Sunday, November 20, 2016

Seluruh Waliyullah Kenal Gus Dur

 
 
Pada suatu ketika Habibana Al-Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf Bukit Duri Tebet memanggil muridnya yang paling senior yaitu KH. Fakhrurrozi Ishaq dan Habib Idrus Jamalullail mengenai hal penghinaan yang dilakukan kedua muballigh itu kepada Gus Dur yang pada saat itu telah menjadi Presiden RI ke-4.

Menurut penuturan Ustadz Anto Djibril yang ketika itu hadir di pengajian hari Senin pagi itu Al-Walid bertanya kepada jama'ah yang hadir, "Aina Rozi wa Idrus bin Alwi...?"
Dan keduanya yang hadir mengaji sama menyahut, "Maujud ya habib."
Lalu Habibana berkata, "Ente berdua jangan pulang ya, ana ada perlu."
 
Ya Rozi ya Ye' Idrus, ente berdua kalau jadi muballigh gak usah kata-kata kotor sama orang, apalagi sama cucunya KH. Hasyim Asy'ari itu. Ente tahu yang namanya Gus Dur itu siapa? Biar ente faham ya... seluruh Auliya'illah min Masyariqil Ardhi ilaa Maghoribiha, kenal dengan Gus Dur dan ente ini siapa berani mencela - mencela dia. Dan ana sangat malu kalau ada murid atau orang yg pernah belajar sama ana menghina Gus Dur dan juga menghina lainnya. Kalau ente belum bisa jadi seperti Gus Dur, diam lebih baik. Kalau sudah bisa jadi seperti Gus Dur, ngomong dah sana sampe berbusa-berbusa."

Maka sejak mendapat teguran dari Al Walid itulah, KH. Fakhrurrozi Ishaq dan Habib Idrus bin Alwi Jamalullail bungkam kalau pas bicara masalah Gus Dur.

Diperoleh keterangan ternyata Gus Dur adalah murid langsung dari Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang. Gus Dur waktu kecil diajak ayahnya, KH. Abdul Wahid Hasyim. Dan di Jakarta beliau sempat mengkhatamkan 9 kitab di hadapan Habib Ali Al Habsyi.

Sewaktu masih menjabat presiden, Gus Dur pernah hadir di Majelis Ta'lim Kwitang. Beliau datang ba'da shubuh tanpa pengawalan ketat dan Gus Dur duduk ikut pembacaan Asmaul Husna sampai selesai.

"Aduh Pak Presiden, kalau kesini kasih kabar dong," kata Habib Abdurrahman bin Muhammad Al Habsyi.
"Mending begini bib, kalo kasih kabar ya nanti kasihan jama'ah bisa jadi repot," jawab Gus Dur.

Dan setahun sebelum Gus Dur wafat, beliau mau ziarah di waktu Maulid di Kwitang, lalu Habib Abdurrahman Al Habsyi berkata, "Kalau ada yang tahu Gus Dur kemari, cepat kabarin ana ya."

Tapi dari pihak Gus Dur tidak ada kabarnya dan Yenni Wahid waktu dihubungi tidak menjawab. Dan ternyata Gus Dur nyarkub di jam 11 malam dan itu menurut penuturan pengurus Masjid Ar-Riyadh. Begitulah Gus Dur, beliau orangnya tidak mau merepotkan orang lain.

Semoga sepenggal kisah Gus Dur dengan beberapa habaib sepuh ibukota ini bisa menambah kecintaan kita kepada beliau-beliau.. Lahumul Fatihah.

Wangsit: Sarkub Papua Abdu L Wahab, S.Kub, Sanad shahih Ustadz Anto Djibril 

SIKAP YANG TEPAT SAAT DICURHATI ORANG

SIKAP YANG TEPAT SAAT DICURHATI ORANG
Oleh: Al Habib Ahyad Banahsan As Sakran


Jika ada dua orang atau dua pihak sedang berselisih. Kemudian satu orang atau satu pihak mengadukan perselisihan itu kepada kita serta meminta kepada kita membantu mereka menyelesaikan perselisihan tersebut secara baik-baik. Maka sebaiknya pengaduan dan permintaan mereka jangan ditanggapi dan anggap saja tidak ada.
Isma', summa tabassam, summa tajaahal, summa Taghoofal, artinya: Dengarkan, lalu tersenyum, kemudian berlagak tidak tahu, setelah itu lupakan.

