthafa Abu Shway dari Palestina (kanan) dan Dr. Othman Shibly dari Amerika Serikat (kiri), dalam Konferensi Internasional Bela Negara hari pertama sesi kedua di Hotel Santika, Pekalongan]

FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-67)

KAJIAN KITAB:

FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-67)
[Menyingkap Rahasia Ilahi]
Mutiara karya Syeikh Abdul Qodir Al-Jailany ra
Apabila kamu telah dapat membunuh dan mematikan dirimu, maka Allah akan menghidupkannya kembali, ia akan melawan lagi dan minta dipuaskan hawa nafsunya serta menikmati perkara-perkara yang haram dan yang diperbolehkan.
Oleh karena itu, kamu masih perlu berjuang lagi dan mengawasi diri kamu itu. Dengan demikian, balasan akan dituliskan untukmu dalam setiap kali kamu berjuang.
Inilah yang disabdakan oleh Nabi SAW, :
“Kita baru saja kembali dari jihad yang kecil (perang melawan orang-orang kafir) dan masuk kepada jihad yang besar (melawan hawa nafsu).”
Jihad besar ini ialah berjuang melawan hawa nafsu diri sendiri yang tiada putus-putusnya, berjuang melawan kehendak dan keinginan untuk melakukan dosa dan maksiat.
Inilah yang dimaksudkan oleh Allah di dalam firman-Nya,:
“… dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (QS 15:99)
Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya supaya menyembah Dia saja. Ini memerlukan perlawanan terhadap ego atau diri beserta kehendak dan kemauannya yang selalu bertentangan dengan kehendak Allah. Demikianlah, perjuangan itu selalu ada sampai datang ajal.
Jika ada pertanyaan, :
“Bagaimana Nabi bisa kurang berkhidmat kepada Allah, sedangkan ia tidak mempunyai keinginan dan meluluhkan hawa nafsu badaniah ?
dan Allah berfirman,
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS 53:3-4)”
Jawabannya ialah :
bahwa Allah menyatakan ini kepada Rasul-Nya dimaksudkan untuk mengiyakan atau menekankan perkara ini, agar menjadi ikutan bagi seluruh umatnya di sepanjang masa.
Allah Yang Maha Agung memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya untuk mengontrol dirinya dan tidak bersusah payah lagi beliau melawan diri atau egonya sendiri, dan ini membedakan beliau dari para pengikutnya.
Apabila si mu’min terus berjuang melawan dirinya sampai akhir hayatnya, maka Allah akan memberinya surga,
sebagaimana firman-Nya ini, “Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (QS 79:41)
Apabila Allah telah memasukkan dia ke dalam surga itu, maka jadilah surga itu sebagai tempat beristirahatnya yang kekal dan abadi. Ia tidak akan dipindahkan ke tempat lain atau ke dunia lagi. Dari masa ke masa, semakin bertambah banyak dan baiklah karunia Allah yang diterimanya, ini juga kekal dan tidak ada putus-putusnya, sebagaimana ia berjuang melawan hawa nafsunya di dunia ini dengan tiada henti-hentinya.
Tetapi, orang-orang yang kafir dan munafik serta orang-orang yang berbuat dosa dan maksiat, bila mereka berhenti melawan diri mereka sendiri dan keinginan mereka terhadap dunia ini, mereka mengikuti iblis dan setan, bercampur baur dengan berbagai kekufuran dan syirik, dan bergelimang dosa dan noda sampai nyawa mereka bercerai dengan badan mereka, tanpa masuk Islam dan bertobat,
maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka yang penuh dengan azab dan siksa,
sebagaimana firman Allah,:
“Maka jika kamu tidak dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS 2:24)
Allah menjadikan neraka sebagai tempat tinggal mereka. Di situ, kulit, tulang dan daging mereka akan dibakar hangus oleh api neraka. Kemudian, kulit, tulang dan daging mereka itu akan diganti dengan yang baru, yang akan dibakar lagi.
Allah SWT berfirman, :
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lainnya, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS 4:56)
Allah berbuat demikian itu lantaran mereka telah bersatu dengan diri mereka sendiri dan dengan keinginan mereka terhadap dunia di dalam perkara berbuat dosa.
Oleh karena itu, kulit dan daging mereka terus-menerus hangus terbakar, kemudian diganti dengan yang baru, setelah itu dibakar lagi dan diganti lagi dengan yang baru. Demikianlah, dengan tidak ada putus-putusnya. Mereka senantiasa berada dalam azab dan siksa yang pedih.
Sebaliknya, para penghuni surga senantiasa menikmati karunia Allah yang baru, terus berganti baru dan bertambah-tambah dengan tidak ada putus-putusnya.
Dengan demikian, merekapun selalu bertambah syukur atas karunia Allah itu. Inilah balasan yang mereka dapati dari hasil perjuangannya yang tiada henti-hentinya di dunia dahulu, ketika mereka melawan kehendak dan keinginan hawa nafsu angkara murka mereka agar bersesuaian dengan kehendak Allah.
Inilah apa yang disabdakan oleh Nabi besar Muhammad SAW yang maksudnya kurang lebih, “Dunia ini ialah ladang akhirat.”
المقالة السابعة والستون
فـي جـهـاد الـنـفـس و تـفـصـيـل كـيـفـيـتـه
قـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه : كلما جاهدت نفسك و غلبتها و قتلتها بسيف المخالفة أحياها الله، و نازعتك و طلبت منك الشهوات و اللذات الجناح منها و المباح، لتعود إلى المجاهدة ليكتب لك ثواباً دائماً، و هو معنى قول النبي صلى الله عليه وسلم : ( رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر ) أراد مجاهدة النفس لدوامها و استمرارها على الشهوات و اللذات، و إنهماكها في المعاصي، و هو معنى قوله عزَّ و جلَّ :وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ.الحجر99. أمر الله عزَّ و جلَّ لنبيه صلى الله عليه وسلم بالعبادة و هي مخالفة النفس، لأن العبادة كلها تأباها النفس و تريد ضدها إلى أن يأتيه اليقين يعنى الموت.
فإن قيل : كيف تأبى نفس رسول الله صلى الله عليه وسلم العبادة و هو عليه والصلاة و السلام لا هوى له وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى * إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى.النجم3–4. فيقال أنه عزَّ و جلَّ خاطب نبيه صلى الله عليه وسلم ليتقرر به الشرع فيكون عاماً بين أمته إلى أن تقوم الساعة. ثم إن الله عزَّ و جلَّ أعطى نبيه عليه الصلاة و السلام القوة على النفس و الهوى، كيلا يضراه و يحوجاه إلى المجاهدة، بخلاف أمته، فإذا دام المؤمن على هذه المجاهدة إلى أن يأتيه الموت و يلحق بربه عزَّ و جلَّ بسيف مسلول ملطخ بدم النفس و الهوى أعطاه ما ضمن له من الجنة، لقوله عزَّ و جلَّ : وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى * فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى.النتزعات40–41. فإذا أدخله الجنة و جعلها داره و مقره و مصيره، أمن من التحويل عنها و الانتقال إلى غيرها و العودة إلى دار الدنيا جدد له كل يوم و كل ساعة من أنواع النعيم و تغير عليه أنواع الحال و الحلى إلى ما لا نهاية و لا غاية و لا نفاد، كما جدد في الدنيا كل يوم و كل ساعة و لحظة مجاهدة النفس و الهوى.
و أما الكافر و المنافق و العاصي لما تركوا مجاهدة النفس و الهوى في الدنيا و تابعوها، و وافقوا الشيطان تمرجوا في أنواع المعاصي من الكفر و الشرك و ما دونهما حتى أتاهم الموت من غير الإسلام و التوبة، أدخلهم الله النار التي أعدت للكافرين في قوله عزَّ و جلَّ : وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ.آل عمران131. فإذا أدخلهم فيها و جعلها مقرهم و صيرهم، فأحرقت جلودهم و لحومهم جدد لهم عزَّ و جلَّ جلوداً و لحوماً كما قال عزَّ و جلَّ : كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُوداً غَيْرَهَا.النساء56. يفعل عزَّ و جلَّ بهم ذلك كما وافقوا أنفسهم و أهواءهم في الدنيا في معاصيه عزَّ و جلَّ ، فأهل النار تجدد لهم كل وقت جلود و لحوم لإيصال العذاب و الآلام إليهم. و سبب ذلك مجاهدة النفس و عدم موافقتها في دار الدنيا و هذا معنى قول النبي صلى الله عليه وسلم : ( الدنيا مزرعة الآخرة ).
والله أعلم

FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-69)

KAJIAN KITAB:
FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-69)

[Menyingkap Rahasia Ilahi]
Mutiara karya Syeikh Abdul Qodir Al-Jailany ra
Janganlah meminta kepada Allah SWT selain ampunan atas segala dosa yang telah lalu, perlindungan dari segala dosa yang sekarang dan dosa yang akan datang, kekuatan untuk ta’at kepada Allah, kekuatan untuk dapat melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya, dapat rela dengan senang terhadap kesusahan dan ketentuan takdir-Nya, dapat sabar di dalam menghadapi malapetaka, dapat mensyukuri karunia-Nya, dapat mati di dalam keadaan iman dan baik serta dapat bersatu dengan golongan para Nabi, orang-orang besar, para syuhada dan orang-orang yang diridhai, karena inilah sebaik-baiknya rekan dan teman.
Janganlah kamu meminta kepada Allah perkara-perkara seperti dihindarkan dari kemiskinan dan kesusahan serta diberi kekayaan dan kesenangan.
Tetapi, hendaklah kamu meminta rasa senang dengan apa yang telah ditentukan-Nya dan meminta perlindungan yang kekal untuk berada di dalam suasana dan keadaan yang telah ditentukan-Nya untukmu sampai kamu dipindahkan ke lain suasana dan keadaan atau ke lain keadaan yang berlawanan.
Sebab, kamu tidak mengetahui letak kebaikan.
Di dalam kayakah atau miskinkah ?
Di dalam kesusahankah atau di dalam kesenangankah ?
Allah merahasiakan pengetahuan tentang itu kepada kamu.
Dia saja yang mengetahui baik buruknya sesuatu perkara.
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab berkata,:
“Keadaan yang aku lihat di pagi hari, tidak menjadi permasalahan bagiku, baik ia membawa apa yang aku sukai maupun tidak aku sukai, karena aku tidak tahu di mana letak kebaikan itu.”
Ia mengatakan itu, karena ia ridha dengan apa saja yang diperbuat Allah dan berpuas hati dengan ketentuan dan pilihan Allah untuknya.
Allah berfirman, :
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2:216).
Allah mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, sedangkan kamu tidak mengetahuinya.
Tetaplah tinggal dalam keadaan ini sampai keinginan hawa nafsumu musnah dan dirimu hancur, hina, dapat dikuasai dan ditaklukkan.
Setelah itu, tujuan, keinginanmu dan semua yang wujud akan keluar dari dalam hatimu dan tidak ada yang tinggal lagi di dalamnya, kecuali Allah saja.
Ketika itu, hatimu akan dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah, dan niatmu untuk mencapai-Nya akan menjadi ikhlas. Setelah itu, dengan perintah-Nya, maka tujuan dan kehendakmu akan dikembalikan lagi kepadamu untuk menikmati dunia ini dan akhirat.
Kemudian, semua ini akan kamu pinta dari Allah, dan kamu akan mencarinya di dalam kepatuhan kepada Allah dan bersesuaian dengan Allah SWT.
Jika Dia memberikan karunia kepadamu, maka kamu bersyukur dan jika Dia menarik kembali karunia itu, maka kamu pun tidak berkecil hati dan tidak pula menyalahkan Allah.
Jiwa dan pikiranmu akan tenang dan damai, karena kamu mencarinya bukan dengan keinginan dan hawa nafsumu, lantaran hati kamu telah kosong dari keinginan dan hawa nafsumu itu, dan kamu tidak melayani hasratmu terhadap perkara-perkara ini,
tetapi kamu semata-mata hanya mengikuti perintah Allah saja melalui doamu kepada-Nya.
Semoga ketentraman dan kedamaian dilimpahkan kepadamu.
المقالة التاسعة والستون
فـي الأمـر بـطـلـب الـمـغـفـرة و الـعـصـمـة
و الـتـوفـيـق و الـرضـا و الـصـبـر مـن الله تـعـالـى
قـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه : لا تطلبنّ من الله شيئاً سوى المغفرة للذنوب السابقة و العصمة منها في الأيام الآتية اللاحقة، و التوفيق لحُسن الطاعة، و امتثال الأمر و الرضا بمر القضاء، و الصبر على شدائد البلاء، و الشكر على جزيل النعماء و العطاء، ثم الوفاة بخاتمة الخير، و اللحوق بالأنبياء و الصديقين و الشهداء و الصالحين و حسن أولئك رفيقاً و لا تطلب منه الدنيا و لا كشف الفقر و البلاء إلى الغناء و العافية، بل الرضا بما قسم و دبر، و اسأله الحفظ الدائم على ما أقامك فيه و أحلك و ابتلاك، إلى أن ينقلك منه إلى غيره و ضده، لأنك لا تعلم الخير في أيهما، في الفقر أو في الغناء، في البلاء أو في العافية، طوى عنك علم الأشياء و تفرد هو عزّ و جلّ بمصالحها و مفاسدها.
فقد ورد عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه : لا أبالى على أي حال أصبح، على ما أكره أو على ما أحب، لأني لا أدرى الخير في أيهما. قال ذلك لحسن رضاه بتدبير الله عزّ و جلّ، و الطمأنينة على اختياره و قضائه. قال الله تعالى : }كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ{.البقرة216.
كن على هذا الحال إلى أن يزول هواك و تنكسر نفسك فتكون ذليلة مغلوبة تابعة ثم تزول إرادتك و أمانيك، و تخرج الأكوان من قلبك و لا يبقى في قلبك شئ سوى الله تعالى، فيمتلئ قلبك بحب الله تعالى، و تصدق إرادتك في طلبه عزّ و جلّ فيرد إليك الإرادة بأمره بطلب حظ من الحظوظ دنيوية و أخروية، فحينئذ تسأله عزّ و جلّ بذلك و تطلبه ممتثلاً لأمره، إن أعطاك شكرته و تلبست به، و إن منعك لم تتسخط عليه و لم تتغير عليه في باطنك و لا تتهمه في ذلك ببخل، لأنك لم تكن طلبته بهواك و إرادتك، لأنك فارغ القلب عن ذلك غير مريد له، بل ممتثلاً لأمره بالسؤال و السلام.
والله أعلم

FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-70)



KAJIAN KITAB:

FUTUHUL GHAIB (Risalah ke-70)
[Menyingkap Rahasia Ilahi]
Mutiara karya Syeikh Abdul Qodir Al-Jailany ra
Mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu sendiri, bangga dengan dirimu sendiri dan mengharapkan ganjaran sambil mengatakan bahwa semua ini adalah karena kekuatan yang dikaruniakan Allah kepadamu, pertolongan-Nya dan idzin-Nya ?
Jika kamu bisa mengelakkan dosa dan noda, maka hal itu adalah karena pertolongan dan perlindungan Allah. Mengapa pula kamu tidak bersyukur kepada Allah atas pertolongan dan perlindungan-Nya ?
Dan mengapa pula kamu tidak menyadari bahwa kebiasaanmu menghindarkan dosa itu adalah karena karunia dan rahmat Allah ? Mengapa kamu bangga dengan sesuatu yang bukan kepunyaanmu sendiri ?
Apabila kamu tidak mampu membunuh musuhmu tanpa pertolongan orang yang lebih gagah daripada kamu yang dapat membunuh musuhmu itu, yang kamu hanya menyelesaikan pembunuhan itu saja dan yang jika tanpa pertolongan orang yang gagah itu kamu pasti kalah, maka mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu itu ?
Apabila kamu tidak dapat membelanjakan uangmu sendiri, kecuali jika ada seseorang yang pemurah, yang benar dan bisa diharapkan dapat menjaminmu dengan mengatakan bahwa seluruh uang yang kamu belanjakan itu akan digantinya, kamu baru berani membelanjakan uangmu itu, maka mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu itu ?
Cara yang baik bagimu ialah bersyukur dan memuji penolongmu itu, yaitu Allah SWT.
Pujilah selalu Allah. Segala kejayaanmu itu adalah dari Allah jua.
Janganlah kamu mengatakan bahwa kejayaan itu dari dirimu sendiri, kecuali perkara dosa dan maksiat.
Perkara dosa dan maksiat ini hendaklah kamu katakan datang dari dirimu sendiri. Diri itulah yang patut kamu salahkan, karena di situlah terletak kesalahan dan kejahatan.
Allah-lah yang menciptakan perbuatan dan tingkah lakumu itu, sedangkan kamu hanya tinggal menjalankan saja.
Itulah sebabnya, ada orang-orang yang bijak di dalam ilmu ketuhanan berkata,:
“Perbuatan itu akan datang dan kamu tidak akan dapat lari darinya.”
Nabi Muhammad SAW bersabda tentang hal ini,:
“Perbuatlah perbuatan yang baik, dekatilah Allah dan perbaikilah dirimu.
Sebab, setiap orang itu dimudahkan untuk mendapatkan apa yang telah diciptakan untuknya.”
Wallohu a'lam
المقالة السبعون
فـي الـشــكـر و الاعـتـراف بـالـتـقـصـيـر
قـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه : كيف يحسن منك العجب في أعمالك و رؤية نفسك فيها و طلب الأعواض عليها، و جميع ذلك بتوفيق الله تعالى و عونه و قوته و إرادته و فضله، و إن كان ترك معصيته فبعصمته و حفظه و حميته.
أين أنت من الشكر على ذلك و الاعتراف بهذه النعم التي أولاكها، ما هذه الرعونة و الجهل، تعجب بشجاعة غيرك و سخائه و بذل ماله إذا لم تكن قاتلاً بعودك إلا بعد معاونة شجاع ضرب في عدوك ثم تمنيت قتله، لولاه كنت مصروعاً مكانه و بدله، و لا باذلاً لبعض مالك إلا بعد ضمان صادق كريم أمين ضمن لك عوضه و خلفه، لولا قوله و طمعك فيما وعد لك و ضمن لك ما بذلت حبة منه، كيف تعجبك بمجرد فعلك.
أحسن حالك الشكر و الثناء على المعين و الحمد لله الدائم و إضافة ذلك إليه في الأحوال كلها إلا الشر و المعاصي و اللوم، فإنك تضيفها إلى نفسك و تنسبها إلى الظلم و سوء الأدب و تتهمها به، فهي أحق بذلك لأنها مأوى لكل شر و أمارة بكل سوء و داهية وإن كان هو عزّ و جلّ خالقك و خالق أفعالك مع كسبك، أنت الكاسب و هو الخالق كما قال بعض العلماء بالله عزّ و جلّ : تجئ و لا بد منك، و قوله صلى الله عليه و سلم : ( اعملوا و قاربوا و سددوا فكل ميسر لما خلق له ).
والله أعلم

RAHASIA KEKUATAN CIUM TANGAN & CIUM KENING



RAHASIA KEKUATAN CIUM TANGAN & CIUM KENING

Knp lelaki mesti mencium kening istri & istri mesti mencium tangan suaminya?
Bhw semangat & ketenangan lelaki itu terletak pd kening istrinya.

Lalu sumber ketenangan & kekuatan perempuan itu ada di punggung tangan suaminya.
Mengecup kening istri atau mencium tangan suami, hakikatnya sebuah simbol dr satu hal paling mahal dlm hubungan suami isteri.
“Apa itu?”
“Saling percaya”.
Jgn menilai bhw yg mendorong suami mengecup kening istrinya itu krn birahi.
Seorg suami mengecup kening istri adalah cara dirinya mendpt ketenangan.
Dan perempuan mencium tangan lelaki bkn semata tentang siapa yg lbh tinggi derajatnya, tp itu adalah tanda bhw keikhlasan yg menuntunnya. Krn perempuan jg tahu, di tangan suaminya ada ridha Tuhannya.
Knp mesti kening atau tangan?
Kening perempuan adalah sumber ketenangan & semangat bg suami, krn kening adalah saksi dr ketaatan pd Tuhan.
Keninglah, perantaraan tunduk makhluk pd Penciptanya.
Keninglah bagian tubuh pertama yg mengaku, bhw Tuhan adalah Maha Tinggi, smntr diri adalah rendah.
Keninglah yg bersujud.
Kening berada paling bwh, sbg simbol bhw tiada yg lbh tinggi drpd Tuhan.
Pdhl kening adalah bagian tubuh kita yg paling tinggi.
Maka pd kening perempuanlah Tuhan hembuskan sumber ketenangan.
Maka tak heran jk suami bs merasakan ketenangan stlh mengecup kening istrinya.
Lalu, apakah sama kondisinya dgn tangan suami yg dicium istri?
Perempuan mencium tangan suami bkn semata menempelkan bibirnya.
Ada doa yg ia panjatkan di tangan suami, semata meletakkan doa disana, krn dgn tangan itulah suaminya bekerja untuk org2 yg dicintai & disayanginya.
Lewat ciuman di tangan suami, seorg istri sdg memoihon pd Tuhannya, agar menjaga tangan suaminya dr hal2 yg dibenci oleh-NYA.
Melalui ciuman yg diletakkan di tangan suami, seorg istri menitipkan doa agar Tuhan menjaga tangan suami utk menjaga kasih sayangnya & tak mengambil yg bukan haknya...

Friday, July 29, 2016

Teladan Hadratusyeikh Hasyim As'ari

Meneladani jejak teladan Hadratusyeikh Hasyim As'ari
(Ringkasan dari Buku Pedoman Wali Santri)

Bimbingan untuk wali santri agar putra putrinya sukses dalam menuntut ilmu

1. Hendaknya memulai dengan menata niat yang benar. Nasehat para leluhur "Yen Siro mondok kudu dibarengi Kanti niat cengkir (kencenge pikir)", kalau kamu menuntut ilmu harus diniati dengan niat yang tulus ikhlas. Menurut Hadratusyeikh Hasyim Asy'ari ketika ada wali santri yang sowan, beliau selalu berpesan kepadanya agar senantiasa memiliki niat menuntut ilmu semata-mata untuk mendapatkan Ridha Allah SWT, menjernihkan hati hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bukan untuk meraih kepentingan duniawi (pangkat, harta dsb) semata.
2. Hendaknya selalu menyadari bahwa orang tua dan guru adalah figur tauladan bagi anak-anak.
Bila orang tua selalu rindu atau kangen kepada anaknya di pondok, maka anaknya yang di pondok juga tidak akan tenang karena teringat pula dengan orang tuanya dirumah (istilah biasanya "nyetrum").
Seringkali fakta membuktikan bahwa ketika ada santri yang bermasalah di pondok, ternyata banyak terpengaruhi oleh faktor orang tua yang juga bermasalah.
3. Bersikap "pasrah" dan berbaik sangka (huanudzon) terhadap sistem pendidikan pesantren. Ketika Hadratusyeikh Hasyim Asy'ari dahulu nyantri kepada Syaikhona Kholil di Bangkalan Madura, beliau seringkali disuruh melakukan berbagai tugas Khidmah pengabdian (menggembala, membersihkan kandang, roan dsb) namun beliau tidak pernah NGERSULO (mengeluh). Hal ini dilakukan sebagai wujud ta'dzim serta khidmat beliau kepada guru, dengan maksud untuk mendapat keridhoan dan doa dari sang Guru. Karena bagaimanapun juga, mennutut ilmu dalam pendidikan pesantren akan menjadi semakin berkah dari buah keikhlasan dan doa para guru dan orang tua. Keberhasilan menutut ilmu di pesantren tidak hanya bisa diukur dengan nilai prestasi raport maupun ijazah semata, namun diukur bagaimana seorang santri mampu mengamalkan ilmunya bagi dirinya dan orang lain.
4. Membekali anak dengan Rizki yg halalan thoyyiban (halal dan baik)
Hadratusyeikh Hasyim Asy'ari seringkali berpesan agar semua santri bersikap wara' (menjauhi perkara syubhat) dan berhati-hati dalam mencari bekal yang digunakan untuk biaya menuntut ilmu selama di pesantren. Seseorang yang ingin memiliki kejernihan hati harus memperhatikan makanannya. Makanan yang haram akan membentuk jiwa yang kasar dan tidak religius. Ibarat setitik tinta hitam yang jatuh diatas kertas putih. Sedikit demi sedikit, Semakin lama akan semakin membuat hitam semuanya.
5. Agar berkah hendaknya senantiasa menjaga tawadhu (kerendahan hati) serta mencari Ridha dari Guru.
Suatu hari, Kyai Hasyim melihat Syaikhona Kholil sedih karena cincin istri beliau terjatuh ke lubang WC. Melihat hal tersebut, Kiai Hasyim segera meminta izin untuk membantu mencarikan cincin yang jatuh tersebut. Setelah dikuras semua, dan badan Kiai Hasyim penuh dengan kotoran, akhirnya cincin tersebut berhasil ditemukan.
Betapa riang sang Guru melihatnya berhasil menemukan cincin itu, sampai berucap doa "Aku ridho padamu wahai Hasyim, aku doakan dengan pengabdianmu dan ketulusanmu, derajatmu ditinggikan serta engkau menjadi orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta padamu".
6. Jangan meninggalkan riyadhoh "tirakat" demi kesuksesan anak.
Hadratusyeikh Hasyim Asy'ari ketika belajar di Makkah, beliau sering melakukan riyadhoh di gua Hiro untuk menghafalkan hadits serta beliau sering melakukan Puasa sunnah. Bahkan ketika istri beliau mengandung KH Abdul Wahid Hasyim, beliau selalu riyadhoh memohon doa kepada Allah agar anak beliau dijadikan anak yang sholih.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sangat banyak orang-orang sukses di dunia ini lantaran keberkahan doa yang dilakukan guru dan kedua orang tuanya. Ketika orang tua dan guru senantiasa melakukan riyadhoh dan mendoakan anaknya dan anak juga senantiasa berbakti dan mohon ridho kepada orang tua dan gurunya, sehingga terciptalah ikatan emosional dan spiritual antara semuanya. Dan terbentuklah SISTEM PENDIDIKAN ANAK LAHIR BATIN.
Semoga bermanfaat, aamiin.