Karena jika kita menanggapinya kita bisa terjebak kepada empat hal tanpa kita sadari.
Pertama: Kita menganggap materi pengaduan sebagai kebenaran, padahal materi yang diadukan bisa benar, bisa ditambah, bisa dikurangi, dan bisa salah sama sekali.
Kedua: Kita tergoda untuk mengetahui rahasia orang lain yang akan menyebabkan ghibah jika benar dan kebohongan besar jika salah.
Ketiga: Kita tersanjung untuk menjadi "pahlawan kesiangan" yang dapat menyelesaikan masalah yang belum tentu kita mampu untuk menyelesaikannya.
Keempat: Kita bertindak tidak adil karena secara tak sadar membela pihak pengadu, karena dari dia kita mendengar pertama kali pengaduan yang belum tentu benar.
Adalah kewajiban seorang muslim untuk menyelesaikan perselisihan di antara dua orang atau dua pihak yang bertikai. Tetapi kewajiban tersebut ada di pundak kita jika kita berada pada posisi yang tepat seperti ayah terhadap anak-anaknya, guru terhadap murid-muridnya, hakim terhadap rakyat, manajer terhadap pegawai-pegawainya, dan seterusnya. Selain itu kewajiban tersebut ada di pundak kita jika kita menguasai persoalan yang diperselisihkan dengan baik, jika kita memiliki kemampuan untuk menyelesaikan persoalan tersebut, jika kedua orang atau kedua pihak yang berselisih mengadukan persoalan mereka secara bersamaan di satu waktu disatu tempat, dan jika kita dapat bersikap adil terhadap kedua orang atau kedua pihak yang berselisih.
Jika tidak terpenuhi beberapa kriteria di atas jangan bersikap gegabah untuk menyelesaikan masalah diantara dua orang atau dua pihak yang berselisih, karena bisa terjadi kezoliman terhadap satu pihak, yang mana hal tersebut tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan dapat menyebabkan persoalan menjadi bertambah ruwet dan rumit serta kezoliman menjadi bertambah besar dan luas.

Saturday, November 19, 2016

Ridho Suami

Ridho_suami
 
حكاية: قال وهب بن منبه رضي الله عنه مرض شاب من بني إسرائيل فنذرت أمه إن شفى الله ولدها لتخرجن من الدنيا سبعة أيام فشفاه الله فحضرت قبرا وقالت لولدها أحث علي التراب ثم بعد سبعة أيام أخرجني منه
kisah:
Wahb bin Munabbih -semoga Allah meridhloinya- berkata :
" seorang pemuda bani israel sedang sakit, kemudian ibunya bernadzar jika Allah menyembuhkan anaknya maka dia akan keluar dari dunia selama tujuh hari .
kemudian Allah menyembuhkan anaknya, sang ibu mendatangi kuburan dan berkata kpd anaknya :
" taburkan tanah padaku, kemudian setelah tujuh hari keluarkan aku darinya ."
فلما حثا عليها التراب وجدت فيها بابا إلى بستان فدخلته فرأت فيه امرأتين على رأس إحداهما طير يروح بجناحيه عليها والأخرى على رأسها طير ينقرها فقالت للأولى بم نلت هذا قالت خرجت من الدنيا وزوجي راض عني وقالت للأخرى بم نلت هذا قالت خرجت من الدنيا وزوجي ساخط علي فإذا رجعت إلى الدنيا فاسأليه العفو عني
Ketika sang ibu telah di tutup dengan tanah, dia malah menemukan di dalamnya sebuah pintu yg menuju ke kebun, dia memasukinya dan melihat dua orang wanita disana.
di atas kepala salah seorang wanita itu terdapat seekor burung yg sedang mengipasinya dengan kedua sayapnya,
sedangkan diatas kepala wanita yg satunya lagi terdapat seekor burung yg sedang mematuk2kinya dengan paruhnya.
sang ibu berkata kpd wanita yg pertama :
" sebab apa engkau memperoleh ini ?"
dia menjawab : " aku keluar dari dunia dan suamiku ridhlo padaku ."
" sebab apa engkau memperoleh ini ?" tanya sang ibu kpd wanita kedua.
" aku keluar dari dunia dan suamiku murka padaku, jika engkau telah keluar nanti mintakanlah ampun bagiku kpd suamiku ."
jawab wanita kedua.
فبعد سبعة أيام أخرجها ولدها فأخبرت زوج المرأة فعفا عنها ثم رأتها بعد ذلك في المنام فقالت لها جزاك الله خير قد نجوت من العذاب
Setelah tujuh hari, sang anak mengeluarkan ibunya, kemudian dia memberitahukan suami dari wanita kedua yg ditemuinya, dan akhirnya sang suami memaafkannya.
kemudian setelah itu sang ibu tsb mimpi melihat wanita kedua dan berkata kpdnya
" trimakasih, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, aku telah selamat dari siksaan."
wallohu a'lam.
~Nuzhatul Majaalis~

Wednesday, November 16, 2016

Karomah Syekh Nawawi Al Bantani




Nama Syekh Nawawi Banten begitu melegenda di Indonesia. Bahkan namanya sering disamakan kebesarannya dengan tokoh ulama klasik madzhab Syafi’i Imam Nawawi (676 Hijriah atau l277 Masehi). Melalui karya-karyanya yang tersebar di pesantren-pesantren tradisional yang sampai sekarang masih banyak dikaji. Nama kiai asal Banten ini seakan masih hidup dan terus menyertai umat memberikan wejangan ajaran Islam yang menyejukkan.


Di setiap majlis ta’lim, karyanya selalu dijadikan rujukan utama dalam berbagai ilmu, mulai dari ilmu tauhid, fiqh, tasawuf sampai tafsir. Karya-karyanya sangat berjasa dalam mengarahkan mainstream keilmuan yang dikembangkan di lembaga-Iembaga pesantren yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU).
Sayid ’Ulamail Hijaz adalah gelar yang disandangnya. Sayid adalah penghulu, sedangkan Hijaz wilayah Saudi sekarang, yang di dalamnya termasuk Mekkah dan Madinah. Dialah Syekh Muhammad Nawawi, yang lebih dikenal orang Mekkah sebagai Nawawi al-Bantani, atau Nawawi al-Jawi.
“Al-Bantani menunjukkan bahwa ia berasal dari Banten, sedangkan sebutan Al-Jawi mengindikasikan muasalnya yang Jawa, sebutan untuk para pendatang Nusantara karena nama Indonesia kala itu belum dikenal. Kalangan pesantren sekarang menyebut ulama yang juga digelari asy-Syaikh al-Fakih itu sebagai Nawawi Banten,” kata Ismetullah Al Abbas, pewaris Kesultanan Banten, ketika ditemui di rumahnya di kompleks Masjid Banten, Banten, beberapa waktu lalu.
Menurut sejarah, Syekh Nawawi Banten memiliki nama lengkap Abu Abd al-Mu’ti Muhammad bin Umar al- Tanara al-Jawi al-Bantani.
Ia lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani. Dilahirkan di Kampung Tanara, Serang, Banten pada tahun 1815 Masehi atau 1230 Hijriah. Pada tanggal 25 Syawal 1314 Hijriah atau 1897 Masehi. Nawawi menghembuskan nafasnya yang terakhir di usia 84 tahun.
Memiliki karomah kakinya bersinar saat gelap
Sebagai tokoh kebanggaan umat Islam di Jawa khususnya di Banten, Umat Islam di Desa Tanara, Tirtayasa, Banten, setiap tahun di hari Jumat terakhir bulan Syawwal selalu diadakan acara khol untuk memperingati jejak peninggalan Syekh Nawawi Banten.
Ismet mengungkapkan, Syekh Nawawi memiliki karomah. Di antara karomah beliau adalah, saat menulis syarah kitab Bidayatul Hidayah (karya Imam Ghozali), lampu minyak beliau padam, padahal saat itu sedang dalam perjalanan dengan unta. Tapi di jalan pun ia tetap menulis.
Beliau berdoa, bila kitab ini dianggap penting dan bermanfaat buat kaum muslim, ia mohon kepada Allah SWT memberikan sinar agar bisa melanjutkan menulis.
“Tiba-tiba jempol kaki beliau mengeluarkan api, bersinar terang, dan beliau meneruskan menulis syarah itu hingga selesai dan bekas api di jempol tadi membekas, hingga saat Pemerintah Hijaz memanggil beliau untuk dijadikan tentara (karena badan beliau tegap), ternyata beliau ditolak, karena adanya bekas api di jempol tadi,” ujarnya.
Bertahun-tahun dikubur jasad utuh
Karomah yang lain, tampak saat beberapa tahun setelah beliau wafat, makamnya akan dibongkar oleh pemerintah untuk dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahatnya akan ditumpuki jenazah lain (sebagaimana lazim di Ma’la).
Saat itulah para petugas mengurungkan niatnya, sebab jenazah Syekh Nawawi (beserta kafannya) masih utuh walaupun sudah bertahun-tahun dikubur.
“Bila pergi ke Mekkah, Insya Allah kita akan bisa menemukan makam beliau di Pemakaman Umum Ma’la. Banyak juga kaum muslimin yang mengunjungi rumah bekas peninggalan beliau di Tanara, Serang, Banten. Letaknya di belakang masjid Nawawi di Tanara,” ujar Ismet.
Kyai Hashim Ashari sering disebut sebagai tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya NU, maka Syekh Nawawi adalah guru utamanya.