Thursday, July 28, 2016

Jalur Silsilah Riwayat Kitab-Kitab Madzhab Syafi'iyyah




Jalur Silsilah Riwayat Kitab-Kitab Madzhab Syafi'iyyah:

Kitab Fiqih dalam Mazhab Syafi’i Rhl. Yang dikarang oleh Ulama’-ulama’ Syafi’i dari abad keabad adalah mewarisi pusaka ilmu, kitab-kitab tersebut dikarang oleh sahabat-sahabat Imam Syafi’i Rhl. (Ulama’-ulama’ pengikut Syafi’i) sudah demikian banyaknya. Hampir setiap ulama’ itu mengarang kitab Fikih syafi’i untuk dijadikan pusaka bagi murid-muridnya dan bagi pencinta-pencintanya sampai akhir zaman. Tidak terhintung lagi banyaknya kerana di antaranya ada yang tidak sampai ke tangan kita, tidak pernah kita melihat dan bahkan kadang-kadang ada yang tidak pernah didengari mengenai kitab-kitab dari segi nama kitabnya, pengarangnya, bahkan tidak mengetahui langsung tentang hal kitab dan para ulama’ bagi penuntut ilmu islam. Fenomena ini perlu kita sedari bahwa, hal demikian perlu diambil tahu dan peka bagi setiap penuntut ilmu dari siapa kitab menuntut ilmu, dan dari mana kitab mengambil rujukan hukumnya. Kerana dikhuatiri tiada panduan di dalam menetapkan hukum islam. Menjadi tanggungjawab kita mengetahui hal demikian moga-moga jelas hukumnya, dan benar pengambilannya.
Untuk diketahui lebih mendalam di bawah ini kami sediakan sebuah gambar rajah yang dapat mengambarkan situasi yang telah berlangsung dalam memperjelas, memperinci dan meringkaskan kitab-kitab Syafi’iyyah dari dulu sampai sekarang.
Keterangan :
1. Kitab-kitab Imam Syafi’i. “Al-Imla” dan “al-Hujjah” adalah kitab-kitab Qaul qadim yang digunakan lagi, kerana semua isinya sudah termasuk dalam kitab-kitab Qaul Jadid.
2. Kitab-kitab Imam Syafi’i yang diguna sebagai kitab induk adalah kitab Umm, Mukhtasar, Buwaiti dll.
3. Imam haramain mengikhtisarkan (memendekkan) kitab-kitab Imam syafi’i dengan kitabnya yang bernama “An-Nihayah.
4. Imam Ghazali memendekkan juga kitab-kitab Imam Syafi’i dengan kitab-kitabnya yang bernama Al-Basith, Al-wasith, Al-Wajiz.
5. Imam Ghazali juga mengikhtisarkan lagi dengan kitabnya yang bernama Al-Khulasoh.
6. Imam Rafi’i mensyarahkan kitab Imam Ghazali Al-Wajiz dengan kitabnya yang bernama Al-‘Aziz.
7. Dan Imam Rafi’i juga memendekkan kitab Imam Ghazali Al-Khulasoh dengan kitabnya yang bernama Al-Muharrar.
8. Imam Nawawi memendekkan dan menambah di sana sini kitab Al-Muharrar itu dengan kitabnya yang bernama MINHAJUT THALIBIN (Minhaj).
9. Kitab Imam Nawawi, Minhaj disyarahkan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami dengan kitabnya Tuhfa, oleh Imam Ramli dengan kitabnya An Nihayah, oleh Imam Zakaria al-Anshori dengan kitabnya yang bernama Minhaj jug, oleh Imam Khatib Syarbaini dengan Mughni al-Muntaj.(Kitab-kitab tersebut dalam nombor 8 dan 9 ini banyak beredar di pasentren).
10. Dan Imam Rafi’i pernah mensyarah kitab karangan Imam Ghazali Al-Wajiz dengan kitabnya yang bernama Al-‘Ajiz.
11. Imam Nawawi pernah memendekkan kitab Imam Rafi’i denagn kitabnya yang bernama Ar-Raudhah.
12. Imam Quzwaini pernah memendekkan kitab Al-‘Ajiz dengan kitabnya yang bernama Al-Hawi.
13. Kitab Al-Hawi pernah diikhtisarkan oleh Ibnul Muqri dengan kitabnya yang bernama Al-Irsyad dan kitab al-Irsyad ini disyarah oleh Ibnu Hajar al-Haitami dengan kitabnya yang bernama Fathul Jawad dan juga dengan kitabnya yang bernama Al-Imdad.
14. Kitab Imam Nawawi bernama Ar-Raudhah pernah diiktisarkan oleh Imam Ibnu Muqri dengan nama Ar-Roudh dan oleh Imam mazjad dengan Al-Ubab.
15. Kitab Ibnul Muqri Al-Irsyad pernah disayarah oleh Imam Ibnu Hajar dengan kitabnya yang bernama Al-Imdad, dan dengan kitabnya bernama Fathul Jawad.
16. Kitab Ar-Roudh dari Ibnul Muqri pernah disyarah oleh Imam Zakaria Al-Anshori dengan nama Asnal Mathalib.
17. Imam Zakaria al-Anshori pernah mensyarah kitabnya yang bernama Al-Minhaj dengan kitabnya yang bernama Fathul Wahab.
Demikianlah keterangan ringkas dari jalur kitab-kitab dalam Mazhab Syafi’i yang sangat teratur rapi, yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. (ibaratnya daripada penulis, ia bagaikan sebuah keluarga dari jalur keturunan).
Kemudian banyak lagi kitab-kitab fikih Syafi’i yang dikarang oleh Ulama’ mutaakhirin yang tidak tersebut dalam jalur ini kerana terlalu banyak, seperti kitab-kitab Al-Mahalli karangan Imam Jalaluddin al-Mahalli, Kitab Fathul Mu’in karangan al-Malibari, Kitab I’anahtut Thalibin karangan Said Abu Bakar Syatha dan lain-lain yang banyak sekali.
Dengan perantaraan kitab-kitab ini kita sudah dapat memahami dan mengamalkan fatwa fiqih dalam Mazhab Syafi’i secara teratur dan secara rapid an terperinci, yang kesimpulannya sudah dapat mengamalkan syari’at dan ibadah Islam dengan sebaik-baiknya.
Sumber Rujukan:
- Kiai.Haji. (K.H.) Siradjuddin Abbas, Sejarah & Keagungan Mazhab Syafi’i, Pustaka Tarbiyah baru, Jakarta,2007.