Konon, di sela-sela pengajian kitab-kitab karya gurunya ini, seringkali Kyai Hashim Ashari bernostalgia bercerita tentang kehidupan Syekh Nawawi, kadang mengenangnya sampai meneteskan air mata karena besarnya kecintaan beliau terhadap Syekh Nawawi.

Rasulullah SAW, Mengiringi Kewafatan Habib Ali Kwintang

 
 
Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) sebelum akhir hayatnya pada tahun 1968 mengalami pingsan selama kurang lebih 40 hari. Beliau hanya berbaring di tempat tidurnya tanpa sadarkan diri. Dalam keadaan itu beliau senantiasa disuapi air zamzam oleh putranya sebagai pengganti makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.
40 hari kemudian, akhirnya Habib Ali al-Habsyi mulai sadar. Dipanggillah putranya: “Ya Muhammad, antar Abah ke hammam (kamar mandi) untuk bersih-bersih diri.”
Mendengar ucapan ayahandanya seperti itu, Habib Muhammad merasa sangat senang karena ayahnya sudah berangsur sembuh. Diantarlah ayahnya oleh Habib Muhammad ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri.
 
Usai Habib Ali al-Habsyi mandi dan berwudhu, beliau duduk di tempat tidurnya dan meminta dipakaikan pakaian kebesarannya yaitu jubah, imamah dan rida’nya. Lalu beliau meminta putranya untuk membacakan qashidah “Jadad Sulaima” yang menjadi kegemaran beliau. Qashidah tersebut adalah karangan guru beliau, yaitu al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi (Shahib Simthud Durar). “Ya Muhammad, aku lihat Rasulullah sudah hadir. Bacalah qashidah Jadad Sulaima. Lekaslah baca, ayo Bismillah!”
 
Mendengar ucapan ayahnya, segera Habib Muhammad membacakan qashidah tersebut sambil menangis dan tidak mampu menyelesaikan qashidah tersebut. Akhirnya yang melanjutkan qashidahnya adalah Habib Husein bin Thaha al-Haddad (ayah dari Kak Diding al-Haddad).
Setelah selesai pembacaan qashidah tersebut, Habib Ali al-Habsyi berkata: “Ya Muhammad, hari apakah ini?”
 