40 SIFAT DAN KARAKTER LEBAH






40 SIFAT DAN KARAKTER LEBAH

Syeikh Abu Tholib Al-Maki (mualif kitab Quutil Quluub) menerangkan ada 40 sifat dan karakter lebah yang seyogyanya ditiru oleh setiap pribadi muslim.
Sifat dan Karakter lebah yang harus dimiliki setiap mukmin
1. Seandainya semua jenis hewan terbang lainnya berkumpul, lalu mereka bahu-membahu melakukan satu pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh lebah, mereka tidak akan sanggup melakukannya. Demikian juga seandainya seluruh manusia non-mukmin bersatu untuk melakukan satu amal yang sepadan dalam kualitas, kadar, dan nilai dengan amal seorang mukmin, niscaya mereka tidak akan sanggup melakukannya.
2. Lebah waspada akan gangguan dan penganiayaan burung, sedangkan ia sendiri tidak pernah mengganggu mereka. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Meskipun orang-orang mengganggu, menghina, dan menzaliminya, seorang mukmin tidak mau membalas kejahatan mereka.
3. Lebah dianggap kecil dan hina oleh semua jenis burung, tetapi sekiranya mereka tahu apa yang ada di dalam perut lebah dan mencicipinya, niscaya mereka akan memuliakan dan menghormatinya. Demikian juga seorang mukmin. Orang-orang bodoh menganggapnya kecil, rendah, dan hina. Andaikan mereka tahu apa yang ada di dalam hati seorang mukmin berupa keindahan iman, ketulusan, rahasia-rahasia Tuhan, dan sebagainya, pastilah mereka rela menjadi tanah tempat kakinya berpijak atau mengangkatnya di atas kepala mereka.
4. Semua jenis burung hidup untuk diri mereka sendiri, mencari makan dan kebutuhan lainnya hanya untuk diri masing-masing. Lain halnya dengan lebah. Ia hidup untuk sesamanya dan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan rajanya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Di saat semua orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesenangannya sendiri, ia hidup di dunia ini untuk Allah Swt.. Hidupnya ia pergunakan untuk melakukan ketaatan kepada-Nya serta bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan orang lain.
5. Kala malam tiba, semua burung masuk ke sarang masing-masing untuk beristirahat dan tidur. Mereka berhenti bekerja. Lain halnya dengan lebah. Ia lebih banyak bekerja di malam hari ketimbang di siang hari. Demikian juga seorang mukmin. Di waktu malam, saat orang-orang mengurung diri di rumah masing-masing, beristirahat dan tidur, seorang mukmin bangkit melangkahkan kaki mengambil air wudu, salat, lalu bermunajat kepada Tuhan seraya menyerahkan seluruh hidupnya dan mengadukan segala persoalan kepada-Nya.
6. Allah Swt. mengharamkan membunuh dan mengganggu lebah, tetapi menghalalkan manfaat yang dihasilkannya. Begitu pula seorang mukmin. Allah Swt. mengharamkan membunuhnya dan melarang mengganggu harga diri, harta, dan keluarganya, tetapi menghalalkan kebaikan dan manfaat yang diberikannya bagi siapa saja yang berhak menerima.
7. Lebah bekerja secara sembunyi-sembunyi. Orang hanya melihat dan menikmati hasilnya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Dengan ikhlas ia menyembunyikan amalnya dari penglihatan orang. Mereka baru melihat hasilnya nanti pada hari semua amal ditampakkan, yakni pada Hari Kiamat.
8. Lebah hanya mengambil apa yang ia butuhkan saja dari sesuatu tanpa merusak sesuatu itu. Begitu juga seorang mukmin. Ia hanya mengambil dari dunia ini apa yang benar-benar diperlukannya saja, yang dapat membawa kebaikan bagi diri, agama, dan hatinya. Apa yang ia ambil dijadikannya bekal untuk akhirat tanpa merusak atau menimbulkan kerugian pada sumber asalnya, dan tidak berlebihan.
9. Lebah tidak mau keluar dari sarang untuk memenuhi keperluannya pada hari yang berawan, ketika hujan, saat ada angin kencang, atau tatkala ada petir. Dalam keadaan seperti itu, ia tetap bertahan di sarang sampai keadaan benar-benar normal. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ia selalu berhati-hati dan pandai menahan diri ketika kezaliman merajalela, keharaman tersebar di mana-mana, kekacauan mendominasi suasana, dan keadaan carut-marut. Dalam keadaan yang tidak kondusif seperti itu, ia memilih tinggal di rumah serta menahan mulut dan tangannya, seraya menunggu apa yang akan Allah Swt. lakukan atas keadaan yang tengah berlangsung.
10. Lebah selalu menjauhi benda-benda yang kotor dan tidak mau hinggap di tempat-tempat yang kotor. Begitu pula seorang mukmin. Ia senantiasa menjaga kesucian diri dari maksiat dan hal-hal yang diharamkan. Ia selalu menjauhi segala sesuatu yang buruk, kotor, dan keji.
11. Ada sepuluh hal yang dapat menghancurkan dan merusak tatanan kehidupan lebah sehingga aktivitasnya terhenti, yaitu: asap, dingin, panas, awan, api, air, angin, gelap, lumpur, serta gangguan dan serangan dari sesama lebah atau musuh dari luar. Demikian juga seorang mukmin. Ada sepuluh hal yang dapat merobek keutuhan hatinya, merusak agamanya, dan menghentikan amalnya. Kabut kekerasan dan kelalaian hati, dinginnya rayuan dosa dan maksiat yang menusuk, panasnya hawa nafsu yang membakar, awan keraguan, api kemusyrikan, topan cinta dunia, gelapnya kebodohan, angin cobaan dan fitnah, bau busuknya keharaman, lumpur kebejatan, kezaliman dan kemungkaran, gangguan dari sesama manusia yang secara lahir berbaju iman tetapi hakikatnya penganut bidah dan pengidap kemunafikan, serta gangguan dari musuh, yaitu orang kafir. Kita memohon perlindungan kepada Allah Swt. dari segala ancaman membahayakan ini.
12. Lebah tidak mau berbaur dengan hewan lain yang tidak sejenis meskipun memiliki beberapa sifat yang mirip. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ia tidak mau berbaur dan bergaul akrab dengan orang yang tidak memiliki sifat yang sama walaupun nama dan bentuk mempunyai kemiripan.
13. Dari perut lebah keluar lebih dari satu cairan yang berbeda-beda warna. Setiap cairan mempunyai manfaat tersendiri yang mengagumkan. Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Dari hatinya keluar banyak ‘cairan’ yang beragam warna dan manfaatnya. Apa keluar dari hatinya itu mengalir lewat mulutnya berupa ilmu, hikmah, kata-kata bijak, isyarat, kecerdasan, cinta dan kasih sayang, kejujuran, nasihat, dan sebagainya.
14. Lebah mengeluarkan kotorannya lewat dubur, sedangkan madu dikeluarkannya lewat mulut. Begitu pula seorang mukmin. Syahadat tauhid, beragam ilmu, bacaan Alquran, zikir, kata-kata yang baik, serta amar-makruf dan nahi-mungkar dikeluarkannya dari mulut dengan pengucapan lidahnya. Adapun kotoran dan hadas dikeluarkannya lewat kubul atau dubur.
15. Lebah memakan yang baik, mengeluarkan yang baik, serta memberi kepada yang lain makanan yang lezat dan baik. Demikian juga seorang mukmin. Makanan yang dikonsumsinya baik dan ilmu yang diberikannya juga baik.
16. Lebah, bila hinggap di ranting atau dahan pohon, tidak mematahkannya. Bila meneguk sedikit air sesuai kebutuhannya, lebah tidak menyebabkan air yang ditinggalkan menjadi keruh. Bila mengisap sari bunga, lebah tidak merusak bagian bunga lainnya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Ia berinteraksi dengan sesama manusia dalam banyak hal dengan penuh perhitungan, keadilan, kasih sayang, dan nasihat. Ia bergaul sekadar untuk tahu tanpa menyakiti atau menganiaya serta memisahkan diri untuk menjaga keselamatan dan kesucian.
17. Jika ada orang yang coba mengusik lebah, menggangu ketenangan dan kehidupannya dengan mempermainkan atau merusak sarangnya, lebah pasti tidak akan tinggal diam. Ia pasti akan menyengat orang usil itu. Sebaliknya, jika seseorang berdamai dengan lebah, tidak mengusik ketenangannya, dan tidak mengganggu kehidupannya, maka lebah pun tidak akan berbuat apa-apa terhadapnya. Seperti itu pula watak, perilaku, dan sikap seorang mukmin. Terhadap orang yang meredam kemungkaran, tidak menunjukkan kemunafikan, dan tidak mempertontonkan kejahatan, ia tidak akan memata-matai atau menelisik jejaknya. Terhadap orang yang sebaliknya, ia akan mengingatkan dengan lisan dan mencegah dengan tangan (kekuasaan).
18. Lebah, kita lihat, selalu terbang di taman-taman bunga dan mengitari tempat-tempat yang wangi di pinggir-pinggir sungai atau di warung-warung yang menjual makanan manis. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Engkau akan melihatnya selalu berada di majelis-majelis ilmu dan zikir serta di rumah para ulama, ahli hikmah, dan ahli makrifat yang berzuhud.
19. Lebah, bila hinggap di atas sekuntum bunga, tidak akan beranjak sebelum benar-benar kenyang mengisap sari bunga. Ia lebih memilih mati di taman bunga daripada pulang sebelum memperoleh apa yang dicarinya. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ketika mereguk manisnya takarub dengan Tuhan dan bertemu dengan seorang ahli hikmah, ulama yang memberinya nasihat agama, atau ahli makrifat yang menceritakan pengalaman rohani, ia akan merasa betah bersama mereka. Ketika melakukan amal saleh pun, ia enggan berhenti sampai kematian menghentikannya.
20. Di musim semi dan musim panas lebah memindahkan cadangan makanannya dari luar ke dalam sarang hingga penuh, sedangkan ia sendiri tinggal di luar sarang. Di musim dingin, ia masuk ke sarangnya dan berdiam di dalamnya sambil menata kembali tata ruang sarang. Demikian pula seorang mukmin. Di musim semi dan musim panas ia bekerja untuk memenuhi keperluan pangannya dan kebutuhan keluarganya yang bersifat primer. Begitu masuk musim dingin, ia segera mendatangi majelis-majelis ilmu dan zikir, mengunjungi para ahli ilmu dan ahli hikmah, beriktikaf di masjid, serta giat beribadah, mengevaluasi diri, dan menata kembali amal-amalnya.
21. Lebah makan dari hasil kerja kerasnya sendiri dan memberi yang lain dari jerih payahnya sendiri. Ia tidak pernah mengganggu milik hewan lain, bahkan matanya tidak pernah melirik sesuatu yang bukan miliknya. Seperti itu jugalah seorang mukmin. Ia makan dari usahanya sendiri, memberi orang lain dari hasil kerjanya sendiri, dan tidak pernah meminta-minta kepada orang lain betapapun butuhnya.
22. Ketika di dalam sarangnya tidak ada sesuatu yang bisa dimakan, lebah tidak akan masuk ke sarang lebah yang lain untuk mencari makanan. Jika di dalam sarangnya ada sesuatu yang bisa dimakan, ia makan. Jika tidak, ia pun menahan lapar. Demikian pula seorang mukmin. Betapapun ia membutuhkan bahan makanan, ia tidak akan mendatangi rumah orang untuk meminta-minta. Ia tidak akan berani mengambil milik orang lain dengan cara paksa atau lewat kekerasan, betapapun sulitnya ia mendapatkan bahan pangan. Jika ada orang yang memberi dengan suka rela, tanpa unsur pemaksaan, barulah ia menerima. Jika tidak, ia pun menahan lapar.
23. Lebah tidak bekerja berdasarkan pendapat sendiri atau menurut keinginan pribadi, melainkan berdasarkan petunjuk sang pemimpin. Ia hanya mengikuti apa yang telah digariskan oleh sang raja dan tidak keluar dari aturannya. Demikian juga seorang mukmin. Ia tidak beramal berdasarkan nalarnya sendiri atau menurut selera pribadinya, melainkan mengikuti imam dan ulama tepercaya.
24. Lebah tidak akan melaksanakan pekerjaannya sebelum menutup pintu sarangnya. Selagi masih ada celah, lubang, atau kebocoran dalam dinding sarangnya, ia terlebih dahulu memperbaikinya sebelum menggarap pekerjaannya. Begitu jugalah seorang mukmin. Ia tidak merasakan manisnya ibadah dan giatnya amal kecuali dalam kondisi tertutup ketika tidak ada yang melihatnya kecuali Allah Swt. atau, paling-paling, anggota keluarganya. Amal yang dilihat oleh anggota keluarga ketika berada di rumah atau oleh teman ketika berada dalam perjalanan, tidak mengurangi nilai ikhlas.
25. Lebah tidak memerlukan banyak barang dunia. Yang diperlukannya hanyalah air, bunga, dan tempat-tempat yang mengeluarkan aroma wewangian. Begitu pula halnya dengan seorang mukmin. Di dunia ini, yang dibutuhkannya hanyalah ilmu yang bermanfaat, zikir kepada Allah Swt., dan amal saleh. Itulah yang menjadi kesibukannya. Ia mengonsentrasikan diri, berjuang, dan mati di dalamnya.
26. Ukuran tubuh lebah kecil dan bentuknya tidak menarik—untuk tidak mengatakan hina, tetapi hasil karyanya berbobot, berkualitas tinggi, beharga mahal, berasa enak, dan merupakan makanan/minuman yang paling manis. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ukuran tubuhnya mungkin kecil serta banyak orang menghina dan meremehkan penampilannya, namun kualitas, nilai, dan amalnya amat berbobot dan sungguh mulia.
27. Lebah mempunyai tiga keadaan, yaitu: terbang dengan sayap, bergerak dan bekerja dengan tubuh, dan diam beristirahat. Demikian pula seorang mukmin. Ia mempunyai tiga keadaan. Pertama keadaan ketika terbang dengan hatinya, melintasi alam malakut dan dunia metafisik, serta meresapi makna-makna ilmu. Kedua keadaan ketika beribadah, mengabdi, dan beramal dengan anggota badan. Ketiga keadaan ketika berhenti dari dua keadaan sebelumnya. Dalam keadaan ketiga ini, ia beristirahat dengan melakukan apa yang dihalalkan oleh Allah Swt., seperti makan, minum, dan bercengkerama dengan anggota keluarga.
28. Lebah akan mati-matian mengejar orang yang mengambil barang miliknya, ke mana pun orang itu lari. Ia pasti akan mencegah tangan orang yang hendak mengambil harta miliknya berupa sarang dan madu. Ia tidak akan pernah menyerahkan harta miliknya begitu saja kepada siapa pun, kecuali terpaksa. Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Demi menjaga kehormatan diri, agama, keutuhan amal, dan keluarganya, ia rela mengorbankan jiwa dan hartanya.
29. Semua jenis burung menjadi najis begitu mereka mati dan tempat mereka mati juga menjadi najis. Lain halnya dengan lebah. Selagi hidup dan sesudah mati, ia tetap suci. Begitu pula seorang mukmin. Semasa hidup dan setelah matinya, ia tetap suci.
30. Makanan yang paling menggugah selera dan paling manis di dunia ini adalah madu yang dihasilkan oleh lebah. Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Ia menghasilkan manisan yang paling manis dan paling mengundang selera, yaitu makrifat, iman yang murni, ilmu yang bermanfaat, dan cinta yang suci.
31. Lebah, bila diterjang angin kencang hingga terlempar ke permukaan air, ke tanah berlumpur, atau ke tengah-tengah duri, ia masih bisa berjuang untuk bangkit dan akhirnya selamat lalu terbang lagi. Tetapi, apabila terlempar ke dalam api atau ke tengah-tengah asap, ia tidak akan selamat dan akhirnya binasa. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Karena satu dan lain hal, mungkin ia terhempas ke dalam lumpur dosa dan maksiat. Hampir dapat dipastikan, ia bisa bangkit kembali dan keluar dari lumpur itu. Namun, jika ia terjerumus ke dalam kekufuran dan bidah, ia pasti akan binasa di dalamnya. Tidak ada harapan untuk bisa selamat.
32. Semua burung dapat dipikat dengan biji-bijian yang disimpan di dalam perangkap, sedangkan lebah tidak bisa dipancing dengan apa pun selain dengan apa yang dihasilkannya, yakni madu. Begitu terperangkap dalam madu, ia mati di dalamnya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Ia tidak bisa dipancing dengan benda atau rayuan duniawi. Ia hanya akan terpancing oleh Allah Swt. atau dengan apa yang dimiliki-Nya, seperti kebenaran, ilmu, dan hikmah.
33. Setiap kelompok lebah mempunyai seekor pemimpin. Selama sang pemimpin berada di tengah-tengah mereka, musuh tidak akan berani mengusik dan tidak akan coba-coba mengambil milik mereka. Apabila sang raja mati atau pergi meninggalkan mereka, mereka pun kocar-kacir berhamburan dan akhirnya satu persatu binasa. Demikian juga kaum mukmin. Selama para ulama dan imam berada di tengah-tengah mereka, musuh tidak akan berani mengusik mereka dan setan tidak akan berani mengganggu mereka. Jika tidak ada seorang pun ulama dan imam di antara mereka, mereka pun tercerai-berai dan akhirnya binasa.
34. Apabila raja lebah mempunyai cacat, rakyat lebah tidak dapat bekerja dengan baik, sarang pun tidak terawat dengan baik, dan pada gilirannya mereka akan hancur. Sebaliknya, jika sang raja lurus dan bertindak dengan bijaksana, rakyat lebah pun hidup dengan baik dan lancar. Seperti itu pulalah kaum mukmin. Bila para pemimpin mereka adil, para ulamanya bertakwa, serta para pedagang dan kaum profesionalnya jujur, maka urusan mereka akan berjalan dengan baik dan lancar. Jika tidak, mereka akan celaka.
35. Komunitas lebah akan tetap makmur meskipun sebagian anggota komunitasnya ada yang mengikuti hawa nafsu, ditimpa penyakit, atau melakukan kesalahan, selama raja mereka adil dan bertindak lurus. Demikian juga komunitas kaum mukmin. Apabila kalangan khusus mereka sudah tidak bermoral, kalangan awam pun akan terbawa binasa. Sebaliknya, meskipun kelakuan kalangan awam bobrok, mereka tidak akan binasa selama kalangan khusus berperilaku baik dan berakhlak mulia.
36. Ada dua jenis lebah: lebah yang ada di gunung-gunung dan bersarang di pepohonan dan lebah yang ada di tengah-tengah keramaian dan bersarang di perumahan. Lebah yang ada di gunung-gunung dan bersarang di pepohonan terlindung dari polusi dan relatif aman dari ancaman kebinasaan. Lebah yang ada di tengah-tengah perkampungan manusia dan bersarang di rumah-rumah atau bangunan lain yang dibuat oleh manusia, tidak aman dari bahaya kehancuran. Demikian juga halnya dengan orang beriman, ada dua macam. Di antara mereka ada yang menghabiskan sebagian besar waktunya di pasar-pasar dan sentra-sentra keramaian lainnya. Ada pula yang menempuh pola hidup zuhud, jauh dari keramaian, dan gemar mengasingkan diri di gunung-gunung atau di gua-gua untuk berkhalwat. Yang pertama relatif tidak aman dari fitnah dan kemungkinan terjerumus dalam hal yang haram dan syubhat. Yang kedua aman dari semua itu; mereka lebih tenteram, damai, selamat, dan suci.
37. Lebah tinggal di dalam sarang yang terbilang bersih dari benda-benda yang tidak diperlukan dan kosong dari barang-barang yang tidak berguna. Lebah, bahkan, tidak menyimpan sumber pangannya di dalam sarang. Dengan kata lain, ia tidak pernah membawa sekuntum bunga atau sumber makanan lainnya ke dalam sarang. Hal itu tidak membuatnya takut kelaparan. Ia begitu tenang dan damai tinggal di dalam sarang tanpa ada kekhawatiran akan sumber pangan. Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Ia tidak takut akan kemiskinan dan kebangkrutan. Menjadi miskin atau kaya baginya sama saja, sebab yang membuat dirinya merasa kaya adalah limpahan keyakinan dan manisnya kebersamaan dengan Tuhan.
38. Kawanan lebah, jika dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, mereka menurut saja dan tinggal di tempat yang baru dengan nyaman. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Di mana pun ia berada dan ke mana pun ia diajak, dengan senang hati ia akan menjalani dan mengikutinya. Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti air, mengalir dengan mudah ke mana saja selama di sana tidak ada hal-hal yang dilarang oleh agama atau hal-hal yang dapat mengurangi kadar keberagamaannya.”
39. Lebah tidak suka dengan iklim yang terlalu panas atau terlalu dingin. Itu karena, baik iklim yang terlalu panas maupun yang terlalu dingin, keduanya dapat mengganggu, bahkan menghancurkan tatanan kehidupan mereka. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Ia berada di antara takut dan harap. Terlalu berharap dapat merusak tatanan keberagamaannya dan terlalu takut dapat membuatnya putus asa dari rahmat Tuhan.
40. Lebah takut akan dua hal, yaitu: terik matahari yang menyengat di musim panas dan dingin yang menusuk di musim dingin. Begitu juga halnya dengan seorang mukimin. Ia berada di antara dua hal yang ditakutkan, yakni: ajal yang telah ditetapkan Allah Swt.—karena ia tidak tahu apa yang telah Allah Swt. tentukan bagi dirinya dalam ketetapan itu—dan ketetapan yang akan datang—karena ia tidak tahu apa yang Allah Swt. kehendaki bagi dirinya di masa depan.
Rasulullah saw. juga bersabda, “Seorang mukmin laksana lebah; ia memakan yang baik-baik, mengeluarkan yang baik-baik, serta hinggap di ranting tanpa mematahkannya.”
Inilah salah satu sifat mukmin. Ia memakan hanya yang baik dan memberi makan kepada yang lain pun hanya dengan yang baik. Ia orang baik dan memberi kebaikan bagi sesamanya. Ia memberi tanpa diminta, berlapang dada, bersikap santun, dan jauh dari keinginan menyakiti orang. Di mana pun berada, ia tak pernah membuat kerusakan. Tak heran jika persangkaan orang terhadapnya hanya persangkaan yang baik. Dengan sifat-sifat inilah segolongan kaum mukmin dikenal.
* Syekh Abû Thâlib al-Makkî adalah ulama klasik, penulis kitab termasyhur Qut al-Qulub (Nutirisi untuk Hati)

Wednesday, July 20, 2016

Menghargai Istri


Andai suami tahu betapa SAKITnya melahirkan anak, pasti tidak akan sanggup MENYAKITI hati istrinya.
"Diantara jasa-jasa Isteri anda;
1. Mau menikah dengan anda.
2. Menyelamatkan anda dari perbuatan terlarang.
3. Setia menemani dan membantu anda dalam suka dan duka.
4. Mengandung, melahirkan dan menyusui anak-anak anda.
5. Menjadi madrasah bagi anak-anak anda, mengajari bicara, mendidik, dll
6. Sabar merawat anak-anak anda dalam segala keadaan, ketika mereka sehat atau sakit.
7. Menjadi pelengkap hidup anda, dan lain-lain

Sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik sikapnya kepada istrinya".
Nasehat untuk para Suami
"Istrimu adalah wanita yg mengandung keturunanmu 9 bulan, dari anak ke anak berikutnya.. Lelah diatas lemah badannya..
Ia pula yg lebih telaten merawat anak anakmu sampai usia dewasa..
Ia pula yg melayani biologismu dg halal dan tulus..
Ia pula yang merawat isi rumahmu dan menjaganya..
Masakan yg nikmat adalah masakan istrimu..
Ia mendampingimu dikala suka maupun duka..
Ia merawatmu dengan tulus dikala sakitmu..
Ia akan tetap mendampingimu walau engkau sudah tua renta..
dan sakit sakitan..
Mungkin terkadang ketaíatan istrimu kepadamu lebih besar dari pada tabiatnya anak anakmu kepadamu..
Wahai suami..
Jangan sampai engkau tidak penuhi hak dia sebagai istri..
Jangan engkau sia-siakan dia..
Jika Ada waktu senggang yg sebenarnya dapat digunakan untuk ikut membantu pekerjaan rumah tangga atau ikut merawat anak anakmu..
Maka lakukakanlah..
Ajak dia berseda gurau dengan mesra atas kebaikannya padamu agar terpupuk kasih sayangnya padamu
Jangan engkau buang waktumu hanya untuk bbm ria, ngenet, nonton film,atau malah keluyuran malam gak jelas tujuan..
Jangan sekali kali engkau cela masakannya..
Jangan pula engkau pukul dia sesuka hatimu..
Berbuatlah baiklah kepada istri, karena sebaik-baiknya laki-laki adalah yang paling baik terhadap istrinya..!".

MEMAKAI KOPIAH ATAU PECI DAN PENUTUP KEPALA

 


Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Ia berkata :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يلبس قلنسوة بيضاء
Sesungguhnya Rasul SAW memakai kopiah putih [HR Baihaqi]
Catatan :
Hadits di atas dinilai sebagai hadits dha’if karena dalam jalur periwayatannya terdapat perawi tunggal yaitu ibnu kharras dan ia dha’if. Ibnu Hajar al-Haitami berkata :
قد اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال لأنه إن كان صحيحا في نفس الأمر، فقد أعطي حقه من العمل به وإلا لم يترتب على العمل به مفسدة تحليل ولا تحريم ولا ضياع حق للغير.
Para ulama sepakat atas bolehnya mengamalkan hadits dla’if dalam fadlailul a’mal (keutamaan amalan). Karena jika hadits tersebut ternyata benar, maka sudah seharusnya diamalkan. Dan jika ternyata tidak benar, maka pengamalan terhadap hadits tersebut tidaklah mengakibatkan kerusakan (mafsadah) menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal, dan tidaklah menyia-nyiakan hak orang lain. [FathulMubin Fi Syarhil Arbain]
Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ahli fiqih tentang kesunahan menutup kepala ketika shalat bagi laki-laki baik dengan surban atau yang semakna dengan itu karena begitulah shalatnya Nabi SAW. [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah] Allah SWT berfirman : “Wahai anak keturunan Adam kenakanlah pakaian perhiasan kalian setiap kali kalian mengerjakan shalat” [QS al-A’raf : 31]. Diantara perhiasan seorang mukmin adalah penutup kepala, seperti songkok, dan imamah (surban). Kebiasaan Nabi saw, dan para sahabatnya, baik dalam sholat, maupun di luar sholat, mereka senantiasa mengenakan imamah (surban), burnus penutup kepala yang bersambung dengan pakaian), atau songkok. Rasul bersabda:
ﺇِﺫَﺍ ﺻَﻠَّﻰ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻓَﻠْﻴَﻠْﺒَﺲْ ﺛَﻮْﺑَﻴْﻪِ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺃَﺣَﻖُّ ﻣَﻦْ ﺗُﺰُﻳِّﻦَ ﻟَﻪُ
“Jika salah seorang dari kalian mengerjakan shalat, maka hendaklah dia memakai dua potong bajunya. Karena sesungguhnya Allah paling berhak untuk dihadapi dengan berhias diri.” [HR Al-Baihaqi] Dua potong baju pada hadits ini maksudnya adalah baju yang melebihi biasanya, seperti mengenakan sorban atau penutup kepala yang lain.
Lebih lanjut, Ulama Hanafiyyah menilai makruh bagi laki-laki shalat dengan terbuka kepalanya karena malas sebab dapat mengurangi kewibawaan bukan karena unsur merendahkan diri dihadapan Allah. [Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah] Shalat adalah menghadap Sang Maha Raja, dan datang menghadap ke hadirat Sang Maha Raja tanpa berhias adalah menyalahi adab!. [Kitab Tanqih al-Qaul] Memakai sorban ketika sholat memiliki keutamaan seperti keterangan hadits berikut:
رَكْعَتَانِ بِعَمَامةٍ خَيْرٌمِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً بِلاَ عِمَامَةٍ
Shalat dua raka’at dengan memakai sorban, lebih utama dari pada shalat tujuh puluh raka’at tanpa memakai sorban. [HR ad-Dailami]
Jika seseorang kesulitan atau enggan memakai sorban maka cukuplah baginya mengenakan kopyah. Menurut para ulama memakai kopyah putih itu sama halnya dengan memakai sorban dalam statusnya.
لبس القلنسوة البيضاء يغني عن العمامة ، وبه يتأيد ما اعتاده بعض مدن اليمن من ترك العمامة من أصلها
Memakai kopyah putih itu dianggap sudah mencukupi sebagai pengganti surban. Statemen ini menguatkan tradisi yang berlaku di sebagian daerah di yaman yaitu tidak memakai surban (karena sudah menganggap cukup dengan kopyah putih) [Bughyah al-Mustarsyidin]
Tidak hanya ketika sholat, anjuran menutup kepala ini juga berlaku di luar shalat Bahkan membiarkan kepala tanpa penutup kepala saat jalan-jalan di pasar misalnya akan menghilangkan muru’ah (kehormatan).
فلا تقبل شهادة من لا مروءة له كمن يمشي في السوق مكشوف الرأس أو البدن غير العورة، ولا يليق به ذلك
Tidaklah diterima persaksian orang yang tidak memiliki wibawa seperti orang yang berjalan di pasar dengan tanpa tutup kepala atau tanpa menutupi badan selain aurat karena hal itu tidaklah pantas baginya. [Fathul qarib]
Anjuran memakai tutup kepala berlaku juga ketika masuk toilet. Imam al-Ghozali dll. berkata “Disunnahkan bagi seseorang untuk tidak memasuki kamar kecil (WC) tanpa penutup kepala, dan bila tidak didapati sesuatu (yang menutupi kepala) maka letakkan lengan bajunya diatas kepalanya.
كان إذا دخل الخلاء لبس حذاءه وغطى رأسه
Rasulullah SAW saat memasuki kamar kecil memakai sepatunya dan menutup kepalanya” [HR Baihaqi]
Khalid Bin Walid seorang panglima yang gagah berani ketika perangpun tidak lupa mengenakan kopyahnya bahkan ketika kopyahnya jatuh iapun sibuk mencarinya hingga banyak pasukan kaum muslimin yang gugur karena sang panglima yang memimpin perang tidak memberikan arahannya. Para sahabat Nabi yang lainpun berang dan mengingkari perbuatannya. Khalid Bin Walid memberikan alasannya mengapa ia sibuk mencari kopyahnya yang jatuh :
لم أفعلها بسبب القلنسوة بل لما تضمنته من شعره صلى الله عليه وسلم لئلا أسلب بركتها وتقع في أيدى المشركين
Aku tidaklah mencari-cari kopyah itu karena kopyah itu sendiri, namun karena di dalam kopyah itu terdapat rambutnya Nabi SAW sehingga aku tidak kehilangan keberkahannya dan ia tidak jatuh di tangan kaum musyrikin [Asy-Syifa Lil-Qadli 'Iyadh]
Dalam tradisi kita, orang indonesia terbiasa mengenakan penutup kepala berupa songkok hitam. Menurut Cindy Adams dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, tradisi ini di populerkan oleh bung karno. Saat itu dia mengamati kawan-kawannya tak mau pakai tutup kepala karena ingin seperti orang Barat. Mereka, kaum intelegensia membenci pemakaian peci karena dianggap cara berpakaian kaum rendahan. Bungkarno memberikan arahan dalam pidatonya: "…Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka."
Begitulah awal mulanya sehingga peci hitam atau kopiah ini akhirnya menjadi ciri khas orang indonesia bahkan dikenakan para pejabat negara hingga rakyat di desa-desa. Mengenakan penutup kepala warna hitam ini tidaklah bertentangan sunnah Nabi. Sahabat ‘Amr bin Harits RA menyatakan:
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خطب الناسَ وعليه عمامةٌ سوداءُ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berkhutbah di hadapan orang-orang dengan memakai sorban hitam di kepalanya” [HR Muslim]
Wallahu A’lam.
Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk mengikuti sunnah NabiNya.
Aamin ya Robbal alamin.