Habib Muhammad menjawab: “Hari Ahad ya Abah. Jamaah sudah penuh hadir di Majelis.”
Kemudian Habib Ali al-Habsyi kembali berkata: “Ya Muhammad, kirimkan salamku pada seluruh jamaah. Dan pintakan maaf atas diriku pada seluruh jamaah. Pintakan maaf untukku pada mereka. Sesungguhnya diri ini tidak lama lagi, karena sudah datang Rasulullah dan datuk-datuk kita.”
 
Dengan perasaan sedih yang mendalam, Habib Muhammad pun akhirnya menyampaikan pesan ayahnya pada semua jamaah yang hadir di Majelis Ta’lim Kwitang hari Minggu pagi itu. Tidak lama setelah itu, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebelum wafatnya, beliau mengajak kepada yang berada di sekitarnya untuk membaca talqin dzikir “La Ilaha Illallah”.
 
Semua yang hadir, termasuk Habib Ali bin Husein Alattas (Habib Ali Bungur), Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, dan para keluarga mengikuti ucapan Habib Ali al-Habsyi yang semakin lama semakin perlahan hingga hembusan nafasnya yang terakhir kali.
 
Akhirnya al-Habib Ali al-Habsyi wafat di pangkuan al-Habib Ali bin Husein Alattas dalam keadaan berpakaian kebesarannya. Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi lahir di Jakarta pada hari Ahad 20 Jumadil Ula 1286 H/20 April 1870 M, dan wafat hari Ahad 20 Rajab 1388 H/13 Oktober 1968 M.

• Sejarah Islam Indonesia •

• Sejarah Islam Indonesia •

Kasus Penistaan Agama 1918, Tjokroaminoto (Mentor Soekarno) Bentuk Tentara Pembela Nabi, 35 Ribu Orang!

DEMO MUSLIMIIN NUSANTARA MENUNTUT KEADILAN TERHADAP KELAKUAN PENGHINA ROSULULLOH DI JAMAN PENJAJAHAN BELANDA

Pada awal Januari tahun 1918, surat kabar harian bernama "Djawi Hisworo" pernah muncul suatu artikel yang berisi penghinaan terhadap Nabi Muhammad, shollollohu 'alaihi wasallam. Artikel tersebut ditulis oleh Djojodikoro, dan berjudul "Pertjakapan Antara Martho dan Djojo".
Artikel itu memuat kalimat bertuliskan:
"Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem AVH, minoem Opium, dan kadang soeka mengisep Opium."
Kalimat itu secara jelas menuduh bahwa Nabi - shollollohu 'alaihi wasallam - adalah pemabuk, dan suka mengkonsumsi Opium.
Sontak, artikel tersebut mendapat reaksi besar dari masyarakat Muslimiin Nusantara di waktu itu.
Salah satu tokoh Islam, yaitu H.O.S Tjokroaminoto - Pahlawan Nasional RI - bahkan segera membentuk organisasi bernama Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM).
Struktur TKNM ini terdiri dari:
Ketua: HOS (Haji Oemar Said) Tjokroaminoto
Bendahara: Syekh Roebaja bin Ambarak bin Thalib
Sekretaris: Sosrokardono
Setelah dibentuk, TKNM menyeru kepada masyarakat Indonesia untuk menghadiri perkumpulan besar yang berlokasi di Kebun Raya Surabaya, pada tanggal 6 Februari 1918.
Perkumpulan ini diadakan sebagai sikap kaum muslim terhadap penghinaan Nabi.
Tahukah berapa kaum muslim yang ikut dalam aksi tersebut?
Diperkirakan tidak kurang daripada 35.000 orang!
Tuntutannya hanya satu, yaitu mendesak pemerintah Hindia Belanda, dan Sunan Surakarta, untuk segera mengadili Djojodikoro dan Martodarsono (pemilik surat kabar), atas kasus penistaan Nabi, shollollohu 'alaihi wasallam.
Di waktu itu, tentu saja media tidak seperti sekarang. Tidak ada media sosial macam facebook, twitter, dan tidak ada TV. Radio pun hanya segelintir orang yang punya.
TNKM hanya bermodalkan pesan lisan dan media seleberan kertas untuk mengumpulkan massa sebesar itu.
Dan tentunya tidak ada bayaran atau Nasi Bungkus untuk mengumpulkan mereka.
Jadi bisa dibayangkan betapa besarnya kemarahan masyarakat Muslim Indonesia yang mengikuti 124.000 nabi sejak awal jaman, yang diutus oleh Tuhan Yang Maha Esa, Allah, saat mengetahui Nabi mereka dihina.