Wednesday, July 13, 2016

SIFAT-SIFAT TERCELA DI DALAM HATI

SIFAT2 TERCELA DI DALAM HATI

Perlu diketahui bahwa sifat2 tercela yg ada di dalam hati jumlahnya banyak sekali, karena manusia di dalamnya terkumpul empat macam sifat yaitu :
1. sifat binatang buas (sabu'iyah).
2. sifat binatang ternak (bahimiyah).
3. sifat syetan (syaithoniyah).
4. sifat ketuhanan (robbaniyah).
kempat sifat tsb berkumpul di dalam hati manusia, jadi, di dalam diri manusia terdapat babi yg mewakili sifat binatang ternak, anjing yg mewakili sifat binatang buas, syetan yg mewakili sifat syaitoniyah dan hakim yg mewakili sifat ketuhanan.
Yang dimaksud babi adalah syahwat, anjing adalah sifat amarah, sedangkan syetan selalu membangkitkan syahwat ke-babian dan membangkitkan amarah ke-anjingan.
sedangkan hakim yg menjadi tamtsil dari akal di perintahkan untuk menolak tipu daya syetan.
Keta'atan thd syahwat ke-babian memunculkan sifat tidak tahu malu, jahat, menghambur-hambur, pamer, merusak, bermain-main, loba, serakah, iri, dengki, maki-maki dsb.
Keta'atan kepada amarah ke-anjingan melahirkan di dalam hati sifat ingin terlihat, keji, congkak, pembual, sombong, ujub, menghina, merendahkan makhluk, mengharapkan keburukan, ingin berbuat dholim dsb.
Keta'atan kepada syetan adalah dengan mengikuti syahwat dan kemarahan, ini bisa memunculkan sifat menipu, curang, muslihat, tipu daya, lancang, kepalsuan, menghasud, khiyanat dsb.
Jika semua sifat2 tsb berada di bawah kendali sifat ketuhahan (robbaniyah) maka di dalam hati akan terpatri sifat pengetahuan, hikmah, yakin dan menguasai hakekat segala sesuatu berdasarkan keadaan aslinya.
wallohu a'lam.
Sumber : Maroqil Ubudiyah, Nawawi al Jawi.

4 hal yang tidak pernah puas dari 4 hal lainnya




Ada 4 hal yang tidak pernah puas dari 4 hal lainnya :

1. Mata dari Memandang.
2. Bumi dari Hujan.
3. Betina dari Jantan.
4. Orang Alim dari Ilmu.


Mata tidak pernah puas memandang pada hal yg dianggap indah dan nikmat menurut tabi'at/watak.
Bumi yg terkena hujan akan menyerapnya dan masih minta nambah lagi.
Betina melebihi Jantan dalam kekuatan libidonya berkali lipat, namun Allah memberikan sifat malu kepada mereka. Penggunaan kata 'Betina' dan 'Jantan' mengandung isyarat bahwa hal itu mencakup semua makhluk, bukan manusia saja.
Orang Alim jika telah merasakan rahasia ilmu, menyelam dalam lautan ilmu, faham maknanya ilmu dan mengetahui maksudnya ilmu, maka ilmu menjadi kenikmatan terbesar dan harapan tertinggi baginya, siang dan malam dia tekun mencari ilmu walaupun kecerdasannya bisa menghentikan bintang2 yg beredar.
Penggunaan ungkapan 'Orang Alim' bukan menggunakan manusia atau seseorang, dikarenakan ilmu itu sulit bagi pemula, jadi pemula tdk bisa merasakan nikmatnya ilmu dan belum bisa cinta dalam tambahnya ilmu.
wallohu a'lam.
Sumber : Fidhul Qodir, Al Munawi.
اَرْبَعٌ لَا يَشْبَعْنَ مِنْ اَرْ بَعٍ :عَيْنٌ مِنْ نَظَرٍ وَ أرْضٌ مِنْ مَطَرٍ ,وَأَنْثي مِنْ ذَكَرٍ, وَعَالَمٌ مِنْ عِلْمٍ
(أربع لا يشبعن من أربع : عين من نظر)
إلى ما يستحسن ويستلذ به الطبع (وأرض من مطر) فكل مطر وقع عليها شربته وطلبت غيره (وأنثى من ذكر) فإنها فضلت على الرجل في قوة شبقها بأضعاف لكن الله ألقى عليها الحياء ولم يقل امرأة من رجل إشارة إلى شمول الحيوانات وهذا حكم على النوع لا على كل فرد فرد فقد يختلف في بعضهن لكن نادر جدا (وعالم من علم) فإنه إذا ذاق أسراره وخاض بحاره وفهم معناه وفقه مغزاه صار عنده أعظم اللذات وأشرف الأمنيات فدأب ليله ونهاره يرعى وإن وقف ذهنه الأنجم السارة.
وعبر بعالم دون إنسان أو رجل لأن العلم صعب على المبتدئ فلا يلتذ به ولا يرغب في الزيادة منه

BENTUK2 MANUSIA DI PADANG MAHSYAR

Tingkatan manusia di padang mahsyar kelak berbeda2, sebagian dari mereka ada yg berkendaraan, ada yg berjalan kaki dan ada pula yg bejalan menggunakan wajahnya.

Bentuk mereka juga berbeda2 berdasarkan amalan perbuatannya sewktu di dunia. Sebagian mereka ada yg di giring menuju padang mahsyar dalam bentuk kera, mereka ini adalah para pezina.

Ada yg bentuknya seperti babi, mereka adalah para pemakan harta haram seperti cukai.

Ada yg buta matanya, mereka adalah orang2 yg tidak adil dalam hukum.

Ada yg tuli pendengarannya, mereka adalah orang2 yg bangga diri dengan amalannya.

Ada yg menggigit2 lidahnya sendiri, lidahnya panjang sampai dada dan dari mulutnya tercium bau busuk,

mereka adalah para penceramah, perbuatan mereka menyelisihi ucapannya.

Ada yg kedua tangan dan kakinya terputus, mereka adalah orang2 yg menyakiti tetangganya.

Ada yg disalib pada kayu yg ada apinya, mereka adalah orang yg mendukung pemimpin yg dholim.

Ada yg baunya lebih busuk daripada bangkai, mereka adalah orang2 yg bergelimang syahwat dan kenikmatan2 terlarang, mereka juga tidak menunaikan hak2 Allah dari harta mereka.

Dan ada yg memakai jubah penuh dengan aspal panas yg menempel di kulitnya , mereka adalah orang2 yg sombong ketika di dunia.

wallohu a'lam.
Sumber : Nurud Dhulam, Nawawi Bin Umar Al Jawi.

BANTAHAN ORANGTUA RASUL SAW MATI MUSYRIK

BANTAHAN ORANGTUA RASUL SAW MATI MUSYRIK

Ditulis oleh Alhabib Munzir bin Fuad Almusawa:

Dalil – dalil yang mereka kemukakan itu sefihak, namun telah muncul dalam fihak lainnya banyak teriwayatkan hal yang sebaliknya, sebagaimana dijelaskan bahwa Paman Nabi saw yang jelas – jelas menolak bersyahadat saat wafatnya.
Ketika ditanyakan pada Nabi saw :
ﻣﺎ ﺃﻏﻨﻴﺖ ﻋﻦ ﻋﻤﻚ ﻓﺈﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﺤﻮﻃﻚ ﻭﻳﻐﻀﺐ ﻟﻚ ﻗﺎﻝ ﻫﻮ ﻓﻲ ﺿﺤﻀﺎﺡ ﻣﻦ ﻧﺎﺭ ﻭﻟﻮﻻ ﺃﻧﺎ ﻟﻜﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﺭﻙ ﺍﻷﺳﻔﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ
“Apa yang kau perbuat untuk pamanmu Abu Thalib?, dahulu ia melindungimu, dan marah demi membelamu.., maka Rasul saw bersabda : “Dia di pantai api neraka, kalau bukan karena aku, niscaya ia di dasar neraka yang terdalam” (Shahih Bukhari Bab Manaqib pasal : Qisshah Abu Thalib hadits No.3594); (Shahih Muslim Bab Iman, pasal : syafaat Nabi saw Li Abi Thalib wattakhfiif hadits No. 308). (Hadits semakna pada Shahih Bukhari bab Adab pasal : Kunyah limusyrik hadits No.5740, Shahih Muslim Bab Al Hajj pasal : tahrimusshayd lilmuhrim)

Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy :
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻌﺚ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﺮﻭﺍﻳﺔ ﻓﻲ ﺷﺄﻥ ﺃﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ ﻓﻼ ﻣﻌﻨﻰ ﻟﻺﻧﻜﺎﺭ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﺮﻭﺍﻳﺔ ﻭﻭﺟﻬﻪ ﻋﻨﺪﻱ ﺍﻥ ﺍﻟﺸﻔﺎﻋﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﺍﻧﻤﺎ ﺍﻣﺘﻨﻌﺖ ﻟﻮﺟﻮﺩ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﺍﻟﺼﺎﺩﻕ ﻓﻲ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺸﻔﻊ ﻓﻴﻬﻢ ﺃﺣﺪ ﻭﻫﻮ ﻋﺎﻡ ﻓﻲ ﺣﻖ ﻛﻞ ﻛﺎﻓﺮ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﺨﺺ ﻣﻨﻪ ﻣﻦ ﺛﺒﺖ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﺑﺘﺨﺼﻴﺼﻪ ﻗﺎﻝ ﻭﺣﻤﻠﻪ ﺑﻌﺾ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺟﺰﺍﺀ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺬﺍﺏ ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻰ ﻛﻔﺮﻩ ﻭﻋﻠﻰ ﻣﻌﺎﺻﻴﻪ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻀﻊ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﺑﻌﺾ ﺟﺰﺍﺀ ﻣﻌﺎﺻﻴﻪ ﺗﻄﻴﻴﺒﺎ ﻟﻘﻠﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻊ ﻻ ﺛﻮﺍﺑﺎ ﻟﻠﻜﺎﻓﺮ ﻻﻥ ﺣﺴﻨﺎﺗﻪ ﺻﺎﺭﺕ ﺑﻤﻮﺗﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻫﺒﺎﺀ
“Berkata Imam Baihaqi didalam penjelasan riwayat masalah Abu Thalib : tiada makna pengingkaran karena telah shahih nya riwayat ini, dan bentuknya menurutku bahwa syafaat pada kafir terhalang sebagaimana sampainya kabar yang jelas dan benar, bahwa tiada yang bisa memberi syafaaat pada kafir seorangpun, namun ini adalah makna umum bagi semua kafir, dan boleh saja ada kekhususan darinya bagi siapa yang telah dikuatkan kekhususan baginya (Rasul saw),
Berkata sebagian mereka yang berpendapat bahwa balasan orang kafir daripada siksa adalah atas kekufurannya dan maksiatnya, maka boleh saja Allah mengurangkan sebagian dari siksa orang kafir, demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat, bukan karena pahala bagi orang kafir, karena pahalanya telah hapus karena kematiannya.” (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Juz 11 hal 431).
Perhatikan ucapan Imam : “demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat”, lalu bagaimana dengan ayah bunda Nabi saw…???
Bahkan Juga diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, Abu Lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, Syi’bul Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 431)
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, mimpi Pendeta Buhaira atas kebangkitan Rasul saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw, demikian pula mimpi Ibunda Rasul saw yang Allah ilhami untuk memberi beliau saw nama “Muhammad”, tentunya mustahil nama Muhammad itu datang dari bibir musyrik.
Maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya, bahkan berkata Imam Ibn Hajar dan Imam Assuyuthiy: “perlu pertimbangan untuk memungkiri itu karena telah diriwayatkan dalam Shahih Bukhari”.
Karena memang shahih Bukhari adalah kitab hadits tertinggi dan terkuat dari semua kitab hadits, dan Imam Bukhari digelari Sayyidul Muhadditsin (Raja para Ahli Hadits), gelar ini dikatakan oleh Imam Muslim yang kaget ketika melihat Imam Bukhari dapat menjawab dengan mudah permasalahan yang tak bisa dipecahkan olehnya, maka berkata Imam Muslim : “Izinkan aku mencium kedua kakimu Wahai Guru para Guru Ahli hadits, Wahai Raja para ahli hadits, Wahai Penyembuh hadits dari ilal nya..!”. (ilal adalah kesalah fahaman kesalah fahaman)
Dengan kejelasan diatas, bila Abu Thalib yang hidup di masa Nabi dapat syafaat Rasul saw hingga teringankan siksanya, dan bahkan Raja semua kafir yaitu Abu lahab bahkan mendapat keringanan siksanya karena pernah membebaskan budaknya yaitu Tsuwaibah karena gembiranya menyambut kelahiran Nabi saw.
Maka bagaimana ayah bunda Rasul saw…?, yang melahirkan Nabi saw..?, dan mereka tak sempat hidup di masa kebangkitan Risalah Nabi saw dan tak sempat kufur dan menolak ajaran Rasul saw..,
Demikian pendapat sebagian ulama bahwa ayah dan ibu Nabi saw bebas dari kemusyrikan dan neraka, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah, dan tak ada pula nash yang menjelaskan mereka menyembah berhala, diantara Ulama yang berpendapat bahwa ayah bunda Nabi bukan Musyrik adalah :
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii, Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yang mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam Attabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy, dan masih banyak lagi yang lainnya,
Satu hal yang buruk pada jiwa para wahabi, adalah mengumpat Nabi saw dengan pembahasan ini, naudzubillah dari jiwa busuk yang mengumpat Rasulullah saw, menuduh bunda Nabi Kafir musyrik, lalu bagaimana bila hal ini tak benar?, sungguh kekufuran akan balik pada mereka.
Saudaraku, beribu maaf, bila Amir tak jelas apakah ayah ibunya muslim atau kafir, lalu Zeyd menukil 100 cara untuk menjelaskan pada orang banyak bahwa ayah dan ibunya Amir adalah musyrik dan kafir, bukankah berarti Zeyd memusuhi Amir?, Bukankah ini umpatan terburuk?, bukankah jelas jelas Zeyd mengumpat Amir?, Bukankah berarti ia musuh besar Amir?
Mereka berkata : Kami Taqlid pada para Mujtahid, ketahuilah Taqlid pada para mujtahid membutuhkan sanad, bukan taqlid pada buku.
Dan pendapat yang shahih dalam madzhab Syafii bahwa ayah bunda Nabi saw selamat karena tergolong ahlul fatrah, karena tak ada bukti bahwa mereka menyembah berhala.
Mengenai hadits : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR Shahih Muslim)
Kalimat “Abiy” dalam ucapan Nabi saw diatas tak bisa diterjemahkan mutlak sebagai ayah kandung, sebagaimana firman Allah swt :
ﺃَﻡْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺷُﻬَﺪَﺍﺀَ ﺇِﺫْ ﺣَﻀَﺮَ ﻳَﻌْﻘُﻮﺏَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﺒَﻨِﻴﻪِ ﻣَﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻱ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻧَﻌْﺒُﺪُ ﺇِﻟَﻬَﻚَ ﻭَﺇِﻟَﻪَ ﺁﺑَﺎﺋِﻚَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻭَﺇِﺳْﻤَﺎﻋِﻴﻞَ ﻭَﺇِﺳْﺤَﺎﻕَ ﺇِﻟَﻬًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﻟَﻪُ ﻣُﺴْﻠِﻤُﻮﻥَ
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. Al Baqarah :133).
Jelas sudah bahwa ayah dari Ya’qub hanyalah Ishaq, sedangkan Ibrahim adalah kakeknya dan Ismail adalah paman Ya’qub, namun mereka mengatakan : “ayah ayah mu” namun bermakna : “ayahmu, kakekmu, dan pamanmu”, Karena dalam kaidah arabiyyah sering terjadi ucapan ayah adalah untuk paman, bila siksa, keringanan dan ampunan adalah urusan Allah, dan Allah meringankan Abu lahab, dan meringankan Abu Thalib yang jelas – jelas menolak bersyahadat, maka lebih – lebih ayah Bunda Nabi saw.
Berkata Al hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi dalam kitabnya Masalikul hunafaa’ fi abaway mustofa, bahwa Riwayat hadits shahih muslim itu diriwayatkan oleh Hammad, dan ia adalah Muttaham (tertuduh), dan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits lain darinya hanya ini, dan riwayat hadits itu (ayahku dan ayahmu di neraka) adalah hadits riwayat Hammad sendiri, dan Hammad diingkari sebagai orang yang lemah hafalannya, dan ia terkelompok dalam hadits hadistnya banyak diingkari, karena lemah hafalannya dan Imam Bukhari tidak menerima Hammad, dan tak mengeluarkan satu hadits pun darinya,
Dan Imam Muslim tak punya riwayat lain dari hammad kecuali dari tsabit ra dari riwayat ini, dan telah berbeda riwayat lain dari Muammar yang juga dari Tsabit ra dari Anas ra dengan tidak menyebut lafadh : “ayahku dan ayahmu di neraka”, tapi dikatakan padanya bila kau lewat di kubur orang – orang kafir fabassyirhu binnaar”, dan riwayat ini Atsbat (lebih kuat) haytsu riwayat (dari segi riwayatnya), karena Muammar jauh lebih kuat dari hammad, sungguh hammad telah dijelaskan bahwa ia lemah dalam hafalannya dan pada hadits – hadits nya banyak yang terkena pengingkaran,
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi : “ketika kabar dari aahaad bertentangan dengan Nash Alqur’an atau Ijma, maka wajib ditinggalkan dhohirnya” (Syarh Muhadzab Juz 4 hal 342)
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn hajar Al Atsqalaniy yang menyampaikan ucapan Al Kirmaniy bahwa yang menjadi ketentuannya adalah Kabar Aaahaad adalah hanya pada amal perbuatan, bukan pada I’tiqadiyyah (Fathul baari Almasyhur Juz 13 hal 231)
Berkata Al hafidh Al Imam Assuyuthiy bahwa hadits shahih bila diajukan pada hadits lain yang lebih kuat maka wajib penakwilannya dan dimajukanlah darinya dalil yang lebih kuat sebagaimana hal itu merupakan ketetapan dalam Ushul (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 66),
Berkata Imam Al Hafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy bahwa hadits riwayat Muslim abii wa abaaka finnaar (ayahku dan ayahmu di neraka), dan tidak diizinkannya Nabi saw untuk beristighfar bagi ibunya telah MANSUKH dg firman Allah swt : “Dan kami tak akan menyiksa suatu kaum sebelum kami membangkitkan Rasul” (QS. Al-Isra : 15), rujuk (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 68) dan (Addarajul Muniifah fii abaai Musthifa hal 5 yang juga oleh beliau).
Dikeluarkan oleh Ibn Majah dari Ibrahim bin Sa’ad dari Zuhri dari Salim dari ayahnya yang berkata : “datanglah seorang dusun kepada Nabi saw (ya rasulullah inna abi kaana yasilul rraha wa kaana wa kaana..fa aina huwa?, qaala finnaar qaala : fa kaannahu wajada mindzalik faqaala: ya rasulullah fa aina abuuk?, faqaala saw haistu mararta fi qabr kafir fa bassyirhu binnaar, fa aslama a’rabiy ba’d faqaala law qad kallafani rasulullah saw taba’an, ma marartu bi qabr kafir illa bassyartuhu binnar)
Maka jelaslah bahwa Imam Muslim dan Imam Nawawi mengambil riwayat ini bukan bermaksud menuduh ayah kandung Nabi saw kafir, namun sebagai penjelas bahwa paman – paman Nabi saw ada banyak yang dalam kekufuran, karena menolak risalah Nabi saw, termasuk Abu Lahab.
Bahkan Abu Thalib pun dalam riwayat shahih Bukhari bahwa ia di Neraka,
Berkata Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy :
Dikatakan oleh Al Qadhiy Abubakar Al A’raabiy bahwa orang yang mengatakan ayah bunda nabi di neraka, mereka di Laknat Allah swt, karena Allah swt telah berfirman : “Sungguh mereka yang menyakiti dan mengganggu Allah dan Nabi Nya mereka dliaknat Allah di dunia dan akhirat, dan dijanjikan mereka azab yang menghinakan” (QS Al Ahzab 57) maka berkata Qadhiy Abubakar tiadalah hal yang lebih menyakiti Nabi saw ketika dikatakan ayahnya di neraka, dan sungguh telah bersabda Nabi saw : “Janganlah kalian menyakiti yang hidup karena sebab yang telah wafat”.(Masalikul hunafa’ hal 75 li imam suyuti)
Adakah satu ucapan Imam Nawawi yang mengatakan bahwa Abdullah bin Abdul Muttalib dan Aminah adalah musyrik penyembah berhala? Tidak ada.
Bahkan Nabi saw sendiri menjelaskan bahwa bahwa ayah – ayahnya adalah suci, sebagaimana sabda beliau saw :
ﺃﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ ﺑﻦ ﻫﺎﺷﻢ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﻣﻨﺎﻑ ﺑﻦ ﻗﺼﻲ ﺑﻦ ﻛﻼﺏ ﺑﻦ ﻣﺮﺓ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻟﺆﻱ ﺑﻦ ﻏﺎﻟﺐ ﺑﻦ ﻓﻬﺮ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺑﻦ ﺍﻟﻨﻀﺮ ﺑﻦ ﻛﻨﺎﻧﺔ ﺑﻦ ﺧﺰﻳﻤﺔ ﺑﻦ ﻣﺪﺭﻛﺔ ﺑﻦ ﺇﻟﻴﺎﺱ ﺑﻦ ﻣﻀﺮ ﺑﻦ ﻧﺰﺍﺭ ﻭﻣﺎ ﺍﻓﺘﺮﻕ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﺮﻗﺘﻴﻦ ﺇﻻ ﺟﻌﻠﻨﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺧﻴﺮﻫﻤﺎ ﻓﺄﺧﺮﺟﺖ ﻣﻦ ﺑﻴﻦ ﺃﺑﻮﻱ ﻓﻠﻢ ﻳﺼﺒﻨﻲ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺳﻨﻦ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ ﻭﺧﺮﺟﺖ ﻣﻦ ﻧﻜﺎﺡ ﻭﻟﻢ ﺃﺧﺮﺝ ﻣﻦ ﺳﻔﺎﺡ ﻣﻦ ﻟﺪﻥ ﺁﺩﻡ ﺣﺘﻰ ﺍﻧﺘﻬﻴﺖ ﺇﻟﻰ ﺃﺑﻲ ﻭﺃﻣﻲ ﺍ ﻓﺄﻧﺎ ﺧﻴﺮﻛﻢ ﻧﺴﺒﺎ ﻭﺧﻴﺮﻛﻢ ﺃﺏ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻓﻲ ﺩﻻﺋﻞ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ
“Aku Muhammad bin Abdillah bin Abdulmuttalib, bin Hasyim, bin Abdumanaf, bin Qushay, bin Kilaab, bin Murrah, bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizaar, tiadalah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali aku berada diantara yang terbaik dari keduanya, maka aku lahir dari ayah ibuku dan tidaklah aku terkenai oleh ajaran jahiliyah, dan aku terlahirkan dari nikah (yang sah), tidaklah aku dilahirkan dari orang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku, maka aku adalah pemilik nasab yang terbaik diantara kalian, dan sebaik baik ayah nasab”. (dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam dalail Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya Juz 2 hal 404. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Attabari dalam tafsirnya Juz 11 hal 76.
Juga sabda Nabi saw : “Aku Nabi yang tak berdusta, aku adalah putra Abdul Muttalib” (Shahih Bukhari hadits No.2709, 2719, 2772, Shahih Muslim hadits No. 1776) bahkan hadits ini dirwayatkan pula oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim,
Bila Abdulmuttalib kafir, maka adakah nabi akan membanggakan kakeknya yang kafir dalam peperangan..? Dan Anda lihat pula dalam hadits ini ayah bermakna kakek. Beliau tidak berkata bahwa beliau putera Abdullah, tetapi beliau berkata, ”Aku adalah putra Abdul Muttalib”
Tentunya mengenai hal ini telah jelas, bahkan Paman nabi saw pun disyafaati oleh Rasul saw, demikian pula Abu Lahab sebagaimana riwayat Shahih Bukhari. Dan makna ayah dalam hadits itu adalah paman,
Demikian pula ucapan Nabi saw kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ra di peperangan Uhud
ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻲٍّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺟَﻤَﻊَ ﺃَﺑَﻮَﻳْﻪِ ﻟِﺄَﺣَﺪٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﺴَﻌْﺪِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﺳَﻤِﻌْﺘُﻪُ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻳَﻮْﻡَ ﺃُﺣُﺪٍ ﻳَﺎ ﺳَﻌْﺪُ ﺍﺭْﻡِ ﻓِﺪَﺍﻙَ ﺃَﺑِﻲ ﻭَﺃُﻣِّﻲ
Dari Ali kw, tiada pernah keudengar Nabi saw mengumplkan ayah bundanya untuk seseorang kecuali pada Sa;ad bin malik ra, dan sungguh aku mendengar beliau saw bersabda di hari Uhud : Panahlah wahai Sa’ad..!, jaminanmu ayah ibuku! (Shahih Bukhari hadits no.3753 Bab Maghaziy) “Rasul saw mengumpulkan aku dg nama ayah ibunya dihari uhud ..!” (Shahih Bukhari hadits no.3750 Bab Maghaziy)
Riwayat yang sama pada Shahih Bukhari Bab Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqash
Jelas sudah, mustahil Rasul saw menjadikan dua orang musyrik untuk disatukan dengan Sa’ad bin Abi Waqqash ra, dan mustahil pula Sa’ad ra berbangga – bangga namanya digandengkan dengan dua orang musyrik.
Demikian kita lihat bagaimana saat saat kelahiran Nabi saw.. :
Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang – bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang – benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang – benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi. Inikah wanita Musyrik..?, Kafir…?
Sabda Nabi saw : “Bila berkata seseorang kepada saudaranya wahai kafir, maka akan terkena pada salah satu dari mereka” (Shahih Bukhari hadits No.5754)
Maka kiranya siapa yang berani mengambil resiko menjadi kafir, silahkanlah ia menuduh ayah bunda Nabi saw sebagai kafir.
Dan pembahasan ini saya tutup bagi yang membantah namun tak bisa menyebutkan sanadnya kepada para Muhaddits, karena mereka yang tak memiliki sanad kepada Imam Imam itu maka hujjahnya Maqtu’, sanadnya terputus, dan fatwanya tidak diakui dalam syariah islam, maka ketika dua pendapat berselisih, yang lebih tsiqah dan Kuat adalah yang mempunyai sanad kepada Imam-Imam tersebut. Wallahu a’lam