Ketika Murid Tidak Sesuai Harapan

Ketika Murid Tidak Sesuai Harapan
--------------------------------------------
Diceritakan dalam kitab Thobaqotus Syafi’iyyah bahwa Ar Robi’ bin Sulaiman ra. itu termasuk santri yang lelet alias susah paham, maka kadang pernah gurunya, yaitu Imam Asy Syafi’i ra., harus mengulangi satu masalah sampai 40 kali, itupun masih belum juga paham, lalu dia pun meninggalkan majlis itu karena merasa malu.
Kemudian Sang Guru memanggilnya dan mem-privat beliau pelajaran tadi hingga paham. Imam Asy Syafi’i berkata: “Hai Robi’, seandainya aku bisa memberimu ilmu semudah menyuapkan makanan, niscaya sudah aku lakukan.”
Diriwayatkan Imam Al Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’i. Imam Al Ajuri dalam kitabnya, Akhlakul Ulama, berkata:
“Maka seorang guru harus ekstra sabar pada muridnya yang sulit paham, jangan kasar dan menghinanya sehingga membuat dia malu untuk belajar. Karena anda tidak tahu mana diantara murid-murid itu yang nanti akan menjadi murid paling berguna bagimu.”
Dan benarlah apa yang dikatakan Imam Al Ajuri, Robi’ inilah yang menjadi rowi utama Imam Asy Syafi’i, bahkan menurut ulama, jika ada perbedaan antara Imam Robi’ dan Imam Muzani maka Imam Robi’ lah yang dimenangkan.
*******
Ada satu kisah dari Waliyulloh Agung dari Pasuruan, Kiai Hamid, tentang bagaimana seharusnya seorang guru menghadapi murid yang tidak sesuai dengan harapannya seperti di atas.
Suatu hari di sekitar tahun 60-an, salah seorang santri beliau yang menjadi pimpinan GP Ansor Cabang Pasuruan nyaris putus asa dalam kaderisasi di ranting-ranting. Pasalnya, dari 100 lulusan pelatihan, paling hanya ada 3-5 orang kader saja yang betul-betul bisa diandalkan. Dalam kegalauannya ini, si santri memutuskan sowan pada Kiai Hamid dahulu untuk konsultasi.
Saat dia sowan, sembari menunjuk pada pohon-pohon kelapa yang berbanjar di pekarangan rumah, Kiai Hamid berkata panjang lebar.
“Aku menanam pohon ini, yang aku butuhkan itu buah kelapanya. Ternyata yang keluar pertama kali malah blarak, bukan kelapa. Setelah itu glugu, baru setelah beberapa waktu keluar mancung. Mancung pecah, nongol manggar, yang (sebagian rontok lalu sisanya) kemudian jadi bluluk, terus (banyak yang rontok juga dan sisanya) jadi cengkir, terus (sebagian lagi) jadi degan, baru kemudian jadi kelapa. Lho setelah jadi kelapa pun masih ada saput, batok, kulit tipis (yang semua itu bukan yg saya butuhkan tadi). Lantas, ketika mau diambil santannya, masih harus diparut kemudian diperas. Yang jadi santan tinggal sedikit. Lha itu sunnatulloh. Lha yang 95 orang kader itu, carilah, jadi apa dia. Glugu bisa dipakai untuk perkakas rumah, blarak untuk ketupat.”
Kalau inginnya mencetak orang ‘alim, tidak bisa diharapkan bahwa semua murid di kelas itu bakal jadi ‘alim semua. Pasti ada seleksi alam, akan ada proses pengerucutan. Meski begitu, bukan berarti pendidikan itu gagal. Katakanlah yang jadi hanya 5 %, tapi yang lain bukan lantas terbuang percuma. Yang lain tetap berguna, tapi untuk fungsi lain, untuk peran lain. (dari buku Percik-percik Keteladanan Kiai Hamid Pasuruan)