FUTUHUL GHAIB Risalah ke-57

FUTUHUL GHAIB Risalah ke-57

[Menyingkap Rahasia Ilahi]
Mutiara karya Syeikh Abdul Qodir Al-Jailany ra :

Semua keadaan pengalaman kerohanian itu adalah keadaan kontrol diri (self control) atau kesabaran, karena wali diperintahkan untuk menjaganya.
Apa saja yang diperintahkan untuk dijaga itu memerlukan kesabaran. Menurut takdir Illahi, itu adalah keadaan yang menyenangkan, karena seseorang tidak diperintahkan untuk menjaga apa-apa kecuali dirinya sendiri yang berada di dalam takdir itu.

Oleh karena itu, hendaknya seorang wali tidak berselisih faham takdir Illahi. Hendaklah ia tidak memusingkan apa saja yang ditimpakan atau ditakdirkan oleh Allah kepadanya, baik itu berupa kebaikan maupun berupa kejahatan.
Hendaklah ia ridha dan senang hati terhadap apa saja yang diperbuat Allah. Keadaan pengalaman itu mempunyai batas-batas. Maka ia diperintahkan untuk menjaga batas-batas itu.
Sedangkan perbuatan Allah, yaitu takdir atau qadha’ dan qadar-Nya, tidak mempunyai batas-batas yang harus dijaga.
Tanda yang menunjukkan bahwa hamba itu telah mencapai posisi takdir dan perbuatan Allah serta kesenangan adalah bahwa ia diperintahkan supaya memohon kemewahan setelah ia diperintahkan supaya membuang dan menjauhkannya.
Karena apabila hatinya telah kosong dari apa saja selain Allah, maka iapun akan diberi kesenangan dan ia diperintahkan supaya memohon apa-apa yang telah ditetapkan Allah untuknya. Permohonannya itu pasti dikabulkan oleh Allah, agar kedudukannya, keridhaan Allah terhadapnya dan perkenan Allah terhadap doa dan permohonannya menjadi nyata dan berdiri dengan sebenarnya.
Menggunakan mulut untuk meminta sesuatu kenikmatan dan karunia Allah itu menunjukkan kesenangannya terhadap apa yang telah diterimanya, setelah bersabar beberapa lama, setelah keluar dari semua keadaan pengalaman kerohanian dan pengembaraannya dan setelah menahan diri berada di dalam batasan.
Jika ada pertanyaan atau pembahasan yang menyatakan bahwa tidak bersungguh-sungguhnya si hamba di dalam menjaga dan mengikuti hukum-hukum atau syari’at itu akan membawa hamba itu ke lembah atsim (tidak percaya adanya Allah) dan keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya ini:
, “… dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS 15:99),
maka aku menjawab bahwa ini bukan berarti bahwa hamba itu tidak akan menjadi atsim (orang yang tidak percaya kepada adanya Allah) atau keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya itu, dan ini juga bukan berarti membawa hamba tadi ke lembah yang tidak diinginkan itu,
karena Allah Maha Pemurah dan tidak akan membiarkan Wali-Nya terjerumus ke dalam lembah yang hina itu.
Hamba yang dekat kepada-Nya itu sangat disayangi-Nya dan tidak akan dibiarkan jatuh cacad di dalam syari’at dan agama-Nya, tetapi hamba itu tetap berada dalam pemeliharaan Allah.
Allah tidak akan membiarkannya ditimpa dosa, tetapi akan tetap memeliharanya berada dalam batas hukum dan undang-undang yang dibuat-Nya, tanpa hamba itu bersusah payah atau sadar melakukan semua itu, karena ia terlalu dekat kepada Allah Yang Maha Agung.
Allah berfirman yang maksudnya kurang lebih,
“Demikianlah, Kami hindarkan ia dari dosa dan maksiat. Sesungguhnya ia termasuk dalam hamba-hamba-Ku yang ikhlas.” “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.”
(QS 15:42)
“… tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari doa).”
(QS 37:40)
Wahai manusia, orang-orang seperti itu ditinggikan derajatnya oleh Allah dan mereka adalah objek Allah.
Mereka dekat kepada Allah dan berada dalam rahmat kasih sayang pemeliharaan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Bagaimana bisa iblis akan mendekati mereka ?
Bagaimana bisa perkara-perkara dosa dan maksiat mencacadi mereka ?
Mengapa kamu lari dari rahmat Allah dan mengabdikan dirimu kepada kedudukan (derajat) ?
Kamu telah mengatakan sesuatu yang tidak baik.
Semoga tuduhan yang tidak sopan itu dibinasakan oleh Allah dengan kekuasaan, rahmat dan kasih sayang-Nya.
Semoga Allah memelihara kita berada dalam kesempurnaan serta memelihara kita dari dilanda dosa dan noda.
Mudah-mudahan Allah senantiasa memberkati kita dan memelihara kita dengan kasih sayang-Nya yang tidak terhingga.
المقالة السابعة والخمسون
فـي عـدم الـمـنـازعـة فـي الـقــدر و الأمــر بـحـفـظ الـرضـا بـه
قـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه :الأحوال قبض كلها، لأنه يؤمر الولي بحفظها وكل ما يؤمر بحظفه فهو قبض، والقيام مع القدر بسط كله، لأنه ليس هناك شئ يؤمر بحفظه سوى كونه موجوداً في القدر، فعليه أن لا ينازع في القدر بل يوافق ولا ينازع في جميع ما يجرى عليه مما يحلو ويمر. الأحوال معدودة فأمر بحفظ حدوده، والفضل الذي هو القدر غير محدود فيحفظ.
وعلامة أن العبد دخل في مقام القدر والفعل والبسط أنه يؤمر بالسؤال في الحظوظ بعد أن أمر بتركها والزهد فيها، لأنه لما خلا باطنه من الحظوظ ولم يبق غير الرب عزَّ و جلَّ بوسط فأمر بالسؤال والتشهي وطلب الأشياء التي هي قسمه، ولابد من تناولها والتوصل إليه بسؤاله، ليتحقق كرامته عند الله عزَّ و جلَّ ومنزلته، وامتنان الحق عزَّ و جلَّ عليه بإجابته إلى ذلك، والإطلاق بالسؤال في عطاء الحظوظ من أكثر علامات البسط بعد القبض، والإخراج من الأحوال والمقامات والتكليف في حفظ الحدود.
فإن قيل : هذا يدل على زوال التكلف والقول بالزندقة والخروج من الإسلام، ورد قوله عزَّ و جلَّ : وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ.الحجر99. قيل لا يدل على ذلك ولا يؤدى إليه بل الله أكرم و وليه أعز عليه من أن يدخله في مقام النقص والقبيح في شرعه ودينه، بل يعصمه من جميع ما ذكر ويصرفه عنه ويحفظه وينبهه ويسدده لحفظ الحدود، فتحصل العصمة وتتحفظ الحدود من تكليف منه ومشقة، وهو عن ذلك في غيبة في القرب قال عزَّ و جلَّ :كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ.يوسف24. وقال عزَّ و جلَّ : إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ.الحجر42.الإسراء65. وقال تعالى: إِلَّا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ.الصافات40+74+128+160. يا مسكين هو محمول الرب وهو مراده، وهو يربيه في حجر قربه ولطفه، أنى يصل الشيطان غليه وتتطرق القبائح والمكاره في الشرع نحوه؟ أبعدت النجعة وأعظمت الفرية وقلت قولاً فظيعاً، تباً لهذه الهمم الخسيسة الدنية والعقول الناقصة البعيدة و الآراء الفاسدة المتخلخلة، أعاذنا الله والإخوان من الضلالة المختلفة بقدرته الشاملة ورحمته الواسعة، وسترنا بأستاره التامة المانعة الحامية، وربانا بنعمه السابغة وفضائله الدائمة بمنه وكرمه تعالى شأنه.
و الله أعلم.
=======================